Semenjak kehidupan manusia terdahulu, konflik masih selalu terdengar, walaupun dengan berbagai macam versi yang berbeda, konflik pasti hadir dalam banyak sisi manusia. Mulai dari konflik keluarga, konflik kedaerahan atau suku, hingga pada konflik agama. Salah satu konflik yang besar terjadi antara umat islam dan umat kristen yaitu perang salib. Sejarah konflik yang bermula berujung perang salib ini sangat panjang. Termasuk salah satu konflik agama yang terbesar yang ada di dunia.
Sedangkan untuk masalah konflik agama, umat manusia memiliki kecenderungan dan berupaya untuk mempertahankan apa yang mereka percayai masing-masing, terutama dalam hal agama. Meskipun diakui masih banyak yang memang tidak paham dari esensi yang tersirat atau apa yang menjadi makud sebenarnya dari ajaran yang tersurat, karena butuhnya pembelajaran yang mendalam dan guru yang tepat guna memahami berbagai hal tersebut. Kecenderungan ini bahkan kadang melampaui batas dengan merendahkan apa yang orang lain percayai, hingga kadang merasa berhak menjadi pengadil pada mereka yang memiliki paham yang berbeda.
Salah satu yang menjadi tujuan awal dibentuknya Nahdlatul Ulama (NU) adalah untuk menghadang faham wahabisme yang pada saat itu Muhammad Ibn Abdul Wahab dan Abd Al-Aziz Ibnu Saud adalah peletak dasar kerajaan Saudi Arabiya serta menyebarkan faham wahabisme diseluruh Jazirah Arab. Diantara upaya yang dilakukan oleh kaum wahabisme ini adalah melarang praktik ibadah yang tidak sepaham dengannya, membongkar situs-situs sejarah islam, dan hal yang membuat cemas para kyai pesantren adalah bahwa maqam Rasul Muhammad SAW akan dibongkar. Sejak awal berdirinya NU, ideologi islam transnasional kurang mendapat angin segar di negara ini, tak hanya itu pemerintahan orde lama nampaknya sangat loyal kepada ormas NU ini sehingga setiap kebijakan yang disuarakan oleh NU maka akan didukung. Semua ini karena adanya kesadaran serta kirprah para ulama dalam mempertahankan faham Ahlu Sunnah wal Jamaah dan memperkuat ukhuwah wathaniyah, tak hanya itu NU juga merupakan salah satu ormas yang terlibat langsung dalam memerdekakan bangsa ini oleh karenanya layak menjadi ‘pemegang saham” republik Indonesia. (https://www.kompasiana.com/muhammadbagusainunnajib/5a2d0ade6c62a634f82e2625/nahdlatul-ulama-vs-ideologi-islam-transnasional).
Islam di indonesia yang menurut data adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia diharapkan mampu untuk memberikan contoh penjabaran ajaran keislaman yang damai, moderat dan saling menghargai. Kekerasan semacam ini apabila tidak direadam atau tidak ada media untuk merdamkan, akan mengancam keutuhan suatu negara, terbukti pada banyak konflik yang malah membuat negara dalam keadaan perang dan malahan menyengsarakan rakyatnya. Indonesia dapat bertahan hinga sekarang salah satunya karena rasa toleransi yang masih tinggi diantara para pemeluk agama di indonesia. Konflik-konflik yang terjadi karena berbasis agama akan besar jika negara atau para pemeluk agamanya sendiri tidak melakukan banyak hal. Indonesia yang memiliki perbedaan suku, agama, adat istiadat, aliran, tradisi yang sangat banyak ini harus dihadapi oleh keyakinan atau kepercayaan yang sangat menghargai perbedaan atau toleransi yang cukup besar diantara para pemeluknya.
islam nusantara yang pada saat iklim politik 2019 mengalami distorsi pemahaman yang cukup besar di publik, ternyata semakin banyak diadaptasi masyarakat dunia, karena konsepmya yang menawarkan konsep Ahlussunnah Wal Jamā’ah yang membedakan antara teks wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah), penafsiran dan penerapannya, dalam upaya melakukan tahqīq manāth (memastikan kecocokan sebab hukum pada kejadian) dan takhrīj manāth (memahami sebab hukum) (https://www.nu.or.id/post/read/70944/siapakah-ahlussunnah-wal-jamaah) dan menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian, kerendahan hati dan penghargaan budaya.
banyak pemimpin muslim dunia saat ini menyatakan minat mereka pada konsep Islam yang dipromosikan oleh pemerintah Indonesia, khususnya Nahdlatul Ulama (NU), Islam Nusantara (https://www.thejakartapost.com/news/2016/05/12/moderate-muslims-interested-in-islam-nusantara.html). Sebetulnya islam nusantara memiliki banyak nunsur yang banyak orang kurang tahu, salah satunya yaitu menjadi media resolusi konflik, terutamanya dari pemahaman beragama islam yang mengedepankan kekerasan tanpa rasa saling menghormati antara. Satu dengan yang lainnya atau diantara sesama pemeluk umat sendiri lainnya.
Jika kita membahas SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) secara sederhana merupakan kenyataan sosial di masyarakat maka keberadaannya tidak dapat dilenyapkan karena sudah merupakan takdir dari Tuhan YME.
Bahkan setiap upaya untuk melenyapkan dengan SARA dalih apapun, demi kesamaan cara pikir, cenderung akan menimbulkan keresahan, gejolak sosial, bahkan akan mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dan pasti berakhir dengan disintegrasi sosial, padahal hanya dengan memahami realitas kenyataan SARA, maka ideologi yang menginginkan SARA untuk dijungkirbalikan, merupakan suatu kesalahan dalam tatanan masyarakat.
Islam nusantara yang selama ini digedorkan oleh para ilmuwan islam dan para kyai-kyai sepuh dari berbagai pesantren di Indonesia, merupakan satu pola pikir yang matang. Islam nusantara bukan hadir untuk membentuk agama baru pecahan islam atau seperti yang selama ini sering beredar di masyarakat. Islam nusantara seperti yang dikatakan kholid Syeirazi, sekjen Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) (http://www.nu.or.id/post/read/93755/islam-nusantara-isi-lama-dalam-botol-baru) “Islam Nusantara itu Islam yang diamalkan dalam wadah budaya Nusantara, sebagaimana sudah dijalankan NU selama ini”. Menarik hati para pemimpin dunia, karena banyak yang beralasan konsep islam nusantara ini menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian, kerendahan hati dan penghargaan terhadap budaya. Nilai-nilai tersebut adalah hal penting yang sangat diperlukan untuk diadaptasi oleh negara mereka masing-masing yang memiliki komflik transnasional. Keadaan dunia saat ini banyak dikuasai dengan pemahaman yang menjunjung konflik, kesombongan dan ketidakpedulian dan bahkan penyerangan penghancuran terhadap budaya-budaya lokal setempat.
No responses yet