Tangerang Selatan, jaringansantri.com –  Jaringan guru-murid ulama Nusantara itu tidak terbatas tradisi dan budaya. Bahkan saling melengkapi dan berguru satu sama lain.

Hal ini diungkapkan oleh Dr. Jajang A. Rohmana dalam diskusi “Kajian Al-Qur’an di Tatar Tunda: Distingsi lokalitas tafsir untuk Peradaban Islam Nusantara” di Sekretariat Islam Nusantara Center (INC). Sabtu 9 Desember 2017.

Jajang mencontohkan, ulama asli Sunda bernama Haji Hasan Mustofa yang pernah berguru kepada Syaikh Cholil Bangkalan Madura dan Ahmad Sanusi yang guru-gurunya juga dari Cirebon, Kuningan, Madura dan dari Jawa.

“Justru pesantren-pesantren itu menyatukan keragaman etnik. Dipersatukan dalam keislaman yang sama,” tandasnya.

“Tidak ada sentimen anti jawa. Misalnya santri dari pesantren Sunda tidak boleh nikah dengan anak kiai dari Jawa. Nggak ada,” tambahnya.

Hasan Mustofa yang pernah munulis tafsir sufistik Sunda, lanjut Jajang, bahkan bisa menyanyi bahkan menulis tembang dari Jawa.

Dosen di Fakultas Ushuludin Bandung ini mengatakan “Hasan Mustofa juga berguru pada Abdul Ghani Bima. Itu bukti bahwa antara sunda dan jawa dalam ajaran tradisi pesantren, seperti tasawuf, fiqih tidak ada perbedaan sama sekali.” (damar).