Buah dari penemuan manuskrip kuno beraksara Pegon (Arab-Jawa) di Ambon. Hal ini saya rasa cukup langka, karena secara umum naskah di Ambon beraksara Jawi (Arab-Melayu). Maka penelusuran saya mengalir membuahkan informasi awal tentang proses islamisasi Ambon dan hubungannya dengan Jawa. Berikut paparan singkatnya: 

Informasi mengenai proses islamisasi di Ambon memperlihatkan adanya hubungan penguasa Hitu (Ambon) dengan tokoh agama di Jawa.  Dari beberapa keterangan sejarah yang akan saya uraikan di bawah ini, setidaknya ada dua versi keterangan sejarah yang menyatakan hubungan islamisasi tersebut, pertama hubungan guru-murid antara Sunan Giri dengan Perdana Hitu, dan kedua hubungan Ambon dengan Jepara dalam hubungan perdagangan.

Ricklefs (2007: 94) menyebutkan bahwa Hitu pada masa itu dipimpin oleh seorang pemimpin beragama Islam bernama Kakiali (meninggal tahun 1643), yang pada masa mudanya menjadi salah seorang murid Sunan Giri di Jawa, dan pada tahun 1633 dia menggantikan ayahnya sebagai Kapiten Hitoe.

Pendapat lain diungkapkan oleh Leirissa, dkk. (1999: 17), bahwa pada tahun 1470 negeri Hitu sudah mulai mengadakan hubungan perdagangan dengan Jepara. Dikatakan bahwa Empat Perdana yang dipimpin oleh Perdana Jamilu telah menyuruh orang ke Jepara untuk mengadakan perjanjian dagang dengan Penguasa Jepara yang bernama Nyai Bawang. Nyai Bawang adalah sebutan Ratu Kalinyamat, penguasa Jepara yang juga merupakan putri Sultan Tranggana dari Demak. Selain itu, Ratu Kalinyamat juga memiliki sebutan lain, antara lain; Ratu Aria Jepara atau Ratu Pajajaran (De Graff dan Pigeaud, 1989: 126). Dengan demikian terjadilah hubungan dagang antara Hitu dan Japara, kemudian beberapa orang Hitu pergi ke Jawa untuk belajar agama Islam.

Hubungan dengan Jepara semakin nyata terlihat sejak masa penjajahan Portugis di tanah Maluku. Jepara memiliki sikap yang konsisten dalam hubungannya dengan Portugis. Kerajaan yang terletak di pantai utara Pulau Jawa ini memiliki sejarah perlawanan yang panjang melawan Portugis. Kerajaan ini pernah menjadi sebuah kekuatan yang disegani di kawasan Pulau Jawa. Ia merupakan sebuah kerajaan yang memiliki pusat perdagangan yang maju, bersama pelabuhan-pelabuhan Muslim lainnya, seperti Tuban, Sedayu, Gresik, Jaratan, Surabaya, Pasuruan, dan Panarukan. Beberapa pelabuhan juga berada di bawah pengaruhnya, termasuk Lawe, Tanjung Pura (Borneo), Bangka dan beberapa pulau lainnya. Jepara juga merupakan pelaku bisnis rempah-rempah yang dominan di kawasan timur Indonesia, tempat penguasa-penguasa Muslim memegang kendali pemerintahan. Oleh karena itulah, di samping beberapa penyerangan militer yang ditujukan kepada Portugis, Jepara juga pro-aktif dalam membantu kerajaan-kerajaan Islam dalam konflik mereka dengan bangsa Eropa ini, terutama Ambon dan Maluku (Hadi, 2010: 59).

Hal itu juga dinyatakan oleh Keuning (1973: 16) bahwa selain hubungan perdagangan, Hitu juga pernah meminta bantuan Jepara ketika terjadi konflik dengan Portugis. Konflik yang terjadi antara Hitu dengan Portugis dipicu oleh niat Portugis yang dianggap melanggar kedaulatan Hitu, yaitu hendak membangun sebuah benteng dan hendak mengadakan peraturan-peraturan sepihak. Keempat perdana Hitu menolak dengan tegas. Dalam pertempuran ini Hitu meminta bantuan dari Ratu Jepara dan berhasil mengusir Portugis melalui daratan ke sebelah utara dari teluk antara Hitu dan Leitimor.

Berita Portugis melaporkan hubungan antara Ambon dan Jepara. Pemimpin-pemimpin “Persekutuan Hitu” di Ambon ternyata beberapa kali minta bantuan Jepara melawan orang Portugis dan juga melawan suku lainnya yang masih seketurunan, yaitu orang-orang Hative. Zaman para laut Jepara banyak berpengaruh dan bertindak keras di Ambon itu tetapi hanya terbatas sampai perempat ketiga abad ke-16, yakni semasa pemerintahan Ratu Kalinyamat. Sesudah itu orang Jawa yang bertindak terhadap orang Portugis di Ambon adalah pengikut Sunan Giri (De Graff dan Pigeaud, 1989: 130). 

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *