Seperti di tulisan sebelumnya, bahwa cinta itu muncul pada apa yg jadi kesenangan yg berdasarkan kesadaran dan penuh penerimaan secara lahir batin. Maka, cinta akan muncul lewat 2 kesadaran, sisi lahir dan batin.

Sisi lahir berarti mencintai berdasarkan apa yg direkam oleh panca indera. Melihat indahnya komposisi bentuk dan warna lewat mata, indahnya suara lewat telinga, lembutnya tekstur lewat kulit, wanginya bau lewat hidung, lezatnya rasa lewat lidah. Dari situ, muncul cinta.

Sisi batin berarti mencintai sesuatu lewat perasaan lembut yang ada pada kalbu. Adakalanya cinta karena menerima secara akal dan logika, adakalanya menerima karena disematkan nur hidayah, adakalanya lewat indera keenam.

Ini diisyaratkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW

حبب إلي من دنيكم ثلاث: الطيب والنساء وجعلت قرة عيني في الصلاة

“Ada tiga hal yang aku diberi kecintaan dalam urusan dunia kalian : macam-macam wewangian, wanita dan dijadikan penyejuk hatiku ada dalam sholat”

Hadits ini sebenarnya sedikit kontroversial kalo dibaca tanpa diberi penjelasan, kesannya Kanjeng Nabi itu mesum, padahal bukan itu yg dimaksud. Nanti kita coba bahas di tulisan terpisah.

Tapi yang ingin dikatakan Imam Ghozali lewat hadits ini adalah, wewangian dan wanita sebagai ibarat bahwa cinta itu bisa timbul lewat panca indera. Sedangkan sholat sebagai kenikmatan kalbu, menandakan bahwa kecintaan bisa lewat indera dalam batin.

Munculnya cinta lewat jalan batin itu jadi ciri khusus adanya sifat manusia yg punya perasaan halus. Sedangkan cinta kalo hanya muncul lewat jalan panca indera (lahir), itu mirip binatang.

Maka, sebagai manusia sempurna, selayaknya kita bisa memunculkan cinta itu secara lahir dan batin. Bisa melihat indahnya lewat mata dan merasakan indahnya secara batin. Barulah kita jadi manusia yg sempurna.

Kalau sekilas baca, mungkin kita akan mengernyitkan dahi. Seakan isi hadits ini menunjukkan sesuatu yg janggal, betapa hedon dan mesumnya sosok Kanjeng Nabi SAW. Apakah demikian?

Hadits ini diriwayatkan dalam banyak kitab hadits dgn beragam matan (teks) yg berbeda dan telah mendapat beragam penilaian dari banyak Imam Hadits. Seperti Imam Nasa’i yg menilai shohih li isnad, Imam Al Aqili yg menilai dhoif li isnad, Imam Hakim yg menilai jayyid dan lain-lain. Dan sebagian besar ulama hadits menilai hadits ini tidak ada masalah serius, baik dari segi matan maupun perowinya. Sehingga derajat haditsnya bisa dikatakan shohih dan mutawattir karena diriwayatkan banyak jalur.

Hadits yang diriwayatkan oleh shohabat Sayyidina Anas bin Malik RA ini kalo kita kaji lebih dalam, justru menunjukkan komitmen yang dibangun Kanjeng Nabi Muhammad SAW atas dua hal yg menjadi pondasi dasar agama yg disebut Imam Ar Rozi dalam Tafsir Ar Rozi, yaitu :

التعظيم لأمر الله والشفقة على خلق الله

“Memaksimalkan diri dalam melaksanakan perintah Gusti Allah dan membangun kepedulian atau kecintaan terhadap sesama makhluk”

Atau yg biasa kita sebut dgn Hablun minallah dan Hablun minan naas (hubungan dengan Gusti Allah dan hubungan dengan sesama makhluk). Juga menunjukkan betapa paripurnanya Kanjeng Nabi Muhammad SAW sebagai hamba Gusti Allah.

Makna yang terkandung sesuai dengan pemahaman ulama seperti Imam As Suyuthi, Imam Ibnu Hajar dan lain-lain terhadap hadits ini adalah :

  • 1. Bahwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW dilihat dari sisi kemanusiaannya, sangat wajar jika punya sesuatu yang dicintai, baik secara lahir maupun batin, selayaknya umumnya orang. Dan hal itu tidak mengurangi kemuliaan beliau sebagai pembawa wahyu Gusti Allah yang makshum, karena punya sesuatu yg dicintai itu sendiri bukan sesuatu yg tercela.

Dari sini terlihat bahwa mempunyai mahabbah atau kecintaan secara lahir batin adalah sunnah Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

  • 2. Kanjeng Nabi mencintai wewangian. Hal ini memberikan sebuah gambaran kesempurnaan aspek khilqiyyah (fisik) dari pribadi Kanjeng Nabi SAW. Di samping menyempurnakan akhlak, Kanjeng Nabi SAW juga sangat menjaga penampilan luarnya, di mana penampilan luar merupakan cerminan dari pribadi setiap orang.

Untuk mewujudkan kesempurnaan komitmen hablun minan nas, Kanjeng Nabi SAW memberi contoh kepada umatnya agar senantiasa menjaga kenyamanan orang yang ada di sekitarnya dengan menjaga penampilan fisik. Artinya, sunnah bagi orang Islam untuk berpenampilan menarik sehingga tampak keindahan Islam.

  • 3. Kanjeng Nabi SAW mencintai wanita. Hal ini mengajarkan beberapa faidah kepada umatnya, antara lain :
  • a. Bahwa timbulnya rasa cinta dari seseorang terhadap seorang wanita bukanlah hal yang tercela melainkan memang merupakan tabiat yang telah ditakdirkan Gusti Allah ada dalam diri tiap hamba-Nya atau sunnatullah. Selain itu, Kanjeng Nabi ingin mencontohkan bahwa rasa cinta pada makhluk itu wajar dan tidak terlarang.
  • b. Sebagai laki-laki normal, tentu Kanjeng Nabi SAW mencintai wanita. Selain itu, di hadits lain disebut juga beliau mencintai anak yatim, orang miskin dan orang yang lemah. Artinya, penyebutan cinta wanita di sini bukan berarti Kanjeng Nabi mesum. Tapi untuk menyebut identitas beliau sebagai manusia yang ditakdirkan sebagai laki-laki. Lewat hal ini, beliau seakan dawuh bahwa laki-laki sunnatullah mencintai wanita.
  • c. Cinta Kanjeng Nabi SAW pada wanita pun bukan cinta secara syahwat kebinatangan, Kanjeng Nabi SAW tidak seperti itu. Terbukti bahwa selama di Mekkah, beliau hanya punya satu istri yaitu Sayyidah Khodijah RA.

Melainkan cinta wanita itu ditujukan untuk kebaikan agama, melahirkan generasi yang kuat dan menjadikan wanita sebagai kaum yang kuat. Semua itu harus didukung cinta dan kasih sayang kaum lelaki. Seperti kakeknya, ayahnya, saudara laki-lakinya, suaminya dan lain-lain.

Tanpa dukungan dan cintanya laki-laki, wanita tidak akan bisa membangun kebaikan dunia akhirat sendirian. Begitu juga laki-laki, tanpa cintanya wanita pada laki-laki, tidak akan bisa membangun kebaikan. Maka sudah jadi kebutuhan bahwa laki-laki dan wanita harus saling mendukung dan saling mencintai. Semua ini adalah gambaran komitmen hablu minan nas.

  • d. Lewat dawuh mencintai wanita ini, Kanjeng Nabi seakan dawuh bahwa mencintai wanita adalah sunnahku dan jangan sampai wanitamu kehilangan cintamu. Di jaman ini, di berbagai tempat, banyak kasus wanita kehilangan jati dirinya sebagai manusia yg utuh karena kehilangan sosok ayah atau suami yg kurang mencintai wanitanya. Sehingga wanita sering jadi sasaran kekerasan fisik maupun mental.

Hal ini jadi biang penyakit mental para wanita sehingga wanita itu pun terhalang untuk ikut berkontribusi dlm membangun kebaikan dunia.

  • 4. Kanjeng Nabi SAW mencintai sholat sebagai penyejuk hatinya. Ini adalah realisasi dari komitmen hablu minallah. Komitmen itu ialah memaksimalkan diri dalam melaksanakan segala perintah Gusti Allah.

Adapun penggunaan lafadz sholat dalam hadits ini dikarenakan sholat merupakan sebentuk munajat (bisikan) yang mewakili usaha seorang hamba dalam membangun relasi dengan Tuhannya. Dan melaksanakan sholat secara sempurna merupakan sebentuk pengoptimalan diri dalam melaksanakan perintah Gusti Allah.

Namun, hal terpenting yang perlu diketahui adalah, tujuan disampaikannya “wa ju’ilat qurrotu ‘ainy fis sholah” setelah Kanjeng Nabi SAW menyampaikan kecintaannya terhadap wanita dan wewangian, adalah untuk menjelaskan bahwasannya kecintaan beliau terhadap dua hal itu tidak pernah sedikitpun memalingkan Kanjeng Nabi SAW atas kewajiban beliau dalam menyampaikan risalah dan menggeser kecintaan beliau yang hakiki terhadap Gusti Allah Ta’ala.

Nah, itulah penjelasan dari hadits yang di atas. Jadi tidak betul bahwa hadits ini menunjukkan Kanjeng Nabi gila dunia dan gila wanita. Justru hadits tersebut punya makna dalam sekali. Terutama jadi teladan bagi kita untuk harus punya komitmen untuk mencintai Gusti Allah (hablu minallah) dan mencintai makhluk-Nya (hablu minan nas) karena itu juga perintah Gusti Allah Ta’ala.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *