Tangsel, jaringansantri.com – Syaikh Abdullah ibn Abd al-Qahhar adalah tokoh besar lainn dari tarekat Syatariyah selain Abdul Rouf Al-Singkili dan Abdul Muhyi. Sayang sekali kurang dikaji secara mendalam. Bahkan tidak pernah dikaji oleh tokoh orientalis maupun tokoh Islam nasional.

“Padahal jalur silsilah Abdullah ibn Abdul Qahhar ini sangat kuat dalam tarekat Syatariyah,” papar Dr. Mahruz el Mawa dalam Kajian di Islam Nusantara Center (INC). Sabtu, (04/11).

Ia mengatakan “Kalau kita mau lihat, tokoh seperti Azumardi Azra atau Buya Hamka, semua buku Tarekat Syatariyah yang saya baca, pasti ke Abdul Muhyi, pasti ke Abdul Rouf Singkil, tidak ada yang menyebut Abdul Qohar.”

“Tokoh ini dengan karya yang begitu banyaknya dan ajaran yang menurut saya relatif konfrehensif dari seorang ulama besar,” imbuhnya.

Informasi Abdullah ibn Abdul Qahhar terbilang sangat minim sekalipun namanya cukup popular. Beruntung karena namanya tercatat dalam karya biografi bermutu GAL (Geschichte der Arabischen Litteratur) karya Brockelmann. Dua karya monumentalnya yang paling dikenal dunia yakni Risalah Syuruth Al-Hajj dan Kitab Al-Masa’il (Brockelmann, 1949: 422). Ibn Abdul Qahhar sezaman dengan Sultan Abu Al-Nasr Muhammad Arif Zainal Asyiqin (1753-1777).

Ia meninggalkan jejak keilmuan di Cirebon, berupa naskah-naskah yang ditemukan. “Mengabdi cukup lama di salah satu kesultanan. Silsilahnya bisa turun ke jalur Syatariyyah rifaiyyah dan Syatariyyah Muhammadiyah,” katanya

Mahruz el Mawa melanjutkan “dari keseluruhan naskah yang saya kaji ada karakteristik atau ilustrasi “iwak telu sirah sanunggal”. ini yang saya kira membedakan dari tarekat lain.”

Sedangkan nama-nama para gurunya selama studi Madinah, Makkah, dan Yaman tercatat dalam manuskrip karyanya berjudul “Fath Al-Mulk Liyashila ila Malik Al-Muluk ‘ala Qaidah Ahl Al-Suluk”. Sayid Ibrahim al-Madani memberikan Ijazah kitab “As-Simt al-Majid” kepada Abdullah ibn Abd al-Qahhar.

“Kitab itulah yang kemudian mempertemukan Ibnu Abdul Qahhar dengan siapa saja ulama-ulama tarekat di Nusantara ini,” terang filolog dari Kemenag ini.

Di Mekkah Ibn Al-Qahhar belajar dengan Al-Imam Muhamad bin Ali Al-Thabari Al-Husaini Al-Makki. Putra Ali Al-Thabari merupakan guru Abdul Rauf Singkil. “Di sini sudah mulai ketemu (antara Ibnu Abdul Qahhar dan Andul Rouf Singkil), hanya saja masanya berbeda,” jelas Mahruz.

Hal ini, menurut Mahruz, adalah pintu masuk antara guru-guru Abdullah bin Abdul Qahhar dan guru-guru tarekat yang ada di Nusantara.

Sementara itu, melanjutkan Mahruz el Mawa, Zainul Miall Bizawie mengatakan bahwa keberadaan Syaikh Abdullah bin Abdul Qahar ini perlu diteliti lebih mendalam. “Apakah ia berasal dari Banten atau Mataram. Karena keduanya adalah entitas yang berbeda. Kedua kesultanan ini mempunyai qadhi sendiri,” tuturnya.

Gus Milal menduga, Abdul Qahar ini ada jalur yang bersambung ke para sunan wali songo.(Aditia)