Jakarta, jaringansantri.com – Kementerian Agama RI saat ini sedang mempersiapkan program untuk mengembangkan kajian dan penelitian manuskrip Nusantara. Hal ini sampaikan oleh Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin dalam Kajian Islam Nusantara Center (INC) di Rumah Dinas Menteri Agama, Widyacandra, Jakarta, Sabtu (07/04).
Lukman Hakim mengatakan “kita ingin mengembangkan Pusat Kajian Manuskrip Nusantara. Ini yang sedang kita persiapkan.”
“Kita punya pikiran bahwa mungkin kita tidak perlu menyaingi mereka yang jauh lebih dulu mengembangkan manuskrip. Seperti Turki, Mesi, dll,” imbuhnya.
Menurut Menag Kabinet Jokowi ini, pusat kajian yang akan didirikan akan mengambil distingsi yang lebih khas, urgen dan menjadi kebetuhan. “Kita mungkin tidak perlu mengumpulkan yang sudah dikumpulkan orang lain. Karena yanga sudah ada kita tinggal menyalin. tapi justru mencari yang belum ada,” ujarnya.
Titik tekan pada kajian ini, lanjut Lukman, bukan mengumpulkan melainkan melakukan kajian, bagaimana orang yang tidak memiliki kemampuan mendalam itu bisa menangkap pentingnya manuskrip. Perlu kajian sehingga orang paham, kenapa Islam yang berkembang di Nusantara ini memiliki ciri khas tersendiri, tidak sama dengan di tempat lain.
“Saya berharap betul, saya optimis karena sekarang anak-anak muda sudah sadar pentingnya manuskrip. ini tantangan yang luar biasa. Karena nilai-nilai Islam yang diaplikasin di Nusantatra ini, ternyata saat ini menjadi model bagi dunia untuk kemudian tidak hanya dikaji tapi juga diterapkan di tempat-tempat lain. oleh karenanya kajian manuskrip Nusantara menjadi sangat penting,” terang putra alm. KH. Saifuddin Zuhri ini.
Menag merasa, negara harus hadir dalam hal ini, khususnya Kementerian Agama. “Saya titip kepada yang sekarang menjadi rising star dalam bidang manuskrip. Harapan saya, siapapun menteri agamanya nanti, kajian manuskrip ini harus terus berkembang, karena ini sangat strategis,” pungkas Lukman Saifuddin.
Hadir sebagai pembicara dalam kajian tersebut, antara lain Prof. Dr. Oman Fathurrahman M.Hum (Staf Ahli Bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi Kemenag RI), Ah. Ginanjar Sya’ban (Direktur Islam Nusantara Center), Zainul Milal Bizawie (Sejarawan, penulis buku Masterpiece Islam Nusantara) dan Dr. Muhmmad Zain (Kapus Lektur dan Khazanah Keagamaan Balitbang-Diklat).
Kebijakan Menteri Lukman tersebut sangat tepat karena seiring dengan perkembangan minat kajian terhadap manuskrip. Sebagaimana dikatakan oleh Ah. Ginanjar Sya’ban bahwa sekarang ada gambar menggembirakan dari kajian kemanuskripan dan filologi.
“Dari tahun ke tahun minat kepedulian terhadap manuskrip sangat signifikan. Mulai ada banyak generasi muda yang perhatian terhadap khazanah manuskrip, setelah sebelumnya orang itu asing (terhadap manuskrip),” ujarnya.

Ah. Ginanjar Sya’ban (Direktur INC)
Dulu, menurut Ginanjar, banyak orang menganggap manuskrip itu seperti jimat. Tetapi mulia kesini banyak orang sadar kalau ternyata manuskrip itu selain sebagai sumber sejarah tertulis a+1 juga menjadi inspirasi, pijakan, identitas sumber ilmu pengetahuan yang telah dirancang oleh para pendahulu ulama Nusantara.
“Saya sangat optimis, saat ini proyek kebangkitan pemikiran peradaban Islam di Nusantara itu akan menemukan momentumnya ketika ia mulai menyandarkan diri, mengembalikan terhadap akar tradisinya yang itu bersumber dari manuskrip-manuskrip,” pungkasnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Oman Fathurrahman menyebutkan penelitiannya bahwa ada 18 kelompok bahasa Nusantara yang itu digunakan untuk menulis manuskrip. Aksaranya juga kaya. “Nah, manuskrip yang tertulis dalam keragaman bahasa itu, kebanyakan masih tersimpan di masyarakat yang kurang diperhatikan oleh Negara. Kita perlu empati pada para pemilik manuskrip itu,” ujarnya.

Prof. Dr. Oman Fathurrahman M.Hum
Oman menjelaskan, UU Cagar Budaya No. 11 tahun 2010, sudah mengamanatkan bahwa warga negara tidak boleh menjual manuskripnya ke luar negeri. Tapi negara perlu menyediakan semacam kompensasi. “Di Jepang, orang yang punya manuskrip wajib diberikan ke negara, sehingga terpelihara. Di Indonesia, kita lihat misalnya, saudara Masykur di Aceh, memiliki sekitar 400 an manuskrip di rumahnya,” tandas dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Seorang filolog Inggris, kata Oman, mengatakan bahwa studi manuskrip harus kembali ke Indonesia. Indonesia ini luar biasa, khazanah manuskripnya akan mewarnai khazanah keilmuan dunia.

Zainul Milal Bizawie
Sedangkan Zainul Milal Bizawie menambahkan bahwa banyak sekali sejarah yang belum terungkap, dan tersimpan dalam manuskrip-manuskrip Nusantara. Ia mengatakan “santri memiliki kuncinya dalam mengenalkan manuskrip. Sebuah manuskrip jika dipelajari non santri, tidak akan menemukan subtansinya. Mereka mungkin bisa membaca teks, tapi sulit mendapatkan ruhnya.”
“Makanya diperlukan banyak ilmuan santri. Sehingga manuskrip yang dibaca santri, pasti akan menemukan hikmah di dalamnya,” pungkasnya.(Zainal Abidin/Damar Pamungkas).

Ratusa Peserta Kajian berfoto bersama Menteri Agama
Comments are closed