Setiap ada yg merayakan hari ulang tahun, kita selalu mendengar ucapan selamat panjang umur. Atau ketika ada bayi yg lahir, didoakan agar sehat dan berusia panjang. Namun, adakah yg dapat memastikan dirinya sendiri berusia panjang? Mulia atau hina? Penuh keberkahankah?
Kita harus memahami bahwa MARHALAH SYAIKHUHAH (masa tua) merupakan fase terakhir yg pasti akan dihadapi dan dialami manusia. Fase ini telah disinggung dalam Al-Qur`an pada Surat Al-Mukmin ayat 67 :
ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا
” … kemudian (dibiarkan kamu hidup) sampai tua”
Mengenai batasan usia tua, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al-Anshari al-Qurthubi Al-Maliki atau Imam al-Qurthubi rahimahullah (1214 M Spanyol -1273 M Mesir), dalam kitab Al-Jami li Ahkamil Qur`an atau Kitab tafsir Al-Qurthubi, 15/215, berkata, “Syaikh (orang yg tua) adalah orang yg telah melewati 40 tahun”.
Perubahan2 fisik dan non-fisik yg terjadi pada seseorang pada akhir hidup pasti akan terjadi dan tidak mungkin dihindari dan dilawan. Umur manusia adalah perkara ghaib dan merupakan rahasia Allah subhanahu wa ta’ala. Tak seorangpun tahu berapa panjang usia yg dijatahkan untuknya.
Usia yg panjang termasuk NI’MAT MUQAYYAD yg tidak otomatis orang yg memilikinya lebih baik daripada yg tidak memperolehnya. Ia akan menjadi nikmat yg sebenarnya, apabila pemiliknya memanfaatkannya dalam urusan2 kebaikan, ilmu, amal shaleh dan keta’atan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمُلُهُ
Sebaik2 orang adalah orang yg panjang umurnya dan amalannya baik. (HR. Imam At-Tirmidzi rahimahullah)
Masa tua yg akan dialami oleh setiap orang, sangat berbeda dgn masa2 muda dan remaja. Masa tua identik dgn penurunan kekuatan dan fungsi2 organ tubuh yg menjadi indikator kuat tentang dekatnya ajal seseorang. Karena itu, aktifitas dan kesibukan seseorang dalam masa ini hendaknya lebih bersifat ukhrawi.
Maka, sudah sepatutnya siapa saja yg telah memasuki masa tua, hendaknya lebih besar komitmennya dgn ajaran2 agama, walaupun komitmen dgn ajaran agama menjadi tuntutan atas setiap orang pada semua fase kehidupannya, namun pada fase ini telah terbentuk pada diri seseorang kemampuan yg besar untuk mengendalikan diri dari pemicu syahwat.
Oleh karena itu , amat sangat keterlaluan orang2 yg sudah berusia diatas 60 tahun tapi masih juga melakukan maksiat. Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan menerima dalih seseorang sesudah Dia memanjangkan usianya hingga 60 tahun”. (HR Imam Al-Bukhari rahimahullah).
Karena telah dekat dgn kematian, sungguh aneh bila orang yg sudah berusia tua belum mau memperbaiki diri, bahkan perbuatan buruknya kian menjadi2, misalnya masih memperturutkan hawa nafsunya dgn berzina, padahal semestinya ia lebih jauh dari perzinaan karena dorongan syahwat telah menurun pada dirinya.
Sejak zaman Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sampai kini, ada orang2 yg dianuggrahi Allah subhanahu wa ta’ala umur panjang dari orang2 pada umumnya. Dan mereka mengisinya dgn berbagai kebaikan, sehingga hidup mereka penuh berkah dan tercatat dalam sejarah. Mereka inilah yg dimaksud dalam hadits Nabi, “Sebaik2 kalian adalah yg panjang umurnya dan baik amalnya”.
Ada pesan dari salah seorang ulama kibar tabi’in, putra sahabat Az-Zubair bin Al-‘Awwam radliyallahu anhu (termasuk as-Sabiqun al-Awwalun, yaitu salah seorang dari 10 orang yg pertama masuk Islam. Juga termasuk salah satu dari 10 sahabat yg di jamin masuk surga, yg wafat 4 Desember 656 M, Basra, Irak), Urwah bin az-Zubair rahimahullah (644 – 713 M, Madinah), salah satu dari Tujuh Fuqaha Madinah yg masyhur. Yang termaktub dalam kitab Hilyatul Auliya wa thabaqatul ashfiya’ 1/287, karya Ahmad ibn ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Ishaq ibn Musa ibn Mahran al-Mihrani al-Asfahani Asy-Syafi’i Al-Asy’ari atau Imam Abu Nu’aim al-Isfahani rahimahullah (947 – 1038 M Isfahan, Iran). Beliau berkata :
“Wahai anakku, tuntutlah ilmu dan curahkanlah tenaga serta segenap perhatianmu untuknya. Sebab walaupun kalian kecil dalam pandangan manusia, mudah2an dgn ilmu pengetahuan tsb, Allah akan menjadikan kalian besar serta merupakan tokoh umat. Karena itu, ketahuilah anakku, tiada di dunia ini lebih buruk dibanding seorang tua renta yg bodoh.”
Usia tua menjanjikan fase kehidupan berbeda karena kekuatan fisikal, nafsu dan produktivitas semakin menyusut. Justeru, masa tua sewajarnya diisi aktivitas yg bersifat pengabdian diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala sbg persediaan. Ini karena kemuliaan hakiki seorang mukmin yg berakidah adalah kemuliaan di alam akhirat.
Jahil dalam ilmu agama ketika usia tua adalah keadaan yg sangat merugikan dirinya. Maka, berusahalah mendekatkan diri dgn agama, walaupun ada kesibukan dalam mengurus keluarga, bekerja mengumpul harta dan membesarkan anak2nya.
Lebih bagus lagi, meringankan diri dgn masjid atau musholla, mengikuti majlis ilmu, majelis dzikir, majelis sholawat bdan lain2, sholat berjema’ah meskipun dgn keluarga di rumah, memperbanyak ibadah2 sunnah dan memberi manfaat sosial. Begitu juga sering silaturahim dgn orang2 soleh, ustadz dan alim ulama, supaya dapat mencontohi cara hidup mereka dan membangkitkan rasa keimanan pada dirinya.
Namun dalam Islam, bukan usia panjang yg terpenting, melainkan keberkahan usia. Keberkahan ditandai dgn bagusnya ilmu dan amal ibadah serta akhlaq dan karya yg bermanfaat bagi generasi sesudahnya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu bersama kita. Aamiin
MENJADI SEORANG TUA YANG BODOH
Kita harus memahami bahwa MARHALAH SYAIKHUHAH (masa tua) merupakan fase terakhir yg pasti akan dihadapi dan dialami manusia. Fase ini telah disinggung dalam Al-Qur`an pada Surat Al-Mukmin ayat 67 :
ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا
” … kemudian (dibiarkan kamu hidup) sampai tua”
Mengenai batasan usia tua, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr Al-Anshari al-Qurthubi Al-Maliki atau Imam al-Qurthubi rahimahullah (1214 M Spanyol -1273 M Mesir), dalam kitab Al-Jami li Ahkamil Qur`an atau Kitab tafsir Al-Qurthubi, 15/215, berkata, “Syaikh (orang yg tua) adalah orang yg telah melewati 40 tahun”.
Perubahan2 fisik dan non-fisik yg terjadi pada seseorang pada akhir hidup pasti akan terjadi dan tidak mungkin dihindari dan dilawan.
Usia yg panjang termasuk NI’MAT MUQAYYAD yg tidak otomatis orang yg memilikinya lebih baik daripada yg tidak memperolehnya. Ia akan menjadi nikmat yg sebenarnya, apabila pemiliknya memanfaatkannya dalam urusan2 kebaikan, ilmu, amal shaleh dan keta’atan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمُلُهُ
Sebaik2 orang adalah orang yg panjang umurnya dan amalannya baik. (HR. Imam At-Tirmidzi rahimahullah)
Masa tua yg akan dialami oleh setiap orang, sangat berbeda dgn masa2 muda dan remaja. Masa tua identik dgn penurunan kekuatan dan fungsi2 organ tubuh yg menjadi indikator kuat tentang dekatnya ajal seseorang. Karena itu, aktifitas dan kesibukan seseorang dalam masa ini hendaknya lebih bersifat ukhrawi.
Maka, sudah sepatutnya siapa saja yg telah memasuki masa tua, hendaknya lebih besar komitmennya dgn ajaran2 agama, walaupun komitmen dgn ajaran agama menjadi tuntutan atas setiap orang pada semua fase kehidupannya, namun pada fase ini telah terbentuk pada diri seseorang kemampuan yg besar untuk mengendalikan diri dari pemicu syahwat.
Karena telah dekat dgn kematian, sungguh aneh bila orang yg sudah berusia tua belum mau memperbaiki diri, bahkan perbuatan buruknya kian menjadi2, misalnya masih memperturutkan hawa nafsunya dgn berzina, padahal semestinya ia lebih jauh dari perzinaan karena dorongan syahwat telah menurun pada dirinya.
Ada pesan dari salah seorang ulama kibar tabi’in, putra sahabat Az-Zubair bin Al-‘Awwam radliyallahu anhu (termasuk as-Sabiqun al-Awwalun, yaitu salah seorang dari 10 orang yg pertama masuk Islam. Juga termasuk salah satu dari 10 sahabat yg di jamin masuk surga, yg wafat 4 Desember 656 M, Basra, Irak), Urwah bin az-Zubair rahimahullah (644 – 713 M, Madinah), salah satu dari Tujuh Fuqaha Madinah yg masyhur. Yang termaktub dalam kitab Hilyatul Auliya wa thabaqatul ashfiya’ 1/287, karya Ahmad ibn ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Ishaq ibn Musa ibn Mahran al-Mihrani al-Asfahani Asy-Syafi’i Al-Asy’ari atau Imam Abu Nu’aim al-Isfahani rahimahullah (947 – 1038 M Isfahan, Iran). Beliau berkata :
“Wahai anakku, tuntutlah ilmu dan curahkanlah tenaga serta segenap perhatianmu untuknya. Sebab walaupun kalian kecil dalam pandangan manusia, mudah2an dgn ilmu pengetahuan tsb, Allah akan menjadikan kalian besar serta merupakan tokoh umat. Karena itu, ketahuilah anakku, tiada di dunia ini lebih buruk dibanding seorang tua renta yg bodoh.”
Usia tua menjanjikan fase kehidupan berbeda karena kekuatan fisikal, nafsu dan produktivitas semakin menyusut. Justeru, masa tua sewajarnya diisi aktivitas yg bersifat pengabdian diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala sbg persediaan. Ini karena kemuliaan hakiki seorang mukmin yg berakidah adalah kemuliaan di alam akhirat.
Jahil dalam ilmu agama ketika usia tua adalah keadaan yg sangat merugikan dirinya. Maka, berusahalah mendekatkan diri dgn agama, walaupun ada kesibukan dalam mengurus keluarga, bekerja mengumpul harta dan membesarkan anak2nya.
Lebih bagus lagi, meringankan diri dgn masjid atau musholla, mengikuti majlis ilmu, sholat berjema’ah meskipun dgn keluarga di rumah, memperbanyak ibadah2 sunnah dan memberi manfaat sosial. Begitu juga sering silaturahim dgn orang2 soleh, ustadz dan alim ulama, supaya dapat mencontohi cara hidup mereka dan membangkitkan rasa keimanan pada dirinya.
Namun dalam Islam, bukan usia panjang yg terpenting, melainkan keberkahan usia. Keberkahan ditandai dgn bagusnya ilmu dan amal ibadah serta akhlaq dan karya yg bermanfaat bagi generasi sesudahnya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu bersama kita. Aamiin
Wallahu a’lam bish shawab
written from various sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim JAMA’AH SARINYALA
No responses yet