Negara dan bangsa pada akhir-akhir ini sedang ditimpa musibah berupa penyakit. Musibah itu berupa virus yang sangat mematikan yang mampu melumpuhkan tatanan yang sudah ada berupa tatanan pendidikan, tatanan prekonomian, dan tatanan yang lainnya. dengan adanya musibah itu bukan saja menimbulkan kerugian berupa harta benda, tetapi tidak sedikit pula meminta korban jiwa yang sudah meninggal akibat terkena virus tersebut. Peristiwa tersebut meminta korban lebih dari 9448 korban jiwa yang meninggal dunia.
Kita menunjukan prihatin terhadap korban-korban musibah itu seraya mendoakan mudah-mudahan Allah melapangkan arwah mereka, dan selanjutkan negara dan bangsa kita pada hari-hari yang akan datang terhindar dari bermacam-macam musibah dan malapetaka.
Sejatinya kita sebagai mukmin yang bermental tauhid, yang percaya sepenuhnya terhadap kekuasaan dan kerahiman Allah, dengan adanya peristiwa ini membuat kita bertanya ; apakah rahasia dan hikmat yang terkandung di belakang tabir bencana virus covid 19?
Pengertian Musibah
Musibah itu berasal dari kata bahasa araba yaitu sawaba, artinya bencana, kata musibah itu sudah melembaga menjadi bahasa Indonesia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia musibah itu diartikan: celaka, bencana, malapetaka. Adapun dalam kitab suci Alquran ditemukan 83 kali kata-kata yang berasal dari pokok sawaba, yang dihubungkan dengan berbagai keadaan, situasi, peristiwa dan lain-lain. Hal ini menunjukan bahwa masalah tersebut mendapat petunjuk dan sorotan Ilahi. Sebagaimana dalam Alquran:
Dan sesungguhnya kami akan memberikan sesuatu percobaan kepada kamu, seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu, orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadanya kami akan kembali (Albaqarah ayat 155-156).
Ini tidak berarti bahwa musibah itu sendiri dari lima macam itu saja, tetapi hanya sebagai contoh dan ilustrasi. Masalah ketakutan ditempatkan pada ayat tersebut sebagai musibah yang pertama dan utama, sebab perasaan takut itu melumpuhkan cita-cita manusia melenyapkan energi dan kemauan, memandegkan perjuangan dan lain-lainnya. dalam hal ini banyak kita temukan orang-orang yang mendiamkan saja kepalsuan dan kedzaliman sebab takut memikul akibat dan resikonya. Dan tidak sedikit pula orang yang takut mengemukakan dan menegakan kebenaran, bahkan kadang-kadang diputarbalikannya, yang jelas-jelas putih dikatakannya hitam, yang bengkok dibilang lurus dan sebagainya. Malah tidak sedikit ada orang-orang yang takut pada bayang-bayang; itu semua muncul akibat dari perasaan takut. Maka apabila rasa takut sudah menggerogoti dan mencekam jiwa seseorang, hal itu adalah permulaan kemandegan, kehancuran dan kejatuhan.
Hakikat Musibah
Pada umumnya musibah itu ada dua macam. Pertama musibah yang bersifat umum, kedua, musibah yang mengenai pribadi. Fakhrur Razi menguraikan, bahwa musibah yang bersifat umum itu ialah seperti: musim kemarau yang panjang, tanaman-tanaman rusak, kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lainnya. adapun musibah yang bersifat pribadi diantaranya adalah: penyakit, kemiskinan, kematian anak, di hukum dan lain-lain.
Musibah yang bersipat pribdi itu sekarang disebutkan bencana sosial. Setiap musibah yang menimpa manusia adalah semacam ujian terhadap keimanan seseorang, dalam dangkalnya atau tebal tipisnya iman itu.
Setiap peristiwa kebaikan yang diterima oleh manusia, pada hakekatnya adalah karunia Ilahi; sedang setiap musibah, bencana atau malapetaka, adalah dari manusia itu sendiri.
Apa-apa kebaikan yang engkau peroleh itu, datangnya dari Allah, dan apa-apa bahaya yang menimpa engkau, berasal dari dirimu sendiri. (An-Nisa ayat 79) .
Sampai saat ini kebiasaan manusia di zaman purbakala, masih ada restan-restannya, kalau dia memperoleh kebaikan dikatakannya karena usahanya sendiri, dan jika ditimpa bahaya dilemparkannya kesalahan kepada Allah atau dicarinya kambing hitam pada orang lain.
Kebaikan dan keburukan yang menimpa manusia sesungguhnya telah ditentukan menurut hukum yang telah ditetapkan, yang dinamakan takdir. Oleh sebeb itu, dalam setiap musibah yang menimpa, hendaklah manusia mencari kesalahannya pada dirinya sendiri dan kemudian berusaha untuk merubahnya, agar bahaya tersebut jangan terus menerus ditimpakan Allah padanya.
Usaha, perjuangan, dan ikhtiar yang dilakukan oleh manusia adalah sejatinya anugrah yang Allah berikan kepada manusia, dengan itu manusia bisa merubah keadaanya sendiri. Dan manusia akan menerima bagian sesuai dengan vitalitas dan frekwensi ikhtiar yang dilakukannya.
“Dan manusia hanya memperoleh, apa yang diusahakannya sendiri” (An-Najm ayat 39)
Malah pada ayat yang lain, secara positif Allah menunjukan kekuatan dan pengaruh ikhtiar (usaha) itu dengan firmannya.
Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka merubah keadaan diri mereka sendiri. (Ar-Rad ayat 2).
Dari semua ayat-ayat tersebut di atas memberantas faham yang menyerahkan keadaan semata-mata kepada takdir (Fatalisme)
Sikap menghadapi musibah
Ajaran Islam telah memberikan resep yang ampuh dalam menghadapi setiap musibah, dengan cara membulatkan tekad mengucapkan dan menghayati kalam Ialhi:
Kita semua milik Allah, dan akan kembali kepadanya.
Dalam istilah Islam, sikap dan perbuatan ini yang demikian ini dinamakan sabar. Yang dimaksud dengan sabar bukanlah menyerahkan begitu saja, tapi harus ada teguh dan padat hati, tidak terlukai dan tersungkur, kemudian terus bangkit dan mawasdiri serta menarik keuntungan atau pelajaran dari musibah yang menimpanya.
Rasullah memberikan pegangan sebagai berikut:
Apabila engkau ditimpa sesuatu musibah, janganlah engkau berkata kalau-kalau saya perbuat tempo hari begini atau begitu, tentulah tidak begini atau begitu. Tapi katakanlah Allah sudah mentakdirkan yang demikian dan dia memperbuat apa yang dia kehendaki. Kata-kata: kalau-kalau hanyalah membukan peranan syaitan (riwayat Muslim dari Abu Hurairah).
Ketika menanggapi suatu musibah yang menimpa dengan mengeluh sera mengucapkan “kalau-kalau..” mengandung nada penyesalan, mematiakn semangat, menghilangkan gairah dan optimis seseorang.
Ketika musibah menimpa kita dan terus kita tejatuh dan bangkit lagi itu adalah pahlawan sejati. Karena pahlawan bukanlah seorang yang tidak pernah jatuh, tapi yang dinamakan pahlawan sejati ialah orang-orang yang setiap kali jatuh setiap kali pula ia bangkit kembali.
Sukabumi 21 September 2020
No responses yet