Sabar itu obat orang bingung, dimensinya mencakup lahir batin. Kaitannya sama hati, amal dan perilaku lahir. Jadi kalau sabar itu cuma di batin, itu namanya makan ati.
Gusti Allah dawuh dalam Surat Al ‘Ashr
وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
“Demi waktu Ashr. Pada dasarnya, manusia itu dalam kesesatan. Kecuali manusia yang dikehendaki untuk mau beriman, mau beramal sholeh, saling berbuat kebenaran sesamanya dan saling menguatkan dalam kesabaran”
Menurut Tafsir Murahullabidz atau Tafsir Munir, karya Syaikh Nawawi Al Bantani, Gusti Allah menamai waktu senja dengan Al Ashr karena waktu senja adalah closing time, di mana aktifitas duniawi pada umumnya berakhir. Di saat itu, semua manusia yang usai melewati harinya, membawa pulang ceritanya masing-masing seharian. Ada yang susah atau senang, membawa kekayaan atau kemiskinan, kesehatan atau penyakit. Di mana hal itu mirip macem-macem keadaan orang yang mau kembali pulang ke Tuhannya dan menemui kematian. Ada yang bawa suka atau duka, ada yang mati kaya pahala atau melarat.
Waktu Sholat Ashar juga sangat istimewa. Diriwayatkan ada seorang wanita yang sedang bertasbih di jalanan Madinah mengadukan masalahnya pada Kanjeng Nabi Muhammad SAW saat Kanjeng Nabi lewat. Wanita itu bilang kalo dia ditinggal pergi suaminya, lalu terlibat perzinaan. Dari zinanya itu, dia punya anak. Lantas anak hasil zina itu dia buang ke dalam gentong cuka hingga mati. Maka sekarang, wanita itu mencari jalan buat tobat.
Lantas Kanjeng Nabi Muhammad dawuh
أما الزنا فعليك الرجيم، وأما قتل الولد فجزاؤه جهنم، وأما بيع الخل فقد ارتكبت، كبير الكن ظننت أنك تركت صلاة العصر
“Zinamu itu adalah cacatmu, sedangkan membunuh anak maka hukumanmu di neraka, pembelian cuka itu yang amalmu. Tapi saya menduga, dosa terbesarmu yang kamu sembunyikan itu adalah meninggalkan sholat ashar”
Hadits ini mengisyaratkan betapa agungnya waktu sholat ashar.
Di ayat kedua, Gusti Allah menyatakan bahwa manusia itu pada dasarnya hidupnya tersesat, tidak tahu arah, kebingungan, banyak salahnya dan banyak kesalahan yang baru disadari pas udah tua dan menjelang kematian.
Di ayat ketiga, disebutkan syarat-syarat biar orang hidupnya mendapat petunjuk Gusti Allah dan tidak bingung. Yaitu punya iman, senang beramal sholeh, saling berbuat dan membicarakan kebenaran dengan sesamanya dan saling menguatkan dengan sesamanya dalam kesabaran. Yaitu sabar atas kewajiban sebagai hamba Gusti Allah, sabar dalam menjauhi keburukan dan sabar saat kena bencana.
Jadi, orang tidak cukup beriman biar bisa mendapat petunjuk Gusti Allah. Selain punya keyakinan, kudu punya amal sholeh, baik kesholehan pribadi maupun sosial. Karena syarat amal itulah, tiap waktu orang juga harus saling menguatkan dalam kesabaran dalam melampahi amal-amal sholeh dan menjauhi keburukan itu setiap waktu.
Gusti Allah menyuruh sesama manusia saling menguatkan dalam kesabaran. Ada 2 alasan menurut Imam Ghozali, kenapa manusia butuh saling menguatkan biar bisa sabar setiap waktu. Yaitu :
- Kehidupan manusia itu kadang mencocoki dengan kecenderungannya dan kadang tidak. Manusia itu cenderung suka enak-enak. Maka pas keadaan enak, manusia umumnya merasa gak butuh sabar sehingga suka lupa bersyukur. Pas keadaan gak enak, manusia suka goyah, sehingga lupa menjaga akal.
Maka di tiap keadaan, saat enak dan gak enak, orang kudu dikuatkan dan didukung biar sabar. Karena kita dituntut sabar dalam segala kondisi. Sabar pas keadaan enak berarti bersyukur, tidak melampaui batas dan ingat masa depan. Sabar pas lagi gak enak berarti beristighfar, tidak putus asa dan tidak buruk sangka.
Bahkan sebenarnya, sabar dalam kondisi enak ini justru lebih susah. Dawuh para shohabat rodhiyallahu anhum
بلينا بفتنة الضراء فصبرنا، بلينا بفتنة السراء فلم نصبر
“Kami bisa sabar pas diuji dengan hal yang gak enak, tapi kami gak sanggup sabar pas diuji dgn kenyamanan”
Ada pula sebagian ulama dawuh
يصبر على البلاء كل مؤمن، ولم يصبر على العافية إلا الصديق
“Orang mukmin awam sanggup sabar terhadap bencana, tapi gak sanggup sabar bahkan terlena dengan keadaan normal kecuali ulama yang shiddiq”
Sabar pada saat kondisi enak di sini berarti hatinya tidak terlena pada hal yang enak, menyadari bahwa hal enak tersebut cuma titipan, lalu digunakan semaksimal mungkin untuk taqorrub. Sehingga hatinya gak terlena dan lalai, justru makin kuat syukurnya.
Sedangkan saat gak enak, orang bisa sabar asal dia di dekat orang yang tepat dan mau mendukung. Makanya, kalau ada orang depresi atau kena musibah, kita dukung untuk terus melanjutkan hidupnya agar akalnya terjaga dan tidak terpaku pada hal yang bikin depresi. Sehingga gak ada pikiran putus asa.
Yang perlu diingat, kita jangan pernah membully orang depresi dengan kata-kata “kurang iman”-lah, “kurang dzikir”-lah. Karena itu menyalahi anjuran Qur’an, gak membantu blas, karena bernada offensive (menghina) malah membuat akal orang jadi makin terpuruk dan menggila. Salah-salah malah bunuh diri.
Nah, karena inti sabar itu tetap waras agamanya (akal, ilmu dan adab), maka dalam kondisi apapun, baik kondisi enak maupun gak enak, kudu tidak boleh lepas dari ilmu tentang Gusti Allah. Orang bisa gagah berdiri dalam sabar karena punya ilmu. Maka yang punya ilmu, harus mau menguatkan sesama manusia dalam kesabaran di tiap keadaan apapun dengan ilmunya.
2. Tidak semua orang mengerti bagaimana bersabar di tiap waktunya. Karena banyak orang belum bisa melihat dirinya sendiri.
Sabar itu bisa dipahami dengan menghadapi suatu kenyataan yang berlawanan dengan kecenderungan diri. Kalau kita belum bisa melihat dirinya sendiri, pasti kita bakal bingung menghadapi kenyataan yang kerap berlawanan dengan kecenderungan dan harapan kita. Maka butuh dukungan orang lain biar bisa sabar.
Imam Ghozali membagi suatu kenyataan yang berlawanan dengan kecenderungan itu dalam 4 bagian:
- Kenyataan bahwa kita harus taat beribadah. Tidak dipungkiri, orang yang belum paham maqomnya sebagai hamba/budak Gusti Allah, pasti muncul rasa males ibadah. Seperti males sholat, males zakat dan males puasa. Padahal itu perintah Sang Juragan. Maka orang harus terus diingatkan maqomnya.
Dengan ingat maqomnya, orang bisa menempatkan sabar dalam tiga tempat :
- Sabar saat memulai ibadah. Sabar dalam menjaga bagusnya niat ibadah hanya kepada Gusti Allah
- Sabar saat melawan rasa malas ketika bergulat dengan berbagai jenis peribadatan baik yang fardhu maupun sunnah. Ini berhubungan dengan adab bagaimana mengolah suasana hati dan menghilangkan was-was
- Sabar saat selesai peribadatan. Sabar dalam menghadapi gejolak riya’, ujub, sombong dan penyakit hati yang merusak pahala ibadah
- Kenyataan bahwa kita harus melawan rasa ingin maksiyat, baik di dalam ibadah maupun di luar ibadah. Sabar dalam menghadapinya sangat melelahkan dan butuh strategi-strategi khusus, bahkan kalau perlu dirinya ditipu biar tidak jadi maksiyat. Gak heran, orang yang sabar dalam menghadapi gejolak hawa nafsunya, disamakan dengan orang yang jihad atau berperang di jalan Gusti Allah.
Seperti dawuh Kanjeng Nabi Muhammad SAW
المجاهد من جاهد هواه، والمهاجر من هجر السوء
“Mujahid sejati adalah orang yang melawan hawa nafsunya, Muhajir adalah orang yang hijrah dari perilaku buruk”
- Kenyataan bahwa ada hal-hal yang tidak mesti terwujud dengan ikhtiyar, tapi harus ada ikhtiyar untuk menolak atau memperolehnya. Seperti kerja untuk dapat rejeki, melamar biar dapet jodoh, belajar biar dapat ilmu, pake masker biar gak kena penyakit dan banyak lagi.
Dawuh para shohabat rodhiyallahu anhum
ما كنا نعد إيمان الرجل إيمانا إذا لم يصبر على الأذى
“Kami tidak akan mendaku diri sebagai orang beriman yang sejati kalo kenyataannya keimanan kami tidak bisa bikin kita bersabar dalam kesulitan dan gangguan”
- Kenyataan bahwa ada hal-hal yang muncul dan perginya di luar kemampuan kita untuk menolak atau mendatangkannya. Seperti bencana alam, wabah penyakit, hilangnya harta benda, kematian orang yang dicintai, pelecehan seksual dan lain-lain. Sabar dalam hal ini, maqomnya sangat tinggi.
Sayyidina Ibnu Abbas RA dawuh
الصبر في القرآن على ثلاث مقامات : صبر على أداء الفرائض، وله ثلاثمئة درجة، وصبر على محارم الله تعالى، وله ستمئة درجة، وصبر على المصيبة عند الصدمة الأولى، وله تسعمئة درجة
“Bahwa ada 3 maqomat (kedudukan) sabar dalam Al Qur’an : sabar dalam melaksanakan kewajiban, kedudukannya 300 derajat. Sabar dalam menjauhi larangan, kedudukannya 600 derajat. Sabar dalam musibah yang mengguncangkan jiwa, kedudukannya 800 derajat”
Orang depresi biasanya karena tidak kuat menghadapi kenyataan yang tidak bisa dihindarinya. Maka kita harus bantu mereka untuk bersabar, mendukung hidupnya sehingga mereka berhasil mendapat derajat tertinggi di hadapan Gusti Allah.
No responses yet