Untuk memunculkan akhlaq baik pada diri kita itu gampang sebenernya. Kita cukup lihat hakikat diri kita sendiri.
Kita sebagai seorang hamba itu hakikatnya hanya alat Gusti Allah untuk memuji diri-Nya sendiri. Saat kita mau sholat, itu cara Gusti Allah memuji diri-Nya sendiri. Saat kita berbuat jahat, itu cara Gusti Allah agar kita mau minta ampun pada-Nya dan memuji-Nya.
Kalo kita sadar hal itu, semua hal di dunia ternyata diciptakan oleh Gusti Allah hanya untuk mengagungkan diri-Nya sendiri. Walau kita menolak fakta itu, gak akan bisa karena hakikatnya begitu.
Seperti pujian Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam doa ahso tsana’ yang menggambarkan hal tersebut :
أعوذ برضاك من سخطك و بمعافاتك من عقوبتك و أعوذبك منك لا أحصى ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك
“Hamba berlindung kepada ridho-Mu dari siksaan-Mu dan hamba berlindung kepada pertolongan-Mu dari adzab-Mu dan hamba berlindung kepada-Mu dari murka-Mu, tidak ada milyaran pujian kepada-Mu dari makhluk sebaik pujian-Mu yang Engkau tujukan untuk-Mu sendiri”
Jadi, Gusti Allah itu gak butuh dipuji makhluk, karena Dia sudah Maha Agung walau tanpa ada yg memuji-Nya. Namun lewat makhluk-Nya, hakikatnya Gusti Allah hendak memuji diri-Nya sendiri dan Dia punya banyak cara tak terhitung untuk memuji diri-Nya sendiri. Kalo kita kan taunya cuma ngucap “Alhamdulillah” aja. Itu pun kadang terucap “Kamdulillah”.
Namun kita juga sadar, setinggi-tingginya kita memuji Dia, tidak ada yang pernah bisa meliputi kesempurnaan wujud-Nya. Kita hanya bisa memuji-Nya sejauh apa yang bisa dijangkau akal kita, gak akan bisa sempurna. Seperti dalam pujian ketika i’tidal disebutkan :
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّموَاتِ وَمِلْءُ اْلاَرْضِ وَمِلْءُمَاشِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ
“Duh Gusti kami, hanya milik-Mu segala pujian yang luasnya seluas jangkauan langit dan isinya, seluas jangkauan bumi dan isinya dan juga sebanyak apa yang Engkau kehendaki yang ada berada di luar jangkauan semua itu”
Nah, menggunakan perspektif tersebut, untuk membersihkan akhlaq buruk dan memunculkan akhlaq baik, ada 2 hal yang perlu kita lakukan.
Pertama, saat kita sholat, baca Qur’an, dzikir dan melakukan semua ibadah, harus kita lihat bahwa itu adalah cara Gusti Allah dalam memuji diri-Nya sendiri. Dengan perspektif seperti itu, kita jadi gak merasa punya hak untuk dapat pujian atas semua amal sholeh tersebut. Rasa sombong, ujub, riya’ pun hilang.
Kedua, kita harus merasa senang bahwa Gusti Allah menakdirkan kita menjadi alat untuk memuji-Nya. Dengan merasa senang, kita lantas memuji-Nya lagi. Daripada ditakdirkan jadi gambaran keburukan, ditakdirkan sebagai alat untuk memuji Gusti Allah tentu lebih baik. Dengan perspektif demikian, rasa syukur, ikhlas dan tawakal gampang diraih.
Begitu juga amal2 di luar peribadatan, hakikatnya adalah cara Gusti Allah untuk memuji diri-Nya sendiri, sedang kita cuma alat. Semua akan ketemu kalo kita renungkan dan kita teliti.
Kalo kita konsisten punya perspektif seperti itu, gak terasa kita bakal dihiasi akhlaq yg terpuji. Gak butuh pujian untuk diri, hanya senang memuji Gusti Allah.
No responses yet