Status ini bermaksud menjawab kegelisahan adinda Imam Muhtar, tentang masih sedikitnya cerita keakraban para masyayikh Tremas dengan para kiai dari pesantren lain. Saya coba mengundang ingatan puluhan tahun lalu, semoga jika ada kekeliruan bisa dikoreksi oleh Kiai Masade Ahmad atau Gus Soko Papat.

Dalam sebuah pengajian, alamagfurlah Kiai Habib Dimyathi bercerita tentang kedekatannya dengan Kiai Yusuf Hasyim (Pak Ud) saat mondok di Krapyak, Yogyakarta, tahun 1940-an. Saking dekatnya, keduanya kalau bolos mengaji pun bersama-sama. Biasanya mereka bolos untuk bermain bola, karena keduanya memang gibol (gila bola) sejati. Nah, suatu sore mereka bermain bola agak jauh dari Krapyak, di lapangan Minggiran yang sudah dekat ke Gading. Saat pulang, Gus Yusuf kaget melihat Ayahandanya, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari tengah berjalan dari arah Gading menuju Krapyak untuk menengoknya.

“Bib, tolong pegang bolanya,” ujar Gus Yusuf sambil menyerahkan bola yang tengah dipegangnya. Gus Habib yang belum menangkap situasi, menerima begitu saja bola tersebut.
Dan keduanya kemudian berpapasan dengan Hadratus Syaikh.

“Hai, Nak, ini waktunya mengaji, mengapa masih bermain?” tanya Hadratussyaikh.

“Nganu .. saya nderekke Gus Habib bermain bola,” jawab Gus Yusuf dengan tenang dan tanpa keraguan sedikitpun.

“Ooh, ya sudah. Cepat kembali ke pondok.”

Barulah Gus Habib paham kalau dia “dikorbankan” oleh Gus Yusuf dan ia pun menggerutu habis dalam hatinya. Kira-kira kalau dibahasakan anak sekarang, “Sialan, aku dipakakke iki.”

Lalu Kiai Habib tertawa kecut setelah menuturkan kisah itu dan menutup kisahnya,

“Pak Ud itu memang sejak kecil sudah politis!”

Lahumal Fatihah …

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *