Tangerang Selatan, jaringansantri.com – Ada sebuah kitab tafsir karya ulama nusantara berbahasa Jawa, berjudul Tafsir Al-Huda. Tafsir ini ditulis oleh seorang ulama dari kalangan militer sekaligus aktivis Muhammadiyyah, Brigjen Purnawirawan Drs. H. Bakri Syahid.

Terkait tafsir itu, Dr. Islah Gusmian mengatakan “Tafsir ini ditulis oleh aktivis muhammadiyah. Dia seorang dai, tapi sekaligus juga seorang militer, rohaniawan, dia seorang yang terlibat intens di dalam penguasa ketika rezim orde baru, ini Bakri Syahid. Beliau menulis tafsir judulnya Al-Huda lengkap 30 juz dengan aksara latin bahasa Jawa.”

Hal tersebut disampaikan dosen filologi dari IAIN Surakarta ini saat mengisi kajian rutin di Islam Nusantara Center (INC) dengan tema “Al-Qur’an & Wawasan Kebangsaan : Belajar dari Tafsir Al-Huda karya Bakri Syahid.” Sabtu, 2 Maret 2019.

Tafsir ini telah dicetak berkali kali, ada juga yang dicetak secara mandiri, ada pula yang dibiayai oleh kementrian ketika itu. “Ada 10.000 di dalam catatan yang saya peroleh, 10.000 eksemplar dicetak. Sayang, tafsir ini tidak mudah kita termukan bahkan di perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi Islam”, kata Islah.

Ia juga menerangkan bagaimana penulisan kitab tafsir tersebut. “Jadi ayat Al-Qur’an ditulis, terus dibawahnya versi alih aksara latin, sebelah kirinya itu terjemah. Penafsiran utama bagi Bakri Syahid yang memang penting untuk diberi catatan diletakkan di catatan kaki,” terang akademisi asal Pati ini.

Tafsir ini ditulis tahun 1970 dan rampung di tahun 1976, kemudian dipublikasikan tahun 1979. Dicetak dalam satu buku dengan ketebalan 1376 halaman.

Dicetak dengan sekian banyak versi cetakan, “sehingga akan kita temukan dengan cover-cover yang berbeda, namun isinya tetap sama”, katanya.

Bakri Syahid lahir di Yogyakarta pada tahun 1918 dan wafat tahun 1994 dari pasangan Muhammad Shohib dan Dzakiroh. Ayah dan ibunya aktivis Muhammadiyyah tulen. Tidak heran jika ia mewarisinya. Sebagaimana bisa dilihat garis pendidikannya.

Islah mengatakan “dia sekolah di Muhammadiyyah, di Mualimin, aktif di kegiatan-kegiatan dakwah Muhammadiyyah. Kemudian dia bertugas di militer, dan karir di militernya bagus dia. Pernah juga dikirim ke Amerika atas inisiatif Jendral Ahmad Yani pada tahun 1964.”

Kiyai Bakri Syahid, menurut Islah, merupakan orang yang sangat kompleks, “ini orang yang sangat kompleks menurut saya. Seorang aktivis, seorang dai, tapi juga dibesarkan dalam tradisi keagamaan juga tradisi Jawa, unggah ungguh, menghormati sesama dan seterusnya,” ujarnya.

“Dia juga pernah jadi wartawan, karirnya sangat bagus, dan yang terakhir dia pernah menjadi rektor di IAIN Sunan Kalijaga tahun 1976, di era-era itulah tafsir ini ditulis,” tambahnya.

Di akhir penjelasannya ia mengungkapkan bahwa meskipun Tafsir Al-Huda telah dicetak ribuan eksemplar, namun saat ini untuk menemukannya begitu sulit. “Saya juga menemukan tafsir ini dengan tidak sengaja, dicari kemana-mana tidak ketemu, ketemunya di lemari mertua malah”, ceritanya, diikuti tawa para peserta kajian.

“Tafsir itu hadian dari almarhum kiyai Syaiful Mujab. Ketika nikah, hadiahnya kitab Tafsir Al-Huda itu. Sekarang nyari kemana mana susah”, pungkasnya.(Umrotun Nida/Wafa)

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *