Dalam tradisi belajar-mengajar di kalangan umat Islam, sanad ilmu menjadi salah satu unsur utama. Disiplin ilmu keislaman apa pun, sanadnya akan bermuara kepada Nabi Muhammad saw. Sanad tersebut telah membangun suatu jejaring ulama yang kokoh. Karena itu jejaring ulama di Nusantara sebenarnya hasil dari proses panjang terbentuk dan terkonsolidasinya jejaring ulama Timur Tengah dan Nusantara sebelumnya. Informasi tentang biografi mereka lebih banyak dan tercatat dengan cukup detail di dalam kitab-kitab sanad dan buku-buku biografi Arab. Banyak dari mereka telah mendapat ijazah (sertifikasi) mengajar di Masjidil Haram, termasuk dalam bidang kajian al Qur’an khususnya ilmu qira’at. Dalam berbagai sanad qira’at para ulama Nusantara menunjukkan bermuara kepada Imam Ashim bin Abi Najud Al-Kufy. Dari Imam ‘Ashim ini akan menjalur ke bawah dari berbagai lajur rawi dan thariq hingga sampai kepada para ulama Nusantara.

Menurut pakar qira’at di Indonesia, Dr. Ahsin Sakho Muhammad, dari tujuh riwayat imam qira’at, hanya empat qira’at saja yang berkembang dan digunakan di dunia Islam hingga saat ini, antara lain riwayat Hafs, riwayat Warsy, Qolun dan riwayat Duri dari Abu Amr al-Basr. Di Sudan keempat riwayat tersebut masih digunakan dan berkembang, namun di Indonesia hanya membaca satu riwayat saja yaitu riwayat Hafs dari Imam Ashim.

“Sebagai salah satu madzhab qira’at yang masih terhindar dari kepunahan, qira’at Imam Ashim riwayat Hafs ternyata menjadi bacaan al Qur’an mayoritas Muslim di dunia, termasuk kaum muslim di Nusantara.” Ujar dosen IIQ Jakarta tersebut dalam acara Launching Buku Sanad Qur’an dan Tafsir di Nusantara: Jalur, Lajur dan Titik Temunnya karya sejarawan, Zainul Milal Bizawie yang diselenggarakan di Aula Institut PTIQ Jakarta (5/3).

Hal senada juga ditegaskan oleh Rektor Institut PTIQ Jakarta, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA bahwa banyak jalur dan lajur yang terus menyebar, tetapi pertalian sanad selalu menjadi pengikat dan pengait hubungan spiritual antara mujaz dan mujiznya. 

“Terbitnya buku ini memberikan kontribusi yang penting untuk kajian al Qur’an, terutama untuk memahami sebaran dan jaringan ulama tahfidz berikut pesantrennya yang meneruskan tradisi sanad. Tradisi tersebut juga telah berhasil menjaga local wisdom yang terekspresikan dari keberislaman yang damai dan toleran serta memiliki kemampuan dalam moderasi agama“ ujar Imam Besar Masjid Istiqlal.

Hadirnya karya buku yang diterbitkan Pustaka Compass ini melengkapi khazanah keilmuan sekaligus panduan dalam mendapatkan sumber belajar agama terutama jejaring ulama dalam kajian Al Qur’an yang selama ini terlupakan.

Inilah latar belakang pentingnga buku ini.  “penting dalam memandu agar kita tidak salah dalam memilih pesantren atau Lembaga pendidikan bagi anak-anak kita terutama dalam hal menjaga ketersambungan sanad keilmuan. Jejaring ulama yang bergelut dalam bidang pengajaran al Qur’an baik dalam penghafalan maupun penafsiran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Para ulama di penjuru Nusantara bergerak bersama, membangun jaringan serta mengembangan karakteri keislaman yang khas Nusantara.” ucap Dr. KH Miftaf Faqih, MA – Ketua PBNU periode 2022-2027

Dalam sambutannya, penulis buku, Zainul Milal Bizawie atau sering dipanggil Gus Milal menyampaikan bahwa aliran ke muara sanad ulama-ulama qira’at berikut peta persebaran jejaring ulama dari abad ke abad yang melingkupinya, arusnya tidak linear. Aliranya tersebut berakhir kepada para ulama Nusantara pada abad bangkitnya para ahli qira’at di Nusantara, yaitu ketika munculnya ulama-ulama yang mengkhususkan diri pada kajian al Qur’an terutama qira’at.

“Sebenarnya, ulama-ulama sepanjang abad baik sejak era walisongo hingga abad ke-18 mereka juga seorang ahli dalam kajian al Qur’an dan para huffadz sepertihalnya Syekhul Islam Imam Zakaria al Anshori (w 1520). Imam Zakaria al Anshori dalam jejak sejarahnya dimungkinkan menjadi kolega dari Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Bahkan, di Karawang Jawa Barat, pada tahun 1418 M / 1340 Saka, telah terdapat Pondok Pesantren Quro (tempat belajar al Qur’an) yang didirikan oleh Syekh Quro atau Syekh Hasanuddin atau Syekh Qurotul Ain atau Syekh Mursahaditillah.” Jelas sejarawan yang telah menulis beberapa buku, termasuk buku Masterpiece Islam Nusantara, dan Jejaring Ulama Diponegoro tersebut. 

Jejaring sanad Qira’at dan Tafsir di Nusantara yang dihimpun oleh Gus Milal ini berhasil menyambungkan ratusan bahkan ribuan pesantren Tahfidzul Qur’an di Indonesia, sekaligus menegaskan bahwa Ulama Al Qur’an Nusantara sangat teguh mempertahankan tradisi sanad dalam membumikan Al Qur’an dan Tafsirnya. Untuk memudahkan, ia mengkategorikan beberapa jalur, yaitu Jalur Sanad Abu Hajar (KH Munawwir Krapyak, KH Arwani Amin Kudus, KH Badawi Kendal dan KH Munawwar Sidayu), Jalur Sanad al Mirdadi (Lajur Sanad KH. Muhammad Sa’id Ismail Madura), Jalur Sanad At Tiji al Madani (KH. Dahlan Kholil Rejoso, Syekh Siraj Garut al Makki, Syekh Ahmad Hijazi dan Al Kutbi), Jalur Sanad Sarbini Ad Dimyati (Tubagus Makmun Banten, Syekh Mahfudz At-Termasi, Syekh Yasin al Padani). Selain itu juga diungkap Jalur Sanad Qira’at Lainnya yang meliputi Sanad Qira’at Ulama Sumatera, Ulama Indonesia Timur, lajur Sanad Qira’at Habaib, serta jalur-Jalur Sanad Qira’at Baru seperti Sanad KH Dzul Hilmi Ghozali Surabaya dan lajur Sanad KH Ahsin Sakho Muhammad. Bahkan secara singkat dijelaskan munculnya jalur dan lajur Sanad baru Lainnya.

Secara terpisah, KH. Budi Rahman Hakim al Khoolish, MSW., Ph.D. Pendiri dan pimpinan Pesantren Peradaban Dunia JAGAT ‘ARSY, menyampaikan bahwa tradisi tarekat di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kajian al Qur’an. Banyak para mursyid tarekat juga seorang hafidz yang mengajarkan kitab-kitab tafsir. Makanya, banyak dijumpai para sufi selain memiliki jalur silsilah tarekat, juga memegang sanad qira’at.

“Tidak heran jika menurut penerbitnya, sebelum dilaunching, buku ini telah viral dan cetakan pertama langsung ludes. Hal ini karena buku ini berhasil menyusuri jalur-jalur sanad para ulama Huffadz di Nusantara yang bersambung dengan para muara sanad qira’at di Timur Tengah hingga Rasulullah SAW. Membacanya, akan ditemukan kenapa bangunan tradisi pesantren begitu kokoh hingga saat ini dengan berporos pada simpul-simpul ulama pemegang sanad, khususnya sanad tarekat.” kata Pembantu Khusus Syeikh Mursyid & Wakil Talqin TQN PP Suryalaya tersebut.

Kegiatan Launching ini juga live di Channel Youtube INC TV dan TV NU. Beberapa tokoh yang hadir memberikan testimoni antara lain Dr. KH. Muhsin Salim (ahli qira’at dan dosen Institut PTIQ), Dr. Hunsul Hakim (Dosen Institut PTIQ), Dr. Muhammad Zain (Rektor STAI al Aqidah dan Kemenag), Farid F Saenong PhD (antropolog, Dewan Pakar PSQ), KH. Aizzudin Abdurrahman (Ketua PBNU), Dr Tholabi Kharlie (Dekan Fak Syariah UIN Jakarta), Dr Muhammad Ulinnuha (Dekan Fak Ushuluddin IIQ Jakarta), Dr. Mahrus el Mawa (Kasubdit TPQ Kemenag Pusat), Dr. Lilik Ummi Kultsum (Wadek Fak Ushuludin UIN Jakarta), Hj Amirah Nahrawi (Nahrawi Center, Dosen IIQ), Dr Hasani Ahmad Said (Dewan Pakar PSQ), Dr. A Ginanjar Sya’ban (Filolog Santri), Dr. Muhammad Shofin S (Dosen UIN Banten), Hj Lubena, MA (Kemenag Pusat), dan M Afifuddin (Anggota Bawaslu RI).

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *