Mencari data dan informasi tentang keberadaan  makam   Habib  Abdurahman al-Habsyi Cikini tidak terlalu sulit karena banyak masyarakat yang mengetahuinya sehingga  lokasinya mudah ditemukan,  akan tetapi kondisi tersebut berbeda dengan informasi   mengenai   identitas   beliau   agak sedikit informasi yang diketahui oleh masyarakat, kebanyakan mereka  mengetahui hanya  kisah-kisah perjalanan hidup beliau.

Habib Abdurahman Cikini lahir di Daerah  Semarang Kampung Arab. Beliau merupakan generasi pertama dari garis keturunan keluarga  yang  lahir  di  Nusantara atau  generasi  kedua  yang  menetap di Nusantara. Menurut  riwayat  abahnya yang  bernama Muhammad bin Husein  adalah yang  pertama kali datang  dari Hadhramaut  kemudian menetap di  Pontianak dan  dikisahkan  oleh  cicitnya Habib Abdurahman bin Muhdor juga beliau ikut mendirikan  kesultanan Hasyimiyah  Pontianak bersama keluarga  Al Qadri  cerita  ini masih  menjadi perdebatan oleh sebab  itu penulis tidak  akan  membahasnya lebih jauh  akan fokus kepada Habib Abdurahmannya saja.

Nasab  beliau  yaitu  Abdurahman bin  Abdullah  bin  Muhammad  bin Husein  bin Abdurahman bin Husein  bin Abdurahman bin Alhadi bin Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Abubakar  (al-Habsyi) bin Ali al-Faqih bin Ahmad al-Faqih  bin Muhammad Assadilah bin Hasan  Atturabi bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah bin  Ahmad  Muhajir bin Isa Arrumi bin Nagieb  bin  Ali Uraidy  bin Jafar  ash-Shadiq bin  Muhammad  al-Baqir  bin  Zainal  Abidin  bin  Al-Husein Sayyidusy-Syuhada bin Fathimah  Az-Zahra binti Muhammad SAW.

Habib  Abdurahman tinggal di  Jakarta   halaman rumah  Raden  Saleh atau   Saleh  bin  Husein  bin  Yahya  tepatnya  dan  menikah   dengan  seorang wanita asal Jakarta  Jatinegara yang bernama Nyai Salmah. Di halaman rumah beliau  ini berdiri sebuah  langar  (mushola) beliau  mengajar  beliau  merupakan

Salah satu  guru dari Habib  Ahmad  bin Alwi al-Haddad (Habib  Kuncung) dan murid-murid   yang  istiqamah  menjadi   ulama  besar,  ilmu  yang  diajarkannya lebih banyak  ilmu-ilmu tasawuf.

Habib  Abdurahman bin  Muhdor  menceritakan  bahwa   beliau berdakwah di Nusantara sudah  sampai  ke wilayah  Jauh  yaitu  Sulawesi  dan Jawa  Timur,  selain  berdakwah beliau  juga  ikut berperang sebagai  Panglima Perang di Sulawesi dan Jawa Timur.

Mushola di atas tersebut  menjadi  cikal bakalnya berdirinya  masjid jami Al-Makmur  yang  berlokasi di  pinggir  jalan raya  Cikini,  setalah dipindahkan digotong  bersama-sama  halaman rumah  Raden  Saleh yang  pada  waktu  itu berbahan kayu.

Masjid Al Makmur dahulu julukannya masjid “segengam  beras”, dikisahkan  awalnya ketika dipindahkan digotong  oleh masyarakat ke  tempat barunya masih  berbahan kayu,  dan  pada  waktu  itu akan  dilakukan renovasi dan  bagi  yang  menyumbang  banyak   dalam  bentuk   beras  segengam,  yang kemudian dijual dan ditukarkan  untuk membeli bahan bangunan.

Makam Habib Cikini

Habib   Abdurahman bersahabat  dengan  Habaib   Syech  bin  Ahmad Bafaqih di Botoputih  Surabaya, selain bersahabat beliau juga banyak  bertukar pengetahuan dan  informasi,  oleh  sebab  itu  beliau  termasuk  gurunya  selain beliau belajar di Hadramaut.

Cerita  beliau  dimasyarakat  banyak   salah  satu  adalah  karomah dari Habib  Abdurrahman yaitu  tentang  keberadaan air  yang  keluar  secara  deras dari dalam makamnya saat akan dipindahkan. Sehingga  namanya pun dikenal dengan Habib  Cikini. Masyarakat  pun  berduyun – duyun  mendatangi makam tersebut  untuk  keperluan mengambil  air tersebut,  mereka  meyakini  bahwa  air itu  memiliki  khasiat  untuk  mengobati  berbagai   penyakit.   Selain  itu  akibat keluarnya    air   yang   mengalir   deras   tersebut   pemindahan  makam    urung dilakukan   dan   makamnya  tetap   berada  di  Cikini,  Menteng,   Jakarta   Pusat hingga saat ini.

Beliau  wafat  di  Jakarta   pada   tahun   1296  H/1881   M saat  anaknya Habib  Ali Kwitang berusia  12 Tahun,  makam  beliau berada di belakang Hotel Sofyan, di antara  Jalan Cikini Raya dan Kali Ciliwung, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.   Di  atas   makamnya  tersebut   kemudian  didirikan   sebuah   bangunan sederhana yang  dimaksudkan awalnya sebagai  qubah   kamnya  dan  sekanta sedangkan sekarang.  Meski tak seramai  makam  putranya sendiri, dari waktu ke waktu makamnya kerap diziarahi orang.

Sumber :  Buku 27  HABAIB  BERPENGARUH DI BETAWI: Kajian Karya  Intelektual dan Karya  Sosial Habaib Betawi dari  Abad ke-17 hingga Abad ke-21, Editor:  H. Rakhmad Zailani  Kiki, S.Ag, MM, diterbitkan oleh :  JAKARTA ISLAMIC CENTRES

Wawancara  Dr. Mohammad Ziaulhaq(Periset)dengan Habib Muhdor Cicit Habib Abdurrahman al-Habsyi dan Habib Amin, pengurus  Kramat Makam Cikini

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *