Merespon Ritual Tahunan Salafi Wahabi Menjelang Iedul Fitri.

Selalu diulang-ulang uraian yang berasal dari salah satu ustadz SAWAH (Salafi-Wahabi), DR Reza Syafiq Basalamah bahwa mengucapkan ‘minal aidin wal faizin mohon maaf lahir batin’ menyalahi sunnah karena tidak ada dalilnya dalam al-qur’an maupun hadits… hhmmm

Kadang mereka tidak bisa membedakan antara aspek ibadah dalam agama dan aspek muamalah. Seakan akan Islam hanya memproduksi hukum hitam putih yang kaku, sempit dan dangkal.
Perlu dipahami bahwa dalam urusan ibadah mahdah itu pasti harus ittiba’ Rosul, harus jelas dalilnya…
Tapi untuk syiar dan muamalah ada kaidah fiqih الا صل فى الشى ء للابا حة الا ما دل الدليل على خلافه
dimana ada keluwesan dan kita dìberi keleluasaan sesuai kultur yang ada di berbagai daerah. Yang penting tidak merusak akar syariah (yang ushul) dan tidak merongrong akidah.

Salahkah??? Tidak sama sekali. Ingat hadits Rosul dalam musnad Imam Ahmad bin Hanbal dimana saat Rosul mengutus Muad bin Jabal ke negeri Yaman, salah satu sahabat utama Rosul ini diperintahkan untuk tidak menghilangkan adat istiadat selama adat istiadat itu tidak merusak aqidah dan tidak merusak prinsip pokok syariat…


Sholat Ied itu ibadah. Tapi ungkapan tahniah, halal bi halal, bikin kue, menghias rumah dan lain-lain itu syiar, itu muamalah yang tidak tepat kalau kita vonis menyalahi agama hanya karena adat istiadat tersebut berbeda dengan kebiasaan di Saudi Arabia.
Karena itu untuk urusan adat istiadat yang tidak melanggar syara’ bisa menjadi pijakan ijtihad :
العا دا ت محكمة
“Adat istiadat itu salah satu pijakan istinbath hukum.”
Rosul bersabda :
من سن سنة حسنة فله اجرها
“Siapa yang mentradisikan sesuatu yang baik dan positif maka dia dapat pahala” (HR. Muslim).

Mengapa kita bermaaf maafan ???

Karena orang berpuasa dengan landasan iman dan ketulusan, balasannya adalah ampunan Allah sebagaimana ditegaskan Rosul.
من صام رمضان امانا واحتسا با غفر له ما تقدم من ذنبه

Tapi ingat, Allah tidak akan mengampuni dosa yang terjadi antar sesama manusia (haqqul adami) selama antar sesama belum meminta maaf. Maka kita saling memaafkan dimoment hari raya agar sempurna ampunan dan maaf kita, yaitu : ampunan dosa terkait dengan hak Allah sudah mendapatkan kepastian dari Allah asalkan kita tulus dan dilandasi keimanan dalam mengarungi Romadlan. Sekaligus dosa yang terkait dengan hak adami (hak sesama manusia) kita mintakan maaf saat momentum iedul fitri. Masalahnya dimana? Bukan diurusan maaf-memaafkan tapi dikerdilnya mereka dalam memahami hukum dan dalil agama.

Mengapa kita katakan minal aidin wal faizin…?

Ingat sabda Rosulullah, bahwa orang yang puasanya diterima (sekaligus mendapatkan maaf dari sesama) akan hadir saat ied bersih dari noda sebagaimana pertama kàli dilahirkan. Inilah yang disebut fitah asasi kemanusiaan. Jadi minal aidien maknanya adalah : semoga kita kembali kepada fitrah kesucian (bersih dari dosa). Wal Faizin artinya semoga kita menjadi pemenang (faizun artinya pemenang) yaitu pemenang pertarungan melawan hawa nafsu selama sebulan romadlan dan diteruskan dibulan bulan berikutnya.
+++++
Kita tidak masalah jika saudara-saudara kita dari kaum SAWAH (Salafi-Wahabi) hanya mau mengucapkan : Taqobbalallahu minni wa minkum. Yang penting jangan memprovokasi umat dengan doktrin dan pemahaman sempit.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *