Al-Quran adalah kalamullah Subhanahu wa Ta’ala, yg wajib diagungkan dan dimuliakan oleh umat Islam, sehingga bagi siapapun hendaknya dibaca dalam keadaan yg paling baik. Setiap yg membaca  Al-Quran akan mendapat pahala, meskipun satu huruf. Meskipun begitu, ketika membaca Al-Quran pun, harus dijaga adab2nya, agar tidak asal2an membaca. Karena Al-Quran, bukan sekedar kitab biasa, namun kitab pedoman hidup yg merupakan mukjizat dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Sebagian orang, mungkin tidak tahu adab2 ketika hendak membaca Al-Quran seperti apa. Bagi yg sudah bisa membaca Alquran, tentu harus memahami adab2 membaca Alquran, agar lebih besar keutamaan dan manfaatnya.

Terburu-buru Membaca Alquran

Dalam keseharian, pernahkah mendengar, orang yg membaca Al-Qur’an dgn cepat2 dan sangat terburu2, seolah2 dikejar jadwal keberangkatan pesawat terbang ? Atau, kita sendiri sering membaca Al-Qur’an dgn cara seperti itu ? Jika ya, tahukah Anda apa sebenarnya bahaya yg tengah menunggu kita di belakangnya ?

Tidak sedikit kaum muslimin yg membaca Alquran dgn isti’jal (cepat dan terburu2), padahal belum matang ilmu tajwid dan makhraj hurufnya. Padahal banyak ulama salaf, dari kalangan para sahabat dan generasi setelah mereka, yg membenci membaca Alquran dgn cara demikian. Hal ini karena membaca secara isti’jal, akan menghilangkan kebaikan yg paling besar, dari tujuan diturunkannya, yaitu untuk ditadaburi dan diambil pelajaran.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam :

لَاتُحَرِّكْ بِهِ ۦ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِۦٓ

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat2 (menguasai) nya. (QS. Al Qiyamah: 16)

Menurut Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu Anhu (619 M, Mekkah – 687 M, Tha’if, Arab Saudi), semua itu berawal dari kurangnya keseriusan kita, untuk memahami dan merenungi isi kandungan ayat2nya. Diantara ciri utama kurangnya keseriusan adalah kecenderungan untuk membaca Al-Qur’an dgn cepat dan terburu2. 

Bangsa Arab saja, di zaman Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu Anhu, tetap tidak akan bisa memahaminya dgn sempurna, bila ia dibaca dgn tergesa2, padahal ia diturunkan dalam bahasa mereka. Lalu, apa yg akan terjadi kepada kita, yg sebagian besarnya tidak paham bahasa Arab ? Sempatkah kita merenungi, padahal artinya saja kita tidak tahu-menahu ?

Sikap ketergesa2an dalam membaca Alqur’an, apalagi jauh dari kefasihan makharijul huruf dan ilmu tajwid alias amburadul bacaannya, sebenarnya merupakan bentuk ketidaktentraman hati manusia dan kerasnya hati. Pikiran mereka tidak tenang, dan jauh dari bersyukur dan hati2. Tergesa2, yg tidak mengindahkan kebenaran dan ketertiban bacaan, akan menemui cacat hasil di akhirnya, karena melakukan cara2 yg instan dan salah. Ditambah dgn kesalahan yg tidak mau diluruskan, kebanggaan anggapan sbg ahli Al-Qur’an, berharap pengakuan dan pujian manusia, hanya bermodal volume keras, tergesa2 atau terburu2 hingga tidak jelas, mana bacaan Alquran dan suara menderu tidak jelas.

Oleh karena itu, sbg pedoman dan petunjuk untuk alam semesta dan seluruh umat. Kita sbg umat Islam, diperintahkan untuk membaca, mempelajari, mengamalkan serta mengajarkan Al-Quran, sbg kitab terakhir yg diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan masih terjaga isinya hingga sekarang. Salah satu adabnya, adalah membaca Al-Quran dgn tartil, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَرَتِّلِ ٱلْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا

“Dan bacalah Al-Quran itu dengan tartil.” (QS. Al-Muzzammil : 4).

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabrani, lebih dikenal sbg Imam Ibnu Jarir atau Imam Ath-Thabari rahimahullah (wafat 17 Februari 923 M,  Bagdad, Irak) dalam kitab Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an atau kitab Tafsir At-Thabari berkata ketika menjelaskan ayat tsb, “Perjelaslah bacaan Alquran, apabila kamu membacanya, dan perlahan2lah dalam membacanya”.

Ummul Mukminin Hafshah Binti Umar Radhiyallahu Anhuma (605 – 665 M, Madinah) pernah menyifati qira’ah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dgn perkataan:

كَانَ يَقْرَأُ بِالسُّوْرَةِ فَيُرَتِّلُهَا

“Beliau membaca sebuah surat dan mentartilkannya,” (Hadits Riwayat Imam Muslim rahimahullah)

Empat Tingkatan Membaca Alquran

Sebenarnya, ada 4 (empat) tingkatan membaca Al-Qur’an yaitu tahqiq, tartil, tadwir dan hadr. Namun, di sini kita akan mengulas cara membaca dgn tartil, karena lebih utama sesuai pesan Al-Qur’anul Karim.

Sebelum membaca Al-Qur’an, umat Islam perlu mengetahui tingkatan dalam membaca Al-Qur’an. Berikut 4 tingkatan membaca Al-Qur’an :

1. Tahqiq (التحقيق)

Ini adalah tingkatan bagi pemula yg baru belajar ilmu tajwid. Cara membacanya seperti tartil, namun at-Tahqiq lebih lambat dan tenang. Bacaan at-Tahqiq seperti mazhab Qira’at Hamzah dan Qiraat Warsh yg bukan dari Tariq Asbahani.  At-Tahqiq merupakan tahapan awal sebelum masuk ke tingkatan berikutnya.

2. Tartil (الترتيل)

At-Tartil menurut arti kata adalah perlahan2. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, tartil berarti membaca sesuai hukum tajwid. Membaca dgn tartil akan membantu seseorang untuk memahami dan mentadabburi Al-Qur’an. Tartil juga diartikan membaca dgn memberikan hak2 dan sifat2. Membaca dgn tartil sangat dianjurkan sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Muzzammil ayat 4.

3. Tadwir (التدوير)

Tadwir atau At-Tadwir adalah tingkatan pertengahan antara perlahan dan cepat. Bacaan dgn Tadwir ini sering kita dengar di dalam salat berjamaah. Bacaan Tadwir adalah membaca  Mad Munfasil tidak lebih dari 6 harakat.

4. Hadar (الحدر)

Hadar atau Al-Hadar adalah bacaan cepat, namun masih menjaga hukum2 tajwid. Al-Hadar merupakan tingkat bacaan paling cepat. Tingkatan ini sering dipakai oleh para penghafal Qur’an yg ketika mengulang hafalannya. Meskipun cepat, cara membacanya tetap mengindahkan hukum2 yg ada, seperti apabila berdengung dia dengung, apabila wakaf dia berhenti. Bacaan Hadar adalah membaca Mad Munfasil dgn 2 harakat.

Dengan Tartil

Menurut para ulama, bacaan yg paling afdhal adalah membaca dgn cara Tartil (perlahan2) karena Al-Qur’an  diturunkan secara tartil sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surah Al-Muzammil ayat 4. Membaca dgn tartil juga memungkinkan seseorang mengeluarkan suara yg indah dan merdu, sehingga membuat bacaan lebih meresap di hati.

Tartil, menurut arti kata adalah perlahan2. Dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim atau Tafsir Ibnu Katsir, tartil berarti membaca sesuai hukum tajwid. Membaca secara perlahan, akan membantu seseorang untuk memahami dan mentadabburi maknanya.

Dalam Kitab Mandhumat al-Tafsir, Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Ali al-Zamzami Al-Mutawaffa al-Makki rahimahullah (wafat 963 H / 1556 M) menyebutkan bahwa arti asal tartil adalah membaca dgn terang dan jelas. Sedangkan menurut syariat adalah membaca Al-Qur’an dgn tertib.

Ketika membaca Al qur’an kita harus membacanya dgn tartil, harus memperhatikan semua kaidah yg terdapat dalam ilmu tajwid, sehingga Al qur’an dapat kita baca dgn benar. Mengeluarkan bacaan setiap huruf dgn benar, sesuai dgn kemampuannya. Yang penting, seseorang membaca ayat demi ayat dan berhenti di akhir setiap ayat. Kita tidak boleh membaca Al Qur’an dgn asal-asalan, terlalu cepat dan tergesa2. Karena hal ini akan menyebabkan rusak bacaannya.

Sebab itu, sebaiknya ibadah satu ini benar2 diperhatikan cara dan metode yg digunakan dalam membaca A-Quran. Agar lancar dan mengetahui panjang pendek, tajwid, shifatul huruf, makharijul huruf beserta kapan berhenti dan meneruskan sebuah bacaan.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam membaca AlQuran dgn tartil, tidak lambat, tetapi juga tidak cepat. Sebagaimana diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan beliau membaca satu per satu kalimat. Sehingga satu surah dibaca lebih lama, daripada kalau dibaca biasa.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, bahwa orang yg membaca Al Quran kelak akan diseru : “Bacalah, telitilah, dan tartilkan sebagaimana kamu dahulu di dunia mentartilkannya, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yg engkau baca”. (HR. Imam Abu Dawud dan Imam At-Tirmidzi rahimahumallah).

Cara Membaca Dengan Tartil

Adapun cara membaca Al-Quran dgn Tartil yakni sbg berikut :

1. Setiap huruf harus diucapkan dgn makhraj (tempat keluarnya huruf) yg benar. Sehingga ط (tha’) tidak dibaca تَ (ta) dan ضَ (dha’) tidak dibaca ظ (zha).

2. Berhenti pada tempat yg benar. Jangan memutuskan atau melanjutkan bacaan di tempat yg salah.

3. Membaca semua harakat dgn benar, yakni menyebut fathah, kasrah dan dhommah dgn perbedaan yg jelas.

4. Mengeraskan suara sampai terdengar oleh telinga kita, sehingga Al-Qur’an dapat mempengaruhi dan meresap ke hati.

5. Memperindah suara, agar muncul rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga mempercepat pengaruh ke dalam hati. Orang yg membaca dgn rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hatinya akan lebih cepat tepengaruh, serta menguatkan nurani dan menimbulkan kesan yg mendalam di hati.

6. Membaca dgn sempurna dan jelas setiap tasydid dan madnya. Jika membaca dgn lebih jelas, maka akan menimbulkan keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mempercepat masuknya kesan dalam hati kita.

7. Memenuhi hak ayat2 yg mengandung rahmat dan ayat2 adzab.

Seseorang pernah bertanya kepada Ummul Mu’minin Ummu Salamah (Hindun binti Abi Umayya Al-Makhzumiyah) Radhiyallahu Anha (596 – 680 M, Madinah), “Bagaimanakah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam membaca Al-Qur’an ?” Beliau menjawab, “Beliau menunaikan setiap harakatnya: fathah, dhammah, dan kasrah, dibaca dgn sangat jelas. Juga setiap hurufnya, dibaca dgn sangat jelas. Juga setiap hurufnya, dibaca dgn terang dan jelas.” Membaca dgn tartil itu mustahab, walaupun tidak dipahami artinya.

Dalam membaca Al-Quran dgn metode tartil, tentu tidak lepas dgn memahami ilmu tajwid. Tajwid ini yg akan mengetahui, kapan suatu kalimat dibaca idzhar (jelas), iqlab (membalik), idhgam (masuk), ikhfakh’ (samar), tarqiq (tipis), tafkhim (tebal) dsb. Supaya memudahkan untuk di ingat, tajwid berarti paham hukum bacaan yg panjang, pendek, mendengung, jelas dan samar.

Jadi, membaca Al-Quran tidak sekedar membacanya, apalagi dgn terburu2. Membaca Al-Quran sangat dianjurkan dgn jelas, pelan dan harus mengetahui hukum bacaannya. Tentu membaca Al-Quran dgn tartil dan tanpanya, menghasilkan skill baca yg berbeda, begitupun pahala yg akan diperoleh.

Maka, yg terbiasa membaca Alquran dgn terburu2, kurangi kecepatan bacaan kita, agar lebih bermakna. Apalagi dgn suara yg keras melalui musholla atau masjid. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk membaca Al-Qur’an secara tartil, huruf demi huruf, dgn baik dan benar. Belajarlah membaca Al-Qur’an lagi, tanpa gengsi, agar bacaannya semakin berkualitas. Sehingga bisa membaca dgn tartil dan benar.

Kenapa Dibaca Dengan Tenang

Alasan kenapa seorang muslim harus membaca Al qur’an dgn tenang dan tidak tergesa2 adalah :

1. Supaya dapat memenuhi semua hukum bacaan, sehingga ayat2 yg dibaca benar.

2. Supaya dapat mengahayati dan memahami isi kandugan Al qur’an.

3. Merupakan salah satu ada membaca Al qur’an yang merupakan kitabn yang mulia

Memperhatikan kondisi orang2 di sekitarnya.

Jika di sekitarnya terdapat orang yg sedang tidur, atau juga sedang membaca Al Qur’an, atau sedang mendirikan shalat, maka hendaknya tidak mengeraskan bacaan Al Qur’an tsb, sampai pada level yg bisa menimbulkan gangguan kepada orang lain.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, memperingatkan umatnya yg membaca Al-Qur’an dgn suara keras. Jangan sampai, ibadah tsb mengganggu orang lain, seperti dijelaskan dalam hadits berikut :

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ ‏:‏ اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُونَ بِالْقِرَاءَةِ، فَكَشَفَ السِّتْرَ وَقَالَ ‏:‏ ‏”‏ أَلاَ إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَلاَ يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ ‏”‏ ‏.‏ أَوْ قَالَ ‏:‏ ‏”‏ فِي الصَّلاَةِ ‏”

“Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri (Sa’d bin Malik bin Sanan) Radhiyallahu Anhu (612 – 693 M, Madinah), Rasulullah shalallahu alaihi wasallam kembali ke masjid dan mendengar orang2 membaca Al-Qur’an dgn suara keras. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam lantas membuka kain pembatas dan mengatakan, “Tiap orang mengingat Allah subhanahu wa ta’ala dgn suara lembut. Jangan sampai mengganggu yg lain dan jangan meninggikan suara atas yg lain saat membaca Al-Qur’an atau melakukan ibadah yg lain.” (HR Imam Abu Dawud rahimahullah).

Membaca Al-Quran dgn suara keras juga patut dipertimbangkan ulang, jika ada sekelompok orang yg merasa tidak nyaman. Jangan sampai ayat Al-Qur’an yg mengajak kebaikan, justru menyakiti atau mengganggu aktivitas orang lain yg sedang ibadah, istirahat, atau melakukan kegiatan lain.

Setelah lingkungan sekitar, fokus dan kenyamanan pembaca Al-Qur’an  menjadi pertimbangan selanjutnya. Jika merasa lebih mudah konsentrasi dgn suara pelan, maka bisa dilakukan dgn cara tsb, demikian juga sebaliknya.

Dengan hadist tsb, ulama menyimpulkan bahwa membaca  Al-Qur’an  dgn suara keras atau lembut bisa diterapkan dalam ibadah sehari2. Jadi pertimbangannya, bergantung pada kebutuhan yg membaca Al-Qur’an dan kondisi lingkungan sekitar.

Penutup 

Jika bacaan Alquran masih belum fasih, baik panjang pendeknya atau tajwidnya dam makhraj hurufnya, maka janganlah kita membaca dgn terburu2, seperti orang dikejar syetan, sebab potensi kesalahan dan merubah makhraj serta panjang pendeknya, mudah terjadi, menyebabkan bacaan Alquran nya menjadi rusak, terkesan asal2anbdan tidak mengindahkan adab2 membaca Alquran.

Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat 

Written from various sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama’ah Sarinyala Kabupaten Gresik

CHANNEL YOUTUBE SARINYALA

https://youtube.com/channel/UC5jCIZMsF9utJpRVjXRiFlg

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *