Kita itu gak usah kecangkeman kalo memuji, mbah. Memuji orang itu baik. Tapi kalo memuji berlebihan itu malah bikin repot yg dipuji.
Kanjeng Nabi Isa AS itu sama pengikutnya dipuji berlebihan hingga disamakan Tuhan. Gara-gara hal itu, akhirnya dalam surat Al Maidah 116, Nabi Isa “diinterogasi” oleh Gusti Allah
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Dan (ingatlah) ketika Gusti Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, apakah kamu mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”
Menghadapi interogasi tersebut, tentu saja Nabi Isa kemejer di hadapan Gusti Allah. Lha wong Nabi Isa itu paling takut dengan Gusti Allah. Dan tentu saja Nabi Isa menolak tudingan tersebut dan menjawab
قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ ۚ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ ۚ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ
“Isa menjawab: Duh Gusti, Maha Suci Engkau, aku tidak patut mengatakan hal yang tidak benar untuk dikatakan seperti hal itu. Jika aku pernah mengatakan hal itu, maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang Engkau kehendaki. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”
Artinya, gara2 pujian berlebihan dari kaum yang mempertuhankannya, Nabi Isa jadi kena imbasnya. Kerepotan kena interogasi Gusti Allah. Padahal kalo kaum itu gak kecangkeman memuji berlebihan, mungkin nasib Nabi Isa lempeng-lempeng saja di sisi Gusti Allah. Gak pake acara diinterogasi.
Ada cerita lagi dari Imam Hanafi gara-gara “dihusnodzoni” oleh orang2 bahwa beliau selalu sholat 1000 rokaat tiap malam. Alhasil Imam Hanafi gak tidur malam selama 30 tahun untuk melakukan sholat 1000 rokaat tiap malam, demi husnudzonnya orang pada beliau. Beliau takut ayat
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih” (Ali Imron 188)
Imam Hanafi takut dengan siksaan karena gembira pada pujian atas amal yang tidak dilakukannya.
Sering pula kita denger cerita ada Kyai yang satu ketika ndilalah ketahuan karomahnya oleh seorang pengikutnya. Lalu pengikutnya ini dasarnya mulut ember, menceritakan karomah Kyai itu ke semua khalayak. Eh, besoknya sang Kyai wafat karena kewaliannya kebongkar. Dan seperti cerita Imam Hanafi, sang Kyai kemungkinan takut dengan ayat yang sama. Artinya secara gak langsung, pengikut yang menyebarkan omongan ini, sudah membunuh sang Kyai.
Kesimpulannya, kita sebagai pengagum gak usah memuji berlebihan pada satu sosok idola biar gak ngerepotin idola itu. Memuji ya memuji sewajarnya yang bisa dilihat mata, memuji wajah cakepnya, ilmunya atau jabatannya. Kalo ndilalah lihat karomah beliau, diam saja gak usah cerita selama sang pemilik karomah masih hidup. Bersikap biasa saja itu justru lebih sopan, aman dan gak ngerepoti orang.
Dan kalo kita jadi orang yang dipuji, kita kudu bersikap biasa saja, gak usah bangga sama pujian orang. Karena dibalik pujian itu, hakikatnya beban. Ada pertanggung jawaban yang kalo gak bener, pertanyaan dan siksaan akhirat akan menunggu kita.
No responses yet