Syair merupakan hal yang tidak asing lagi bagi bangsa Arab khususnya. Sejak zaman dahulu bangsa Arab sudah hidup berdampingan dengan syair. Sikap islam mengenai syair ini sebenarnya tidaklah konservatif. Memang ada beberapa dalil yang menjelaskan mengenai keburukan atau bahkan cenderung melarang untuk bersyair. Sebagaimana salah satu hadist Nabi yang berbunyi;
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَأَنْ يَمْتَلِئَ جَوْفُ أَحَدِكُمْ قَيْحًا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ شِعْرًا
Dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Lambung seseorang penuh dengan nanah lebih baik daripada penuh dengan syair
hadist di atas sangat jelas baik secara tersurat maupun tersiratnya, bahwa islam menganggap syair sebuah hal yang tidak baik.
Namun sejatinya, islam tidaklah melarang syair secara umum. Akan tetapi lebih ke syair-syair tertentu saja yang islam larang, seperti syair-syair negatif yang isinya menjelek-jelakan Nabi atau agama Islam. Sedangkan syair-syair yang berisikan hal-hal positif seperti motivasi dalam perang dan memuji Nabi, islam justru memandangnya sebagai hal baik dan bahkan mendukung nya.
Salah satu buktinya dari hal ini adalah di dalam kisah sahabat Abdullah bin Rawahah yang kala itu mendapat sebuah privilise dari Nabi, yaitu mendapat doa secara khusus dari Nabi sebab dirinya telah melantunkan sebuah syair yang berisikan pujian kepada nabi secara langsung.
Masih banyak tentunya kalangan sahabat selain Abdullah bin Rawahah tadi yang juga membuatkan syair pujian kepada Nabi. Bahkan bukan hanya terbatas di kalangan sahabat saja, hingga setiap zaman pun di sana pasti ada penyair-penyair handal yang secara khusus membuatkan syair pujian kepada Nabi. Salah satu contohnya adalah Ahmad Syauqi, penyair kenamaan Mesir.
Ahmad Syauqi adalah penyair yang berasal dari Negeri Kinanah, Mesir. Yang mendapatkan gelar kehormatan sebagai Amiir al-Syuara (pemimpinnya para penyair), gelar ini dia dapatkan sebab dedikasinya dalam bersyair dan kefenomenalan syairnya di kalangan para sastrawan khususnya dan orang Arab pada umumnya.
Salah satu keindahan syair Ahmad Syauqi dalam memuji Nabi adalah saat mendiskripsikan keadaan kelahiran Nabi Muhammad saw. Mengutip dua bait dari qosidahnya yang berjudul Nahj al-Burdah
سَرَت بشائِر بالهادي ومولِده # فى الشرق والغرب مَسْرَى النور فى الظلم
تخطفتْ مُهَج الطاغين من عربٍ # وطيرت أنفسَ الباغين من عجم
Kabar gembira akan kelahirannya tersebar dari ujung timur hingga ujung barat bagai cahaya yang menerangi kegelapan
Hati orang-orang Arab yang dzolim menjadi takut dan jiwa orang-orang pemberontak dari kaum non-Arab pun menjadi gelisah dibuatnya
Pada bait di atas, terdapat metafor dengan bentuk majaz istiarah. Yang mana Ahmad Syauqi menggambarkan kelahiran nabi ini adalah sebuah tanda akan munculnya seorang utusan yang kelak akan memberikan petunjuk bagi-bagi orang-orang agar tidak tersesat dan bisa kembali ke jalan yang benar, dengan diibaratkan seperti pelita cahaya yang menerangi sebuah kegelapan dalam kebathilan.
Setelah itu, selanjutnya penyair menjelaskan akan keadaan para musuhnya, yaitu mereka para orang-orang dzolim dan orang-orang pemberontak. Di sana dijelaskan sebab kabar kelahiran sang Nabi, hati dan jiwa mereka menjadi gelisah dan takut dibuatnya. Karena mereka semua khawatir Nabi akan membawa perubahan di tanah Arab bahkan di luar Arab, dan pada akhirnya mereka serta kedzoliman dan kesesatannya semua akan tersingkirkan.
Selain syair di atas, Ahmad Syauqi juga menuliskan syair untuk mendiskripsikan kelahiran Nabi di dalam qosidah lainnya yang berjudul al-Hamziyah al-Nabawiyah;
ولد الهدى والكائنات ضياء # وفم الزمان تبسم وثناء
الرّوح والملأ الملائك حوله # للدّين والدنيا به بشراء
والعرش يزهو والحظيرة تزدهى # والمنتهى والسّدرة العصماء
Telah lahir sang (pembawa) petunjuk, maka semesta pun berpendar cahaya, demikian pula masa ikut tersenyum dan menyanjungnya
Jibril dan para malaikat mengelilinginya, bersamaan dengannya juga kebahagian bagi (penganut) agama dan (penghuni) dunia
Singgasana arsy begitu megah dan surga begitu mewah, serta sidaratul muntaha pula begitu kokoh
Lagi-lagi Syauqi menyebut cahaya, seakan-akan sosok Nabi ini tak bisa terlepas dari cahaya. Penggambaran dan majaz cahaya memanglah sangat sesuai dan pantas untuk disandingkan kepada nabi. Karena memang keberadaan Nabi bagaikan cahaya yang bersinar dalam kenyataannya maupun dalam kiyasannya. Kemudian Syauqi menambahkan dengan menyebutkan bahwa kelahiran sang Nabi ini adalah sebuah kabar bahagia yang tiada tara, dan untuk menggambarkan kebahagian yang sungguh dan sangat ini, dia menyebutkan masa atau zaman pun ikut dibuat berbahagia serta ikut menyanjung sang baginda.
Dan kali ini, bukan hanya cahaya saja yang Ahmad Syauqi sebutkan dalam bait-bait syairnya. Melainkan juga tempat-tempat mulia seperti asry, surga, bahkan sidratul muntaha. Seakan-akan Syauqi memberikan sebuah kode bahwanya di sini, nabi adalah sosok yang sangat mulia dan sudah sepantasnya dan selayaknya apabila disandingkan dengan penyebutan tempat-tempat yang mulia pula seperti asry, surga, bahkan sidratul muntaha.
Betapa indahnya, jika kita dapat membayangkan keadaan dimana saat itu nabi dilahirkan di dunia. Sosok yang mulia, seorang utusan yang menjadi pelita. Shollu alannabiy al-Musthafa.
No responses yet