Engkau punya jubah. Setiap akan menunaikan salat, atau setiap akan mengerjakan apa saja di luar rumah, engkau memakainya. Lalu engkau oleskan minyak wangi non alkohol ke jubah itu. Engkau lalu mencintai jubah itu dan mengistimewakannya di antara pakaian-pakaian engkau lainnya. Di antara semua wewangian, juga ada yang engkau cintai dan istimewakan. Itu berarti engkau memiliki benda-benda yang engkau khususkan, cintai, dan muliakan. Tidak hanya karena engkau menganggapnya sebagai benda peneguh sunnah, melainkan juga karena dengan benda-benda itu, engkau menyangga keutuhan diri engkau di hadapan manusia.

Engkau juga mungkin punya sepeda motor dan atau mobil. Entah sebulan sekali atau tiga bulan sekali, engkau akan membawanya ke tempat service resmi atau hanya bengkel pinggir jalan. Engkau meminta juru service untuk mengganti oli, mengencangkan rem, dan membetulkan onderdil kendaraan engkau yang mungkin mulai rusak. Engkau lalu mengistimewakan kendaraan engkau itu. Salah-satu buktinya, di jalanan, jika ada yang menyenggol hingga sepeda motor atau mobil engkau itu tergores, engkau akan bisa naik darah, emosi, mungkin juga mencak-mencak. Tapi aku berbaik-sangka bahwa engkau akan memaafkan dan memakluminya dan berharap itu tidak terjadi lagi. Tapi tentu itu semakin menegaskan bahwa kendaraan engkau itu memang mengistimewa di hati engkau.

Sama halnya ketika engkau memiliki HP. Engkau pasti akan merawatnya. Setiap kali pulsanya habis, maka engkau akan mengisinya. Mungkin juga engkau membelikannya casing terbaik dan anti gores. Jika anak engkau memainkannya, lalu HP engkau sempat terjatuh -bukan dijatuhkan anak engkau dengan sengaja, mungkin engkau akan memarahi anak engkau. Aku berbaik-sangka engkau akan beristighfar dan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah sambil berharap agar kejadian itu tidak terulang lagi. Apapun itu, ada yang telah mengistimewa, memulia, dan mengkhusus di hati engkau.

***

Sekarang aku mau bercerita tentangku. Begini, simbahku punya keris. Setiap masuk bulan Suro atau bulan Muharram menurut bahasa arab, keris itu ia jamasi atau dimandikan dalam istilah orang awam. Menjamas keris tentu tidak sembarangan sesembarang mencuci baju pakai deterjen. Sebab keris berbahan batu meteor. Setiap malam Jumat atau malam-malam apa saja, simbahku kerap mengoles wewangian ke keris itu. Sambil membacakan doa. Minimal surat al-fatihah dan salawat nabi. Ada pula doa-doa dalam bahasa jawa yang intinya merupakan permohonan kepada Gusti Allah agar Dia berkersa menurunkan kebaikan dalam bentuk apa saja.

Tentu kebaikan itu diharapkan akan diturunkan terutama ke dalam keris. Agar keris menjadi benda penuh berkat dan membawa manfaat. Setidaknya manfaat ekonomi ketika kelak zaman sulit barangkali akan datang. Sehingga keris-keris itu lengkap dengan warangkanya bisa dijual untuk menyambung nafas kehidupan. Tapi bukan di situ yang akan aku bicarakan dengan engkau. Bagi simbahku, dan para pemilik keris, tentunya merawat dan mendoakan barang-barang kepunyaan itu merupakan kebaikan kemanusiaan. Seperti engkau merawat kendaraan dan HP engkau agar tidak rusak atau tidak hilang. Apapun agama sang manusia, itu wajar, maklum. Belakangan, simbahku baru tahu bahwa merawat keris termasuk sunnah Kanjeng Nabi dalam penerapan akhlak terhadap persenjataan. Maklum, simbahku tidak pernah sekolah. Apalagi mengaji kepada Ustadz Abu Google, Lc.

Simbahku mencintai kerisnya. Tegasnya; mengistimewakannya. Ia juga menabalkan kepada keris itu sebuah nama. Mengapa? Karena dalam kebudayaan simbahku, keris itu adalah perwujudan doa. Di Jawa memang begitu. Doa apa saja memang harus diwujudkan dalam kenyataan. Agar di sana menjadi jelas dan terang keseriusan dan kesungguhan. Contohnya Nasi Tumpeng yang merupakan perwujudan doa-doa untuk satu hajat tertentu. Karena itu, lain hajat atau lain doa, maka lain pula nama dan jenis tumpengnya. Sebenarnya seharusnya begitu. Tapi di zaman ini semuanya disamakan saja. Karena orang yang bisa menerangkan satu tumpeng untuk satu hajat atau satu hajat dengan satu tumpeng sudah menjarang. Zaman memang sudah berjalan demikian.

***

Sekarang begini. Engkau menyebut simbahku sebagai pelaku kemusyrikan. Engkau mengira bahwa simbahku dan simbah siapa saja sebagai manusia penyembah keris. Kau bilang keris itu ada jin atau setannya yang akan menyesatkan manusia dari Tuhan. Karena itu harus dihancurkan. Engkau lantas menyita dan mungkin membeli keris-keris. Lalu engkau memusnahkannya, membakarnya, dan memotong-motongnya sambil meneriakkan nama Tuhan.

Engkau beruntung. Karena simbahku tidak mengatakan bahwa engkau pelaku kemusyrikan karena engkau mengistimewakan dan mencintai jubah, surbah, syal, wewangian, bahkan mobil, sepeda motor, dan juga HP engkau. Engkau lebih beruntung lagi karena simbahku dan simbah-simbah lain sedulurku tidak bergerak untuk menyita semua benda yang engkau istimewakan itu atau diistimewakan oleh orang-orang seperti engkau. Lagi-lagi engkau tambah beruntung karena selain tidak menyita benda-benda yang engkau istimewakan itu, simbahku dan para pemilik keris di antara kami juga tidak membakar atau menggilas benda-benda itu di depanmu atau merekam aksi mereka untuk disebarkan ke internet agar engkau bisa menontonnya.

Mungkin engkau harus kukabari. Tempo hari aku pernah menulis secara singkat di kitabwajahku ini. Alkisah, dulu, Bandung Bandawasa dituntut untuk membangun Candi Prambanan hanya dalam waktu satu malam. Soalnya paginya ia sudah ditagih oleh Roro Jonggrang. Akhirnya, biar cepat selesai, Mas Bandung minta bantuan para jin. Sekarang, para mahasiswa mendapat tugas untuk menulis makalah. Mereka bersantai-santai karena waktu pengumpulan makalah masih sekira seminggu lagi. Begitu sadar bahwa esok hari harus menyetorkan makalah, mereka lalu berkalang-kabut menulis hanya di malam waktu pengumpulan. Jadilah makalah itu mereka garap hanya dalam semalam atau kurang. Biar cepat selesai, mereka biasanya meminta bantuan jin. Namanya jin google.

Minta bantuan jin untuk membangun candi biasanya akan digolongkan kemusyrikan hasil peradaban animisme-dinamisme. Sedangkan minta bantuan jin google hanya dibilang plagiat, tapi tentu tidak musyrik.

Lagi, dulu kalau seorang lelaki ingin dicintai perempuan pujaannya, ia akan menggunakan mantra-mantra. Orang sekarang bilang itu ilmu pelet, ilmu pengasihan, ilmu mahabbah. Sekarang, kalau seorang lelaki ingin dicintai perempuan pujaannya, ia akan menggunakan ilmu pelet juga. Tapi bukan mantra-mantra, apalagi mantra berbahasajawa, melainkan pelet dalam bentuk honda jazz, pajero, fortuner -yang semuanya kredit-, dan atau dengan menunjukkan SK PNS.

Ilmu pelet bentuk mantra-mantra hari ini akan dibilang musyrik. Ilmu pelet mobil atau SK PNS hari ini tentu akan dibilang jaminan masa depan, dan tentu itu tidak musyrik.

Musyrik atau tidak itu ada di pikiran engkau.
Wallahu a’lam.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *