Catatan Singkat Khataman Pembacaan Kutubussittah Tentang Kurban
Alangkah indahnya berlebaran Idul Adha bersama Kanjeng Nabi (shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada beliau). Alangkah bahagianya melaksanakan ibadah kurban bersama Kanjeng Nabi dan para Shahabat. Melihat bagaimana dulu Rasulullah berkurban dengan domba terbaik. Menyembelihnya dengan kedua tangan beliau. Meniatkan pengurbanan itu tidak atas nama beliau sendiri, tetapi juga untuk seluruh umatnya.
Awalnya, saat tahun paceklik, Kanjeng Nabi melarang daging kurban disimpan lebih dari tiga hari. Kebijakan ini untuk memastikan daging kurban segera terdistribusikan kepada masyarakat. Termasuk suku pedalaman yang datang membutuhkan. Di tahun berikutnya, larangan ini ditiadakan oleh Rasulullah. Daging kurban boleh disimpan lebih dari tiga hari. Hal ini karena kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat berubah.
Selain itu, masih banyak lagi kisah kebijakan Nabi. Mulai dari cara dakwah Nabi mengajak umat untuk berkurban, ketentuan waktu kurban, doa yang dipanjatkan saat menyembelih kurban, kriteria binatang kurban, alat penyembelihan, hingga anjuran proses penyembelihan yang ramah hewan. Dari berbagai kisah ini, kita dapat merasakan betapa ibadah kurban sangat sarat nilai-nilai humanis. Mulai dari kesalehan individual hingga kesalehan sosial.
Tiga hari yang lalu, Jum’at 31 Juli 2020, asatidz, mahasantri, dan santri Ma’had Darus-Sunnah yang tetap tinggal di pesantren mengadakan khataman pembacaan kutubussittah. Khususnya bab kurban. Hampir empat jam, dari pukul 18.00-21.30 WIB, pembacaan hadis dilakukan bergantian. Dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan Covid-19, pembacaan kitab-kitab primer dalam bidang hadis tersebut diawali dengan shalat Maghrib berjamaah. Meskipun berjam-jam, para peserta nampak antusias mendaras dan menyimak satu persatu riwayat hadis. Mulai dari hadis-hadis kurban yang termaktub dalam kitab Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-Nasa’i, hingga Sunan Ibni Majah.
Dalam sambutannya, KH. Zia Ul Haramein, M.Si, selaku Khadim Ma’had menyatakan bahwa tradisi pembacaan hadis tematik ini perlu terus dilakukan. Selain secara reguler mengkhatamkan kutubussittah selama empat tahun, keluarga besar Darus-Sunnah juga perlu mengadakan khataman pembacaan hadis secara tematik. Disesuaikan dengan momentum yang ada. Dengan demikian, kita dapat merasakan dan mengotekstualisasikan suri teladan dari Rasulullah dan para sahabat.
Lantas, tertarikkah anda?
No responses yet