Surakarta – Berbicara Manuskrip tidak lepas dari sejarah Ulama Nusantara. Mereka menulis kitab sejak masuknya Islam di Nusantara, tiada putus sampai sekarang ini. Tapi dimana peninggalan para ulama tersebut.

“Santri lah yang wajib menjaga dan melestarikan warisan khazanah keilmuan Ulama Nusantara”. kata A. Ginanjar Sya’ban dalam acara bedah buku Mahakarya Islam Nusantara di Auditorium Utama IAIN Surakarta Jawa Tengah. Jum’at, (06/10).

“Ini perlu perhatian kalangan santri akademis muda, khususnya yang membidangi sejarah dan Filologi.”, tambah Direktur Islam Nusantara Center ini.

Akibatnya, lanjut Ginanjar, akhirnya yang meneliti dan melestarikan adalah pihak-pihak Barat. Bukan dari kita sendiri yang pemilik sah warisan keilmuan Ulama Nusantara.

Menyinggung tentang migrasi manuskrip Nusantara ke dunia, ia mengatakan “gimana ceritanya manuskrip sejarah Palembang misalnya, tersimpan di Belanda. Atau kenapa naskah karangan Syaikh Yusuf Makasar tersimpan di Afrika Selatan.”

Ternyata Syaikh Yusuf Makasar adalah penyebar Islam awal di Afrika Selatan ketika dibuang oleh Belanda. “Makanya, wajar jika orang-orang Afrika Selatan merasa hutang peradaban dengan Indonesia.” terang dosen filologi di UNPAD Bandung ini.

Acara ini juga dihadiri dua pembicara lainnya. Zainul Milal Bizawie (Sejarawan santri, penulis buku Masterpiece Islam Nusantara) dan Dr. Islah Gusmian (Filolog Tafsir Ulama Nusantara).

Menguatkan pernyataan A. Ginanjar, Zainul Milal mengatakan banyak naskah Ulama Nusantara kurang dikaji dan bahkan ditinggalkan kalangan akademisi.

Ia juga mengatakan “IAIN merupakan kelanjutan dari sistem dakwah ala Pesantren. Sebenarnya di daerah selatan ini keturunan dari Walisongo.”

“Saya yakin di wilayah Mataram ini banyak peninggalan Ulama Nusantara yang perlu dicari dan dikaji, khususnya teman-teman filolog. Misalnya di daerah Kajoran”, tambah pria yang akrab disapa Gus Milal ini.

Sementara itu, Dr. Islah Gusmian menambahkan bahwa filologi ala santri itu beda. Kita ini punya tradisi tulis yang luar biasa. Ulama-ulama kita itu tulisan-tulisannya menginternasional.
Kemampuan Ulama kita memilki kemampuan sastra seni yang luar biasa.”, katanya.

Misalnya, untuk apa meneliti mushaf al Quran. bahwa mushaf itu ditulis oleh orang yang memilki ilmu kiroah. Ulama-ulama Nusantara juga punya strategi bagaimana menulis sesuai kebutuhan. Sehingga

“Kita bisa menemukan jejaring ulama yang panjang. Melalui transmisi keilmuan demgan ijazah-ijazah. Khazanah keilmuan tersebit perlu dikaji dan dikontekstualisasikan sesuai zaman negeri ini.”, pungkas Islah.

Bedah buku ini diselenggarakan oleh Dema Fak. Dakwah dan Komunikasi IAIN Surakarta, bekerjasama dengan Penerbit Pustaka Compass. Dihadiri oleh sekitar 500 mahasiswa.

IAIN Surakarta menjadi bagian dari tempat ke 8 yang dikunjungi acara bedah buku ini dalam rangkaian Road Show Mahakarya Islam Nusantar Jatim-Jateng. Beberapa tempat madrsah, Pesantren maupun yang dikunjungi antara lain : Madrasah Salafiyah Kajen ini,  UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Maliki Malang, STAI Al-Fitrah Surabaya, PCNU Tulungagung, PP Lirboyo Kediri, MA Salafiyah Kajen, STIBI Syaikh Jangkung, Universitas Semarang, Ponpes Askhabul Kahfi, dll. (Tamzirien)