Kanjeng Nabi Isa AS dawuh

إنكم لا تدركون ما تحبون إلا بصبركم على ما تكرهون

“Kalian semua benar-benar tidak akan bisa mencapai apa yang kalian cintai kecuali dengan wasilah sabar atas apa yang kalian benci”

Artinya, kalau pingin sukses, pasti banyak penghalang. Maka untuk mencapai kesuksesan, harus sabar menghadapi penghalang itu. Tidak ada cara lain.

Misal pingin kaya, orang pakai pesugihan atau lewat tipu-tipu, maka ini bukan jalan sabar. Pingin kaya ya harus ikhlas untuk bekerja keras dengan strategi yang pas. Artinya, selama usaha untuk mencapai sesuatu itu tidak bertentangan dengan syariat dan hukum positif, baru orang itu disebut sabar.

Nah, dari sudut pandang sekuat apa orang itu bisa sabar menahan godaan nafsunya, ada 3 derajat.

  1. Derajat terendah. Derajat orang yang gak mampu menahan tegaknya agama dalam dirinya ketika bekerja, mereka terlanjur terbiasa terbawa hawa nafsunya, walau gak sampai murtad.

Karena udah jadi kebiasaan nuruti nafsu, sehingga dia tidak merasa berdosa saat berbuat buruk. Misal oknum hakim yang suka duit sogokan, petugas keamanan yang nyambi tukang pungutan liar dan lain-lain.

Ada 2 ciri2 orang seperti ini

  • Dia suka menghibur dirinya dengan berkata “Saya sih mau aja kalo tobat, tapi ntar dulu deh, nunggu mapan, utang lunas, baru deh saya tobat, kalo udah kaya kan saya tenang”.
  • Keinginannya untuk tobat ini sebenernya cuma igauan semu kemudian bilang “Gusti Allah kan Rohman Rohim Karim, gak butuh sama tobat saya, orang masuk surga kan karena rahmat-Nya, jadi gak usah kamu mempersempit luasnya surga dan ampunan-Nya yang  selalu terbuka bagi saya,”

Ini pikiran miskin, akalnya kurang waras dan perlu dikasihani karena terlanjur terpenjara keduniawian, sehingga terus tertipu. Padahal rahmat Gusti Allah itu bisa turun dengan syarat orang itu punya amal sholeh. Tanpa amal sholeh, apa yang mau jadi pertimbangan turunnya rahmat Gusti Allah? Maka ini pikiran yang bejat secara akal karena tertipu pikirannya sehingga menunda tobat.

Imam Ghozali dawuh, orang seperti ini posisinya sangat rentan terjerat kekafiran. Akibat akalnya yang tidak waras tersebut dan menggampangkan urusan Gusti Allah.

  • Derajat pertengahan. Derajat orang yang sebenarnya sadar bahwa usaha harus sejalan syariat dan hukum tapi kadang-kadang meleng sehingga dia makan barang syubhat, padahal mereka sadar itu dosa dan tidak lupa selalu tobat. Jadi dia kadang bener, kadang siwer.

Ini yang didawuhkan Gusti Allah

وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan ada pula orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Gusti Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Gusti Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (At Taubah 102)

  • Derajat tertinggi. Yaitu orang yang kerja keras lahir batin sambil mengekang hawa nafsunya secara totalitas hingga batas maksimalnya usaha. Dalam bekerja, diiringi kesabaran untuk terus melanggengkan jalan yang baik secara syariat dan mujahadah yang terus menerus. Dia usahakan agar usahanya tidak terkotori dengan hal-hal yang melanggar hukum sedikitpun. Merekalah yang dipuji Gusti Allah Ta’ala

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Gusti Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Gusti Allah kepadamu” (Al Fushilat 30)

Lalu di saat sakarotul maut, mereka dipanggil Tuhannya dengan sambutan

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧) ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (٢٨)

“Duhai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada haribaan Tuhanmu dengan keadaan ridho dan diridhoi” (Al Fajr 27-28)

Nah, itulah derajat orang sabar dilihat dari seberapa kuat dia bisa menahan kesabarannya. Jadi pokoknya, sabar itu kalo kita terus berusaha, bekerja keras semaksimal mungkin dengan jalan yang halal dan tidak melanggar hukum. Kalau ada mlengsenya, kita cepet2 tobat. Urusan derajat, itu urusan Gusti Allah.

Banyak kasus misal kita jualan di toko baik-baik, eh sama tetangga toko, kita dijahati, difitnah, dicacat sampai diguna-guna pula, toko pun sepi mendadak ditinggal pembeli. Saat di titik frustasi, saking gak sabarnya, kita pun jadi mengeluh, “Ya Allah, kok bisa-bisanya Engkau menciptakan orang sejahat itu?”

Imam Ghozali menjelaskan orang yang berbuat kejahatan dalam berusaha seperti itu, tandanya punya derajat kesabaran terendah sembari menukil dawuh Gusti Allah

وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا وَلَٰكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa itu hidayah Kami, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari pada-Ku: Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia” (As Sajadah 13)

Jadi, udah takdir kalo ada orang jahat. Kita tidak usah ngeluh banget-banget, dikit-dikit aja. Soalnya, begini logikanya.

Imam Qusyairi dalam Lathoiful Isyarot dawuh, seperti halnya sunnatullah adanya kehidupan karena ada kematian. Hidayah itu ada karena adanya kesesatan. Sehingga adanya surga ini karena ada neraka.

Gusti Allah bisa saja memberi hidayah semua makhluk sehingga semua makhluk masuk surga semua. Tapi hal itu jadi ketidakadilan bagi neraka. Sebaliknya, Gusti Allah bisa saja mencabut hidayah semua makhluk sehingga semua masuk neraka. Tapi hal itu jadi ketidakadilan bagi surga. Padahal Gusti Allah Maha Adil pada semua makhluk-Nya.

Surga diciptakan sebagai tempat tinggal abadi dan neraka fungsinya juga sebagai tempat berdiam. Kalo surga bakal diisi jin dan manusia, maka neraka juga bakal dipenuhi oleh jin dan manusia. Maka surga dan neraka ini butuh dipenuhi oleh jin dan manusia sehingga fungsinya sebagai tempat berdiam jadi terwujud.

Jadi dari sononya, sudah ada jin dan manusia yang memang disiapkan jadi penghuni surga. Di satu sisi, juga ada jin dan manusia yang sudah disiapkan jadi penghuni neraka. Jadi kita tidak usah heran kok ada orang jahat di muka bumi.

Sehingga ayat itu bermakna, kalo manusia sedunia itu diberi hidayah dan masuk surga, maka neraka akan mati kehilangan fungsi dan haknya dan surga kehilangan pesonanya. Padahal hak neraka untuk mendapat bengsin, di mana yang jadi bensinnya neraka itu manusia.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Duh orang mukmin, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan benda-benda duniawi” (At Tahrim 6)

Maka neraka pasti akan dipenuhi oleh jin dan manusia, karena itu memang sudah haknya neraka yang sudah ditetapkan Gusti Allah.

Jangankan neraka, iblis aja punya hak karena memang semua makhluk pasti punya hak dan kewajiban. Dengan cara pandang seperti itulah, Gusti Allah disebut Maha Adil dan Maha Bijaksana.

Nah, balik ke kitanya aja, mau milih sabar dan berusaha lebih baik lagi biar jadi penghuni surga? Atau milih putus asa dan ikutan jahat trus jadi bengsinnya neraka?

Anekdot

Kata orang Jawa, wong sabar iku ususe dowo (Orang sabar itu ususnya panjang). Saya tidak ngeh apa hubungan orang sabar sama usus panjang. Tapi yang saya pahami, orang sabar itu cenderung jarang kumat asam lambungnya.

Asam lambung itu ada kalanya muncul gara-gara stress. Karena memang ada syaraf lambung yang menyambung dengan syaraf di otak belakang. Kalo pikiran stress, akibatnya lambung ikutan stress jadilah asam lambung. Begitu juga kalo lambung stress karena pola makan tidak teratur, biasanya akan pusing di bagian belakang kepala.

Nah, sementara orang sabar itu kelebihannya bisa mengelola stress (manajemen stress). Karena pintar mengelola stress, maka pencernaan pun sehat. Mengelola stress itu penting biar tidak anggap berat masalah dunia. Selow but sure kata orang bule.

Ngomong-ngomong tentang manajemen stress, ada anekdot.

Satu hari, sehabis mandi, Kyai Sarip bingung nyari cermin. Semua cermin yang ada di rumahnya lenyap dari tempatnya. Dia pun bertanya pada istrinya yang sedang menonton TV sambil makan kue coklat.

“Bune, cermin kok pada ga ada ya?” Tanya Kyai Sarip pada istrinya.

“Kaca, cermin, timbangan badan aku kasih semua ke tukang abu gosok. Cermin lemari juga udah aku pecahin semua. Trus aplikasi kamera di semua hape di rumah ini, aku uninstall. ” Jawab istrinya yang lagi leha-leha nonton TV sambil ngunyah coklat.

“Loh kok gitu, Bune?!” Tanya Kyai Sarip kaget.

Istrinya noleh dan menjawab, “Bapak inget ga seh, waktu aku periksa ke dokter kemaren? Dokter kan nyuruh aku ngejauhin semua hal yang bisa bikin aku jadi tampak gendut!”

“Waduh, buneee!”

“Biarin, kalo Bapak ikutan bilang aku tampak gendut, nanti tak tuker abu gosok sekalian!”

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *