Tangsel, jaringansantri.com – Ada pertanyaan yang sering muncul terkait komunitas pengamal “shalawat wahidiyah”, apakah ini bisa disebut kelompok tarekat atau bukan. Menjawab hal ini, Dr. Hamami Zada mengatakan bahwa pengakuan para pimpinan kelompok pengamal “shalawat wahidiyah,” ini bukan tarekat.

Hamami yang juga wakil ketua Lakpesdam NU ini mengatakan “Tetapi di dalam ilmu pengetahuan, karena ini mempraktekkan suatu paham, kemudian ada hubungan antara murit dan mursyid, ada amaliyah-amaliyah tertentu maka ada juga yang mengatakan ini tarekat.”

Terlepas dari pendapat tersebut, lanjut Hamami, bahwa “shalawat wahidiyah” ini tarekat atau bukan, ini kurang penting. “yang penting isinya,” ujarnya saat mengisi kajian tasawuf di Islam Nusantara Center (INC), Sabtu, (04/11).

“Bagi saya yang terpenting adalah shalawat wahidiyah itu indiginous shalawat, karena ia tumbuh lahir di Nusantara. Bagi saya ini unik, karena amaliyah yang lahir asli nusantara. Lahir dan didirikan oleh orang Indonesia.”

Dalam bahasa globalnya, menurut Hamami, kelompok ini bukan transnasional, berbeda dengan Tarekat yang lain yang masuk dalam kategori Islam Transnasional.

“Ini yang menjadi indikator untuk bisa disebut sebagai tarekat Nusantara. Karena ada mursyid yang menjadi imam bagi para pengamalnya,” tambah Wakil Komisi Kajian dan Penelitian MUI Pusat ini.

Hamami melanjutkan, kalau dari sisi sejarah, hasil temuannya ini adalah Tarekat yang punya darah daging NU dari para pendirinya. “Tentu saja para pengikutnya dari kalangan NU,” pungkasnya.(Aditia)