Sekedar sebuah ibarat pada buku sejarah seorang tokoh yang disebut biografi dan jika ditulis sendiri oleh tokoh tersebut dinamakan otobiografi, maka buku baru “Fikih Ramah Wanita” ini masuk kategori ‘otobiografi’.
Sebab selama beberapa dekade penulis buku-buku Haid didominasi para kiai, mulai buku Haid yang melegenda karya guru saya di Ploso, KH Ardani, juga Ustaz yang serba bisa alumni Sidogiri, Kiai Nur Hasyim S Anam II , hingga penulis buku Haid yang terkenal di Negeri Jiran Kiai Hidayat Nur .
Kali ini Bu Nyai Ainun Nadzifah yang Hafizah menulis buku Haid yang dialami sendiri, sudut pandang haid dalam perspektif wanita. Maka pantas saja dalam buku ini ada banyak bab yang tidak ditulis oleh para Maskulin di atas.
Misalnya dalam Bab I pada bagian 5 ada penjelasan Haid dari sudut pandang medis dan psikologis. Di bagian 14 ada ulasan hal-hal positif yang dilakukan selama haid.
Karena Haid ini dialami oleh mayoritas wanita dan terkadang ada yang belum bisa membedakan mana darah haid dan bukan, mana masa keluarnya haid dan yang melebihi hingga dikategorikan darah istihadhah, maka disajikan dalam bentuk gambar yang real, yakni warna yang melekat pada pembalut (hal.31).
Gagasan kreatifnya, dalam buku ini juga disertai buku Diary Haid. Sebab haid sangat erat kaitannya dengan siklus bulanan. Dari catatan dalam Diary ini pula seorang suami bisa tahu kapan waktu tidak diperbolehkan untuk mengajak istrinya masuk ke dalam sarungnya. Sebab sarung secara fungsional memang bisa digunakan untuk 2 orang.
No responses yet