Habib Abdurahman bin Ali al- Habsyi merupakan putra Habaib sangat terkenal dan berpengaruh di tanah Betawi yang di istilahkan bapaknya majelis taklim Jakarta yang berasal dari Kwitang yaitu Habib Ali al-Habsyi.
Habib Abdurahman memiliki berbagai julukannya yaitu oleh masyarakat dipanggil Wan Aman dan di keluarga dipanggil Atung (jantung hati). Julukan Wan Atung dikisahkan oleh Anto Jibril karena beliau memiliki kebiasaan tidak mau memakai baju selain yang sudah dipakai abahnya Habib Ali Kwitang.
Perjaanan hidup beliau berada di akhir abab ke 19 hingga pertengahan abab 20, sepanjang hidupnya beliau lebih banyak beraktifitas mendalami dan mengamalkan ilmu tasawufnya. Beliau wafat dan di makamkan di daerah taman pemakaman umum Wakaf Said Naum di daerah Tanah Abang, lokasi makam ini pada tahun 1970-an di era gubernur Ali Sadikin terjadi relokasi makam ke daerah Karet sehingga keberadaan makamnya tidak diketahui termasuk ahli waris tidak bisa menyatakan dengan pasti dimana tempatnya.
Silsilah nasab keluarga Wan Aman sebagai berikut: Habib Abdurrahman bin Ali bin Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammmad bin Husein bin Abdurrahman bin Alhadi bin Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Abubakar bin Ali al-faqih bin Ahmad al-faqih bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi Alawiyyin bin Ubaidillah bin Ahmad Almuhajir bin Isa Arrumi bin Muhammad an Nagieb bin Ali Uraidy bin Jafar as-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husein Sayyidusy-Syuhada bin Fathimah Az-Zahra binti Muhammad SAW.
Wan Aman Beliau lahir di Jakarta pada tahun 1890 (diperkirakan) dan wafat di Jakarta pada Tahun 1940 (termasuk meninggal muda), memiliki istri wanita keturanan Belanda yang bernama Mariam yang awalnya beragama Nasrani kemudian Masuk Islam.
Perjalanan pendidikannya beliau berguru ke abahnya sendiri ke Habib Ali al Habsyi Kwitang dan Habib Abdullah bin Muhksin Alathas Empang Bogor, dan guru non habaib yaitu Guru Mughni Sulaiman. Ilmu yang dipelajari tersebut pada guruNya diantaranya tasawauf dan tauhid.
Dalam karya tulis dan intelektualnya beliau memiliki kesenangan mentahkik kitab-kitab yang membahas bidang keilmuan tasawuf. Diantara kitab yang terkenal yang “kupasnya” itu yaitu kitab karangan Syaikh Yusuf bin Ismail Nabhani. Kitab-kitab beliau saat ini bukti fisik kitab tersebut berada di di perpustakaan Anto Jibril yang berjumlah tidak kurang ada 2 kitab.
Semasa hidupnya beliau merupakan ulama tasawuf tingkat dunia, dengan karakternya yang tidak menampakan dirinya. Pada tahun 1930 beliau diangkat sebagai ketua dunia tarekah Naqsabandiyah Al-qodriyah. habib Abdurahman bin Muhdor bin Abdurrahman dan Anto Jibril bercerita bahwa di dalam kitab tarekah Naqsabandiyah Al-qodriyah terdapat nama beliau sebagai salah satu mursyid, sehingga dikisahkan bahwa pernah ada seorang mursyid dari Amerika Syaikh Hisam mencari-mencari nama Abdurahman bin Ali al- Habsyi di Indonesia, beliau mencari-cari sampai ke abah Anom dan kemudian dari sana beliau di arahkan untuk ke Jakarta Kwitang untuk mencarinya.
Habib Abdurahman bin Muhdor bin Abdurrahman (cucu) yang tinggal di daerah Jakarta Timur bercerita, semasa hidupnya beliau lebih banyak dikenal ulama dengan karomahnya dan sudah banyak karya wirid yang sudah ditulisnya, diantara cerita karomah itu seperti beliau menjadi pembawa pesan ketika habib Ali Kwitang ingin berkunjung ke Habib Abdullah bin Mukhsin Alathas Empang Bogor, selanjutnya tampa sepengetahuan abahnya Habib Ali Kwitang beliau sudah sampai duluan untuk menyampaikan pesan bahwa orang tuanya akan datang, dan betapa kagetnya Habib Ali ketika sampai disana sudah disambut kemudia ia bertanya siapakah yang memberitahukan kedatanganya, kemudia dijawab bahwa anaknya baru saja kesini ini bekas minumannya.
Cerita lainnya beliau ketika hari wafatnya beliau di pemakaman umum Said Naum di Tanah Abang beliau mendatangi pengurus makam agar mempersiapkan makam untuk keluarga Kwitang dengan membawa tali sebagai ukuran makam tersebut, dan tidak beberapa lama datanglah orang utusan dari Kwitang untuk mengurus pemakaman tersebut, kemudia ia kaget karena makamnya sudah dikerjakan, dan ia pun menanyakannya siapakah yang meminta membuat makam tersebut kemudia di jawab ini atas permintaannya yang pada saat itu sudah meninggal.
Kisah lainnya membawa pesan kedatangan orang tuanya di Solo Habib Syaikhun, mengetahui mereka akan kedatangan ulama besar Solo, maka tersebarlah info tersebut kekalangan ulama dan habaib sehingga banyak yang menyambut kedatangannya, Habib Ali ketika sampai kaget bahwa sudah banyak yang menyambutnya sehingga beliau bertanya kepada gurunya, “siapakah yang memberitahukan kedatangannya”, dijawab, “bahwa sehari sebelumnya anakmu Abdurrahman sudah datang memberi kabar ke saya”.
Sumber : Buku 27 HABAIB BERPENGARUH DI BETAWI: Kajian Karya Intelektual dan Karya Sosial Habaib Betawi dari Abad ke-17 hingga Abad ke-21, Editor: H. Rakhmad Zailani Kiki, S.Ag, MM, diterbitkan oleh : JAKARTA ISLAMIC CENTRES
(Periset : Dr. Mohammad Ziaulhaq M., MPD)
No responses yet