Hampir sama dengan kondisi negara-negara di timur tengah tentang gejala dan trend kesadaran beragama bagi anak-anak muda yang menemukan identitas keislaman sebagai sebuah kesadaran sosial dan reaksi buntunya penyelesaian politik negeri terjajah Palestina, solusi yang ditawarkan bagi anak-anak muda revolusioner adalah dengan Jihad bersenjata, menghidupkan kewajiban agama yang hilang yaitu Jihad sebagai solusi satu-satunya sebagai penyelesaian politik yang tak kunjung selesai, kesadaran beragama bagi kaum muda saat itu juga banyak disadari sebagai fenomena keshalehan sosial akibat derasnya arus informasi sebagai sarana dakwah seperti meningkatnya Radio, Telivisi, telepon dan media percetakan. 

Banyaknya terjemahan buku-buku yang menginspirasi gerakan Islam telah menjadi sebuah kesadaran baru bagi anak-anak muda yang mencari prototype gerakan Islam yang sempurna, baik secara Aqidah, Ibadah, Fikrah, Manhaj dan metodologi gerakan, lalu mereka copypaste gerakan ini untuk diterapkan dinegeri seperti indonesia. 

Gejala sosial ini menyebar di era 70an ketika para tokoh Islam yang menjadi buronan politik rezim yang berkuasa, mereka menjadikan kampus sebagai titik tolak perubahan, karena perubahan harus dimulai dari revolusi pemikiran dengan obyek anak-anak muda yang mempunyai energi lebih dan semangat tinggi, muncul dan merebaknya  tempat diskusi umum, kelompok diskusi dimasjid kampus-kampus besar indonesia, obrolan warung kopi menjadi sarana dakwah untuk menawarkan ide-ide kebangkitan Islam.

Hal ini terus muncul selama 3 dekade di era 60, 70 hingga 80an, dinegara Saudi sendiri kelompok-kelompok kajian Islam sudah marak, hal seperti sebetulnya sudah lumrah terjadi sejak indonesia masih mengalami revolusi fisik melawan penjajahan asing, Mekkah menjadi tempat berkumpul ummat islam dari seluruh dunia, mereka membicarakan keadaan dinegerinya masing-masing, menggambarkan situasi politik, ekonomi dan masalah sosial, bahkan bertukar informasi termasuk transfer pengajar dan transfer pejuang untuk membantu perjuangan fisik untuk memerdekan negerinya.

Mekkah sejak lama menjadi tempat terbuka untuk diskusi-diskusi terbuka pertemuan para ulama diseluruh dunia seiring tempat berkumpulnya orang yang menunaikan Ibadah Haji diseluruh dunia, sementara berkumpulnya para pelajar indonesia untuk membicarakan situasi sosial politik indonesia sering menjadi pembahasan penting disana, seiring termarjinalkan hak-hak politik ummat Islam dalam peran mereka selama ini, apalagi sikap rezim yang phobi dengan politik Islam telah menambah kesadaran politik untuk memperjuangkan hak-hak dasar mereka, dan mencari alternativ perjuangan politik ummat Islam yang efektif.

Sementara disana (mekkah ) sudah ada kelompok diskusi pelajar dari indonesia yang mulai melek politik ummat Islam, kelompok diskusi yang dipimpin oleh Imron sudah mulai menyadari akan kekurangan hak-hak ummat Islam di Indonesia, lalu mereka menawarkan cara bagaimana mengembalikan hak-hak ummat islam, dan diantara diskusi  tersebut adalah tentang bagaimana caranya melakukan pemurnian Islam di Indonesia dan cara menegakkan hukum Allah di Indonesia sempat terjadi perbedaan pendapat diantara mereka.

Imron menganggap bahwa berdakwah kepada masyarakat adalah cara yang terbaik. Berbeda dengan Imron, Mahrizal Thayeb memilih revolusi. “Rebut kekuasaan, tegakkan syariat Islam”, kurang lebih begitulah ide Mahrizal.

Revolusi sendiri dalam pengertian kelompok ini adalah memerangi orang-orang kafir yang tidak mau berhukum dengan hukum Allah(4).

Bersambung ke bag.4

………

4. Berita acara persidangan pemeriksaan saksi T. Shofa Rauf alias Abdullah bin Cut Usman , pada senin 8 maret 1982.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *