Mengasingkan diri dari keramaian untuk mencapai tingkatan ilmu atau hajat tertentu dalam budaya Banjar disebut “Balampah” atau disebut juga “bertapa” atau “khalwat”. Kegiatan balampah ini biasanya dilakukan di tempat-tempat yang keramat atau bersejarah. Kata lampah berarti berpantang dari sesuatu dalam waktu tertentu dalam rangka kegiatan balampah tersebut. Tujuan balampah ada bermacam-macam, mungkin segala hal yang diidam-idamkan seseorang bisa dicapai dengan cara balampah, contoh semisal ingin menjadi alim, memperoleh ilmu laduni, mencari sahabat gaib (termasuk Muwakkal), meraih kekuatan tubuh (gancang), mencari ilmu rahasia, agar menjadi kaya, kemudahan dalam mendapat rezeki, dimudahkan segala urusan dan kekebalan, serta agar dihormati atau disegani.

Dalam Islam balampah ini disebut sebagai tahannuts yang pernah dilakukan Nabi Muhammad Saw dengan mengasingkan diri di dalam Gua Hira untuk memperoleh Wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril. Setelah kedatangan Islam tahannuts atau balampah menjadi banyak cara melalui berbagai ibadah Islam seperti mendawamkan salat sunat Tahajjud, membaca Yasin atau surah dan ayat yang lain, dzikir, salawat, Asmaul Husna, wirid, ratib dan lain-lain. Namun bukan berarti tahannuts dan balampah yang mengasingkan diri terlarang. Masih boleh bahkan tetap dianjurkan sebagaimana Imam Ghazali pernah melakukan tahannuts atau balampah di menara masjid Damaskus, Syiria ketika ia ingin menemukan kebenaran sejati dan pencerahan diri.

Di lapangan pada masyarakat Banjar, pada Tarikat Nuqsyabandiyah yang ada di Takisung, Pelaihari, saya temukan ketika seorang murid atau salik ingin mencapai tingkatan Mursyid maka ia harus menempuh tirakat terlebih dahulu selama 3 tahun dengan puasa mutih waktu sahur hanya makan nasi putih dan minum banyu putih, demikian juga saat berbuka. Sesudah selesai baru memasuki perjalanan dengan 7 tangga yang harus ditempuh. Tetap dalam suasana puasa mutih, tapi kali ini, di dalam suluk tingkat pertama membaca dzikir 5000 kali, Pada suluk tingkat kedua membaca dzikir 10.000 kali. Pada suluk tingkat ketiga membaca dzikir 20.000 kali. Pada suluk tingkat keempat membaca dzikir 40.000 kali. Pada suluk tingkat kelima membaca dzikir 80.000 kali. Pada suluk tingkat keenam membaca dzikir 160.000 kali. Pada suluk tingkat ketujuh membaca dzikir 320.000 kali. Biasanya ketika sudah mencapai suluk tingkat ketujuh ini seorang murid atau salik dianggap sudah washil (sampai), ditandai dengan di alam ruhani ia memperoleh surban, burdah atau khirqah atau setidaknya ia di alam ruhani ia disuruh Rasulullah untuk jadi imam salat berjamaah. Anugerah ini bisa saja diperoleh pada suluk tingkat ketiga dan keempat, jika si murid dan salik mempunyai ketajaman spiritual yang tinggi. Di sini mereka bisa memperoleh kealiman, ilmu ladunni dan ilmu rahasia sekaligus.

Kegiatan balampah untuk memperoleh ilmu gancang dan ilmu taguh, konon banyak dilakukan orang pada saat situasi perang kemerdekaan dan kemudian pada saat-saat konfrontasi dengan Malaysia. Konon, bentuk balampah dilakukan ialah antara lain mencari hubungan dengan salah satu saudara gaib yang lahir bersama-sama kita yaitu khususnya camariah atau tubaniah. Apabila lampahan telah mencapai kesempurnaan, maka dalam situasi yang sulit konon kita dapat menghubungi camariah atau tubaniah yang konon akan menggantikan wujud kita dan dengan demikian kita tidak nampak oleh musuh (hilang) dan senjata apapun akan tidak berbekas kepada kita. Mungkin ada lagi bentuk balampah yang lain untuk ilmu kebal ini yang berbeda dengan yang disebut barusan.

Kemudian yang agak banyak diketahui adalah balampah untuk memperoleh sahabat gaib yang berupa Muwakkal. Telah menjadi kepercayaan umat Islam bahwa Allah menjamin terpeliharanya Alqur’an sampai hari kiamat. Sehubungan itu berkembang kepercayaan bahwa setiap surah, ayat, kata bahkan huruf ada sejumlah malaikat yang menjaganya. Contoh untuk memperoleh Muwakkal dari surah Al-Ikhlas, kegiatan balampah mulai hari ,Selasa, yaitu berpuasa selama 3 hari berturut-turut dan antara lain juga tidak memakan makanan yang bernyawa, Pada malam Jum’at berikutnya, sejak Magrib membakar dupa, kegiatan pokok yang dilakukan sesudah sembahyang Isya; Kita hendaknya tidak dari wudlu sejak waktu itu dan mengisi waktu denga membaca surah Al-Ikhlas  sebanyak 1000 kali. Setelah selesai lalu membaca doa khusus 40 kali. Apabila selesai berdoa konon akan datang seseorang memberi salam. Adapun yang datang itu adalah seorang malaikat yang bisa dijadikan Muwakkal. Godaan-godaan akan datang pada waktu menjelang mengakhiri membaca surah atau ketika membaca doa yaitu berupa makhluk yang sangat angker, ngeri dan menakutkan. Demikian juga dengan surah dan ayat yang lain yang lampahannya berbeda baik dalam bilangan hari, cara lampahnya maupun doa yang dibaca. Kemudian, Muwakkal itu selain berupa Malaikat, bisa juga berupa jin Islam, makhluk jejadian (macan, buaya,.naga dan lain-lain) dan orang gaib. Konon Muwakkal itu akan membantu kita dalam berbagai kegiatan termasuk memberitahu kita tentang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan orang (obat untuk orang sakit tertentu, umpamanya), membantu kita dalam situasi kritis (melindungi kita sewaktu dikepung musuh, umpamanya).

Ada lagi balampah yang sangat populer yakni balampah pada bulan purnama yang jatuh pada malam Jum’at. Konon, kegiatan ini akan membukakan pintu rezeki, meningkatkan kualitas beragama (alim), dan mendongkrak perbawa dalam masyarakat hingga berfungsi juga untuk memudahkan segala urusan atau usaha yang dikerjakan. Dalam prakteknya kegiatan ini dilakukan anggota-anggota suatu rumah tangga secara bersama-sama (serumahan), kadang-kadang ditambah dengan anggota rumah tangga kerabat dekat yang ikut serta menggabungkan diri. Ciri pokoknya adalah kegiatan masak memasak dan makan bersama sesudahnya. Tempat kegiatan yang dipilih ialah lapangan terbuka, biasanya halaman rumah ataupun di tengah-tengah sawah, sedemikian rupa sehingga cahaya bulan purnama bulan langsung menimpa seluruh anggota dan semua kegiatan dilakukan.

Kegiatan persiapan dimulai sesudah sembahyang Isya atau setidak-tidaknya beberapa waktu sebelum tengah malam, yaitu membentangkan tikar untuk tempat duduk dan istirahat anggota-anggota dan mempersiapkan alat-alat dan bahan-bahan memasak. Kegiatan menanak nasi dimulai beberapa waktu menjelang bulan tepat berada di atas kepala, sedemikian sehingga cahaya bulan langsung menyinari isi kuali selama memasak. Adapun yang biasa memasak anak-anak gadis, sedang pemuda-pemuda membantunya ketika mempersiapkan api atau mencari kayu bakar dan bahan-bahan untuk lauk pauk. Orang-orang yang lebih dewasa, seringkali diikuti pula oleh anggota-anggota lain yang tidak bertugas khusus, mengisi waktunya dengan membaca Yasin, salawat, sembahyang sunat Tahajjud, sembahyang sunat Hajat dan berbagai amalan dan bacaan lainnya selama menunggu waktu makan bersama-sama dan waktu-waktu lowong sesudahnya. Kegiatan ini diakhiri pada waktu dinihari atau menjelang waktu subuh.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *