oleh :  A Ginanjar Sya’ban

Berikut ini adalah manuskrip selembar ijâzah (lisensi keilmuan/ kredensi intelektual) yang diberikan oleh seorang ulama besar Makkah asal Nusantara, tepatnya dari Bogor (Jawa Barat), yaitu Syaikh Muhammad Ahyad b. Idrîs al-Bûghûrî al-Makkî (Syaikh Ahyad Bogor, w. 1372 H/ 1952 M) diberikan kepada seorang muridnya bernama Haji Sa’îd b. Ahmad dari Malaka (Haji Sa’id Malaka).

Manuskrip ijâzah ini merupakan koleksi dari Syaikh Muhammad Ali Yamani, seorang warga Saudi Arabia keturunan Syaikh Sa’id b. Muhammad Yamani (w. 1935 M) yang merupakan mahaguru dari para ulama Nusantara di Makkah generasi awal abad ke-20 M, termasuk di antaranya adalah guru dari Syaikh Ahyad Bogor.

Ijâzah tersebut ditulis dalam bahasa Arab jenis aksara riq’ah, tersurat di kota Makkah, dengan titimangsa 23 Safar 1360 Hijri (bertepatan dengan 22 Maret 1941 Masehi). Di akhir baris ijâzah terdapat juga tandatangan dan cap pribadi Syaikh Ahyad Bogor.

Tertulis di sana:

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا ومولانا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين والتابعين لهم باحسان الى يوم الدين. (أما بعد). فقد أجزت أخي العزيز الحاج محمد سعيد بن الحاج أحمد من أهالي ملاكه اجازة عامة بجميع ما تجوز لي روايته وتصح عني درايته من العلوم الدينية والآيات القرآنية والأحاديث النبوية والأذكار والأعدية والأحزاب التي هي عن المشايخ مروية كما أجازني بذلك شيخنا ومربينا العلامة الفاضل الورع الكامل وبعلمه العامل العارف الواصل الشيخ محمد مختار بن عطارد جعله الله الى الجنة بعد الحوض وارد وعن النار له طارد عن مشايخه العظام العلماء الأعلام وهم مذكورون في كتابه المسمى بالتحاف السادة المحدثين بمسلسلات الأحاديث الأربعين رضي الله عنهم وحشرنا في زمرتهم مع الذين أنعم الله عليهم (وأوصي) نفسي والمجاز المذكور بتقوى الله في السر والعلانية والاخلاص في الأعمال والنيه وأن يدعو لي بالخير التام وحسن الختام

كتبه بيمينه وقاله بفيه
العبد الفقير الى رحمة من له التحميد والتقديس
خادم طلبة العلم في المسجد الحرام بالتدريس
أبو سعد الله محمد أحيد بن محمد إدريس
أسكنه الله في أعلى جنان الفراديس

حرر في مكة في 23/2/1960

(Bismillâhirrahmânirrahîm […..] Ammâ ba’du. Saya telah memberikan ijâzah kepada saudaraku yang mulia, Haji Sa’id anak Haji Ahmad dari Malaka dengan peng-ijâzah-an secara ‘âm [umum] atas semua yang diperbolehkan atasku periwayatannya dan disahkan atasku pengetahuannya, mulai dari ilmu-ilmu keagamaan, ayat-ayat al-Qur’an, hadits-hadits Nabi, himpunan dzikir dan do’a, juga hizib-hizib, yang mana kesemuanya itu aku dapatkan periwayatannya dari guru-guruku, sebagaimana guruku dan murabbiku telah memberikan [atas semua hal tersebut] kepadaku, yaitu seorang yang sangat alim [‘allâmah], yang memiliki sifat keutamaan, yang sangat menjaga kewara’an, yang memiliki kesempurnaan ilmu, seseorang yang mengamalkan dengan sepenuhnya akan ilmunya, yang ‘arif billâh dan telah wushûl kepada-Nya, Syaikh Mukhtâr b. ‘Athârid, semoga Allah memasukkannya ke surga-Nya yang dipenuhi oleh talaga, dan menjauhkannya dari neraka-Nya. Syaikh Mukhtâr b. ‘Athârid meriwayatkan [atas semua hal tersebut] dari guru-gurunya yang mulia, yaitu para ulama besar, yang mana nama-nama mereka termaktub dan tersebut dalam kitab karangannya, yaitu “Ithâf al-Sâdah al-Muhadditsîn bi Musalsalât al-Ahâdîts al-Arba’în”. Semoga keridhaan Allah senantiasa tercurah untuk mereka, dan Allah berkenan mengumpulkan kita dengan golongan mereka di mahsyar kelak bersama orang-orang yang diberikan kenikmatan abadi oleh-Nya. [Saya berwasiat] kepada penerima ijâzah ini agar senantiasa bertakwa kepada Allah lahir batin, senantiasa ikhlas dalam beramal, dan mau mendoakan saya dengan doa-doa kebaikan, juga dengan sebaik-baiknya pungkasan [husnul khatimah].

Tertulis oleh sumpahnya, terucap oleh mulutnya.
Seorang hamba yang fakir atas rahmat Allah Sang Pemilik tahmîd dan taqdîs
Pelayan para penuntut ilmu di Masjidil Haram dengan tadrîs
Abû Sa’dullâh Muhammad Ayhad b. Muhammad Idris
Semoga Allah berkenan menempatkannya di keluhuran surge faradis

Tersurat di Makkah, 23/2/1360 [Hijri])

———————-
Dalam tradisi keilmuan Islam, ijâzah memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting. Ijâzah berarti sebuah kredensi (mandat) intelektual dan pengakuan keilmuan yang diberikan oleh seorang guru kepada muridnya, atau dari seorang yang memiliki otoritas keilmuan kepada orang lain yang juga memiliki otoritas keilmuan yang dipandang memadai. Seorang murid baru boleh mengajarkan atau meriwayatkan sebuah kitab jika ia sudah mendapatkan ijâzah atas kitab tersebut dari gurunya.

Ijâzah juga erat kaitannya dengan isnâd atau sanad, yaitu mata rantai atau genealogi keilmuan yang menyambungkan si penerima ijâzah dengan guru yang telah memberikannya, kepada guru atas gurunya, terus sambung menyambung tanpa putus sampai kepada pengarang kitab dan juga kepada Rasulullah SAW.

Biografi Syaikh Ahyad Bogor terekam dalam beberapa kamus hagiografi berbahasa Arab, di antaranya adalah “Tasynîf al-Asmâ’” karangan Mamdûh Sa’îd Mahmûd al-Mashrî, “Natsr al-Jawâhir” karangan Yusuf al-Mar’asylî, “A’lâm al-Makkiyyîn” karangan al-Mu’allimî, dan lain-lain.

Dimaklumkan bahwa Syaikh Ahyad Bogor (lahir di Bogor pada 1885 lalu bermukim di Makkah sejak 1899) mengampu forum intelektual dan majelis keilmuan di Masjidil Haram yang dihadiri oleh lebih dari 300 audiens dari pelbagai bangsa. Ia mulai mengajar di sana sejak akhir tahun 1920-an hingga wafatnya di tahun 1952. Di antara kitab yang beliau ampu pengajarannya di Masjidil Haram adalah Sunan al-Tirmidzi (hadits), al-Iqnâ’ (fikih), Alfiyyah Ibn Malik (gramatika Arab), al-Mawâhib al-Saniyyah (ushul fikih), Taqrîb al-Maqshad (astronomi), dan lain-lain.

Dalam “Tasynîf al-Asmâ’”, disebutkan jika Syaikh Ahyad Bogor adalah cicit dari Tubagus Musthafa Bakri, salah satu tokoh penyebar agama Islam di Bogor pada awal abad XVIII yang mendirikan masjid tua di Bantarjati Kaum, Bogor (Masjid al-Musthafa) pada tahun 1728 M.

Sebelum Syaikh Ahyad Bogor, terdapat seorang ulama asal Bogor lainnya yang terlebih dahulu mengajar di Makkah dan menjadi mahaguru ulama Sunda di kota suci itu, yaitu Syaikh Muhammad Mukhtâr b. ‘Athârid al-Bûghûrî al-Makkî (Syaikh Mukhtar Bogor, w. 1930) yang banyak memiliki karya intelektual dalam berbagai bahasa (Arab, Melayu, dan Sunda). Syaikh Mukhtar Bogor juga yang menjadi guru utama dari Syaikh Ahyad Bogor, sekaligus menjadi mertua beliau.

Sanad (genealogi intelektual) Syaikh Mukhtar Bogor terekam dalam salah satu kitab hadits beliau, yaitu “Ithâf al-Sâdah al-Muhadditsîn”. Syaikh Mukhtar Bogor memiliki kitab lainnya yang khusus menghimpun kumpulan sanad dan ijâzah keilmuan beliau, yaitu “al-Manhal al-Wârid fî Asânid Ibn ‘Athârid”. Dalam “al-Manhal al-Wârid”, hampir semua sanad dan ijâzah Syaikh Mukhtar Bogor sama dengan Syaikh Mahfuzh Tremas. Sosok terakhir ini juga memiliki kitab khusus kumpulan sanad beliau, yaitu “Kifâyah al-Mustafîd li mâ ‘Alâ min al-Asânîd”.

(lihat catatan tentang ijâzah yang diberikan oleh Syaikh Mukhtar Bogor untuk Syaikh Abbas Batubara Medan: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10155069657474696&set=pb.570469695.-2207520000.1539691441.&type=3&theater).

Adapun terkait sosok penerima ijâzah dari Syaikh Ahyad Bogor sebagaimana terdapat dalam manuskrip ini, yaitu Haji Sa’id Malaka, penulis belum mendapatkan informasi dan data yang memadai.

Bandung, Safar 1440 H/ Oktober 2018 M
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban

20 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *