Ada seorang kawan yang tiba-tiba datang menggerutu dan sebal, serta agak mengumpat, misuh-misuh kata orang jawa. Saya tanya, “Sampean tiba-tiba nongol dengan model bawaan begitu, kenapa?”

“Aku sebal, kesel hatiku”, Jawabnya.

Saya pun diam saja, gak ngomong apa-apa, bahkan tidak ada niat nanya-nanya kepo. Yhah, cukup pasang muka berempati saja.

Tak butuh waktu lama, ia pun curhat, “hutangku nambah lagi, sebab istriku. Sebel. Kesel, hatiku.”

Saya pun tetep diam, dan pasang muka berempati saja.

“Ditambah lagi, ustadz-ustadz medsos itu, selalu saja keras terhadap orang yang berhutang, nyuplik hadis-hadis yg mengancam-ancam orang berhutang. Sebel aku. Kayak mereka gak paham hidup di dunia.” Lanjutnya dengan berapi-api.

Batinku mengatakan, entah orang ini menyindir saya, sebab aktifitas saya mengaji bersama masyarakat, atau apalah maunya. Yang jelas, ia marah seolah-olah menyalahkan hadis, makanya saya harus ngomong.

Saya katakan, “Kang, memang hadis yang mengancam orang berhutang itu benar adanya. Tetapi, untuk kasus sampean yang berhutang; sebab memang istrimu suka berhutang dan sampean takut kepadanya, itu juga ada hadisnya lhoo.”

Karena begitu antusiasnya, ia buru-buru bertanya; “Emang, dalam kasus seperti saya, ada riwayat hadisnya? Mana?

Saya jawab; “Ini riwayat Imam Ibnu Majah dan Imam An Nasa’i, tentang istri Nabi yang bernama Maimunah, bergelar Ummul Mukminin (Ibunya seluruh orang yg beriman);

كَانَتْ تَدَّانُ دَيْنًا فَقَالَ لَهَا بَعْضُ أَهْلِهَا لاَ تَفْعَلِى وَأَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهَا قَالَتْ بَلَى إِنِّى سَمِعْتُ نَبِيِّى وَخَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا

Dulu pernah, suatu ketika Ibu Maimunah ingin berutang. Lalu, di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Bahkan, Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut.

Kemudian, Ibu Maimunah mengatakan, “Yhaa, Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi utang tersebut di dunia”.

Bahkan dalam riwayat Imam An Nasa’i yg lain, diceritakan;

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ أَنَّ مَيْمُونَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَدَانَتْ فَقِيلَ لَهَا يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ تَسْتَدِينِينَ وَلَيْسَ عِنْدَكِ وَفَاءٌ قَالَتْ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ أَخَذَ دَيْنًا وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يُؤَدِّيَهُ أَعَانَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ».

Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah meriwayatkan; bahwasanya Maimunah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam radhiyallahu ‘anha berhutang.

Lalu dikatakan kepadanya: “Wahai Ummul mukminin, kamu berhutang sedangkan kamu tidak mempunyai pelunasan”,

Ibu Maemunah menjawab: Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Barangsiapa berhutang dan ia ingin melunasinya, niscaya Allah Azza wa Jalla menolongnya.”

Tidak hanya Ibu Maemunah yg demikian, istri Nabi yang lain, yaitu; ‘Aisyah, yg juga bergelar Ummul Mukminin, dlm sebuah riwayat diceritakan;

عن مُحَمَّدُ بْنُ عَلِىٍّ قَالَ كَانَتْ عَائِشَةُ تَدَايَنُ فَقِيلَ لَهَا مَا لَكِ وَلِلدَّيْنِ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ كَانَتْ لَهُ نِيَّةٌ فِى أَدَاءِ دَيْنِهِ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنٌ ». فَأَنَا أَلْتَمِسُ ذَلِكَ الْعَوْنَ.

Diriwayatkan dari Muhamad ibn Ali, ia berkata: Ibu Aisyah pernah berhutang, lalu beliau ditanya: “Kenapa engkau sering berhutang?”

Ibu Aisyah menjawab: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Tidak ada seorang hamba yang mempunyai niat dalam melunasi hutangnya, melainkan ia memiliki pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.”

Dan aku sedang mencari pertolongan tersebut.”

Tiba-tiba dengan menyambar, ia menyimpulkan; “Jadi, istri saya berlaku begitu itu berarti ada sandaran dan dasarnya, thoo”,

Saya berkata; “Sayangi istrinya yhaa, bahagiakan hatinya, apapun itu, sebaiknya dimusyawarahkan dari hati ke hati.”

Dengan senyum, ia menjawab; “doanya yaa kang..”

Lantas, ia pun berlalu dengan muka agak cerah, namun seperti memikirkan sesuatu.

Setelah berlalu jauh di mata, saya pun membatin; “alhamdulillah, bojoku gak koyo bojone wong kuwi, eihh amit-amit, ojo ngasie..”.

*NB: Yang suka hutang, peganglah riwayat yg bersumber dari ‘ibu-ibu’, jangan yg dari bapak-bapak, … yhaa.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *