Sahabat hati atau guru hati adalah orang yang dekat dan perhatian kepada kita serta memperlakukan kita demi kebahagiaan hati. Biasanya, ini ditandai dengan pertalian batin, hubungan rasa yang kuat sehingga walau berada di tempat terpisah selalu saja ada sesuatu yang menyambungkannya.
Malam ini, seorang cerdas nan zuhud mampir ke pondok hanya untuk menyapa dan berbincang kecil. Bagi saya, mendengar suaranya saja adalah motivasi, apalahi melihat wajahnya yang tak pernah tampak amarah, kebencian dan kedengkian. Kami berbincang tentang pohon yang terlarang untuk didekati Nabi Adam dan istrinya. Pertanyaannya adalah mengapa kalau memang pohon itu terlarang kok tidak dijaga ketat oleh para malaikat untuk menghalau siapapun yang mendekatinya?
Jawabannya sangat filosofis. Diskusi akhirnya panjang juga, mulai dari kondisi Nabi Adam saat di surga, sampai pada makan buah terlarang dan turun ke bumi serta kembali lagi mulia pulang ke “langit.” Sepertinya agak rumit untuk diuraikan dengan tulisan pendek seperti status ini. Kita diskusi tentang peran telinga, mata dan hati pada intelegensia manusia dalam mengurai hikmah filosofis itu.
Sekedar intermezo penyegar suasana, saya bercerita tentang ustadz yang sedang terbaring opname di tumah sakit. Saat kritis sekali, istrinya berbisik: “Abi, kalau abi menjnggal duluan, aku yakin abi masuk surga. Pesenku hanya satu abi, tolong pohon khuldi yang dimakan Nabi Adam dan Ibu Hawa sampeyan tebang semua ya, agar saat kita di sana nanti tidak tergoda mrndekati dan memakannya. Nanti kita diturunkan lahi ke dunia.”
Sang ustadz yang sedang ktitis itu menjawab pelan: “Kayaknya kamu duluan yang berangkat. Saya masih lama. Undangan ceramah saya masih banyak.” Kaget sekali istrinya sang ustadz dengan jawaban itu. Bagaimana responnya? Sayang, beliau tamu kehormatan saya itu tertawa terbahak-bahak sambil terburu pulang. Jadi kisah tidak sempat saya lanjutkan. Salam
No responses yet