Dalam kehidupan ini, banyak orang yang mencari kebahagiaan dan kesenangan hidup. Namun, kita perlu waspada ketika kebahagiaan datang pada diri kita. Apakah kebahagiaan itu sebagai anugerah dari Allah? Atau Allah sengaja memberikan kebahagiaan itu sebagai jebakan (istidraj)?

Maka kita perlu melihat penjelasan terkait hal itu sebagaimana dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhani dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kitab Ahmad, hadits nomor 16673:

“Jika kalian melihat Allah memberikan dunia kepada seorang hamba pelaku maksiat dengan sesuatu yang ia sukai, maka sesungguhnya itu hanyalah merupakan istidraj.”

Perlu kita tahu bahwa kebahagiaan dunia itu semu dan terkadang menjadi jebakan karena sering kali melalaikan dari akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT :

“Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.” (Q.S. Luqman: 33)

Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan melalui firman-Nya:

“ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangakan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q.S. Al-Hadid; 20)

Contoh istidraj dalam kehidupan, telah dikisahkan dalam al-Quran surat Al-Qalam ayat 17 sampai 33 tentang pemilik kebun yang diberi nikmat, yang sebenarnya adalah istidraj:

“Sungguh, Kami telah Menguji mereka (orang musyrik Mekah) sebagaimana Kami telah Menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah pasti akan memetik (hasil)nya pada pagi hari, tetapi mereka tidak menyisihkan (dengan mengucapkan, “Insya Allah”). Lalu kebun itu ditimpa bencana (yang datang) dari Tuhan-mu ketika mereka sedang tidur. Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu pada pagi hari mereka saling memanggil.

“Pergilah pagi-pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik hasil.” Maka mereka pun berangkat sambil berbisik-bisik. “Pada hari ini jangan sampai ada orang miskin masuk ke dalam kebunmu.” Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya). Maka ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata, “Sungguh, kita ini benar-benar orang-orang yang sesat, bahkan kita tidak memperoleh apa pun.” Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada Tuhan-mu). Mereka mengucapkan, “Maha Suci Tuhan kami, sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim.”

Lalu mereka saling berhadapan dan saling menyalahkan. Mereka berkata, “Celaka kita! Sesungguhnya kita orang-orang yang melampaui batas.

Mudah-mudahan Tuhan Memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada yang ini, sungguh, kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.” Seperti itulah azab (di dunia). Dan sungguh, azab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui. (QS. Al-Qalam: 17-33)

Seperti itulah gambaran tentang istidraj, Allah Menguji penduduk Mekah dengan Menganugerahi nikmat yang banyak guna mengetahui bersyukur tidaknya mereka, seperti Allah telah Menguji para pemilik kebun. Akhirnya pemilik kebun insaf dan bertobat kepada Allah. Demikian pula penduduk Mekah yang kemudian insaf dan masuk Islam berbondong-bondong setelah penaklukan Mekah. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah ini. Amiin..

One response

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *