Pagi ini dilangsungkan Haul ke-40, al-‘Arif billah Syaikh Haji Amin Taeh Bukik (w. 1978) di Surau al-Amin Taeh Baruah. Beliau ialah sosok sufi yang tuah keramatnya jadi buah bibir hingga hari ini. Beliau menonjol dalam Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah dan Thariqat Sammaniyyah Khalwatiyah. Beliau juga merupakan sosok yang sangat giat dalam mengembangkan thariqat, serta pengajian Sifat Dua Puluh. Bagi masyarakat Taeh, beliau ialah sosok yang sangat dihormati, serta menjadi rujukan dalam ilmu dan amal. Hasil didikannya sangat berbekas hingga hari ini.
Hadir dalam acara haul tokoh-tokoh masyarakat, berikut anak kandung syaikh, yaitu Syaikh Ongku Alam. Acara diisi dengan do’a bersama dan tausiyah, yang diisi oleh Buya Dr. Kariman Ibrahim, MA. (asal Kampar, Riau).
Beberapa bulan yang lalu saya dijadwalkan mengisi acara Haul Syaikh Husein Amin al-Khalidi di MTI Pasia, Agam. Dua pembicara, yaitu saya sendiri, dan Buya Dr. Kariman Ibrahim. Saya berhalangan hadir waktu itu, sehingga tidak dapat berjumpa Buya Kariman. Ternyata Allah mempertemukan kami, beberapa bulan setelah itu, di kampung. Alhamdulillah
*******
Adapun ittisal (persambungan sanad) saya dengan al-‘Arif billah Syaikh Haji Amin Taeh Bukik, sebagai berikut: Saya menerima talqin Thariqat Sammaniyah Khalwatiyah, tahun 2005, dari guru saya, Haji Alismi Ongku Bonca. Guru saya tersebut mengambil talqin Thariqat Sammaniyah dari beliau al-‘Arif billah Syaikh Haji Amin Taeh Bukik.
*******
Foto: Buya Dr. Kariman Ibrahim, sebelah kiri, memakai koko putih, kopiah hitam, dan cemiri di leher. Di belakang beliau, guru saya, Syaikh H. Alismi Ongku Bonca. Memegang HP, Buya Abdul Fattah Ketinggian – Sarilamak. Memakai batik, kanan, alfaqir.
Difoto oleh: Ust. Habibur Rahman. Terima kasih ust, atas foto ini.
Taeh Baruah, 15 Juli 2021
HISAB MUNJID
atau yang dikenal dengan Hisab Tajarrub. Ini ialah tata cara menentukan awal bulan, di kalangan sebahagian surau di Minangkabau. Terutama dahulu, ketika belum ada Departemen Agama sebagai wadah musyawarah untuk itsbat awal bulan Qamariyah, maka ulama-ulama yang memiliki pengaruh menggunakan berbagai perhitungan Falak menentukan awal bulan. Ada yang langsung merujuk hisab itu, ada pula yang sekedar untuk konfirmasi saja.
Meskipun dalam mazhab Syafi’i, qaul mu’tamad itu ialah dengan rukyatul Hilal, namun saya menemukan keterangan bahwa sah mengikuti hisab dengan syarat tidak disebut paling benar, dan tidak dimasyhurkan untuk umum. Maka sebagian surau, ada yang masih memakai metode Falak lama itu untuk jama’ah mereka. Dan ini, sekali lagi, hanya soal furu’, bukan soal ushul agama.
Perlu juga kita tegaskan bahwa penggunaan Hisab Tajarrub tidak terkait amalan thariqat manapun. Ini murni hanya soal fiqih, bukan amal thariqat. Meskipun, di beberapa tempat, banyak dipakai oleh jama’ah yang mengamalkan Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah, namun tidak termasuk amal atau pengajian thariqat itu. Ini hanya soal fiqih belaka.
Berdasarkan penelusuran saya, mayoritas surau Naqsyabandiyah yang saya lihat, saat ini, mengikut itsbat Departemen Agama dalam soal awal bulan. Walau media, ada yang seolah-olah memutlakkan untuk jama’ah Naqsyabandiyah.
Pagi ini, di surau, shalat ‘Id dilaksanakan, dengan mengikut Hisab Munjid. Ada banyak alasan, mengapa? Tapi mungkin tidak akan saya uraikan disini.Foto: Saya menziarahi makam Shahibul Karamah Syaikh Haji Amin Taeh Bukik (w. 1978), pagi tadi.
No responses yet