Kalau mengamati plus nginceng gerakan khilafers, maka akan Anda dapati bahwa mereka adalah organisatoris yang lumayan bagus.
Mereka bisa mendekati dan merangkul kelompok lain atau dalam diksi bahasa yang saya gunakan sekian tahun yang lalu, mereka mempunyai keahlian menunggangi kasus atau peristiwa yang sedang terjadi.
Maka kalau mundur ke belakang, Anda temui mereka bisa ikut numpang pilkada DKI lalu ikut membuat “ontran-ontran” saat piplres. Selanjutnya setelah dibubarkan, mereka aktif di medsos dengan menggandeng kelompok lain yang berseberangan dengan pemerintah untuk diajak saling “menghantam” pemerintah.
Tidak hanya itu, saya amati dalam medsos, beberapa anggotanya malah menampilkan gagasan keislaman kelompok lain seperti Wahaboy yang dalam kondisi normal pasti mereka akan saling “tonjok”. Namun di saat sekarang Khilafers “berangkulan” dengan kelompok yang hobi dan doyan menyesatkan, mensyirikkan, membidahkan serta mengkafirkan kelompok liyan. Wahaboy saat ini terdesak setelah Brigjen Pol Ahmad Nurwahid (BNPT) dan Kiai Said Aqil Siradj menjelaskan “pintu masuk” terorisme adalah Wahaboy-Salafi. Saya sering menyebut dengan identifikasi ciri terdekat teroris. Akhirnya dua kelompok ini nampak “bersatu”.
Tidak hanya merangkul kelompok lain dalam Islam, khilafers juga mendekati politisi lawas dan orang-orang yang dalam track recordnya sering berseberangan dengan pemerintah untuk diajak satu panggung untuk mengkritik pemerintah seperti yang terjadi tadi malam (lihat flyer ada Ahmad Yani, Tengku Zul, Munarwan, Daniel Rosyid dan Ismail Yusanto).
Tentu pemerintah perlu dikritik terus menerus karena memang masih ada oknum nakal atau bahkan oligarki yang bercokol. Namun yang disayangkan adalah panggung itu dibuat oleh khilafers bukan untuk memperbaiki pemerintahan, tapi diseret untuk kepentingan mereka sendiri yang ujung-ujungnya mau menyingkirkan NKRI.
No responses yet