Tangsel, Jaringansantri.com – Kenapa Tafsir Harus Dikritisi ? Kalau kita sadar bahwa Tafsir itu kan produk manusia. “Tafsir itu bukan Al-Qur’an, Tafsir juga bukan hadits,” Kata Dr. Muhammad Ulinnuha, di dalam diskusi buku karyanya berjudul ad-Dakhîl fi Tafsîr : Cara Mendeteksi Adanya Infiltrasi & Kontaminasi dalam Penafsiran Al-Qur’an. Islam Nusantara Center (INC), Sabtu 19 Oktober 2019.

Dekan Fak. Ushuluddin dan Dakwah IIQ Jakarta ini mengatakan bahwa manusia berfikir memahami ayat Al-Qur’an kemudian hasil pemahamannya itu dia tuliskan dalam sebuah karya. Karena tafsir itu produk manusia dan manusia mempunyai keterbatasan salam memproduksi tafsir. “Jadi kemungkinan salah itu pasti,” ujarnya.

“Tidak ada kebenaran mutlak dalam dunia penafsiran. Sebagaimana tidak ada kebenaran mutlak dalam wilayah ijtihadi,” imbuhnya.

Produk tafsir itu tidak tunggul. Dengan segenap keterbatasan mufassir. Keterbatasan akademik, afiliasi politik, kecenderungan pemikiran, background sosio-kultural. Tidak ada salahnya melakukan kritisi. Kalau tidak, jangan-jangan pembaca beranggapan bahwa tafsir itu mutlak benarnya.

Dalam menafsirkan Al-Qur’an, seorang mufasir kerap tersandera oleh pra-pemahaman dan latar belakang keilmuan serta ideologinya. Akibatnya, ia tidak mampu “membunyikan” Al-Qur’an secara objektif. Ketika objektivitas penafsiran tergadaikan, hasil penafsirannya akan jauh panggang dari api. Al-Qur’an tidak lagi dapat “berbicara” tentang dirinya, tapi justru semakin menjauh dari pesan-pesan universalnya.

Keadaan itu kian memprihatinkan ketika di dalam kitab-kitab tafsir ditemukan sejumlah sumber data penafsiran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, semacam riwayat isra’iliyat, hadis palsu, dan pendapat para pendahulu yang tak jelas asal-usulnya. Inilah yang dikenal dengan ad-dakhîl fi at-tafsîr (infiltrasi penafsiran).

Secara sederhana, ad-dakhîl dapat dipahami sebagai sebuah data yang tidak ada sangkut pautnya dengan tafsir Al-Qur’an, hanya saja dimasukkan—secara sengaja atau tidak—ke dalam kitab tafsir sehingga bagi pembaca (terutama awam) data tersebut dianggap sebagai bagian dari tafsir Al-Qur’an, padahal sejatinya tidak.

Lalu bagaimana cara mengetahui adanya ad-dakhîl dalam tafsir yang kita baca? Apa saja yang bisa dikategorikan ad-dakhîl dalam tafsir?
Simak penjelasan lengkapnya di chanel YouTube Islam Nusantara Center berikut :

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *