Jika Raja Aji Melayu disebut sebagai peletak dasar atau perintis cikal bakal Kerajaan Sintang di Sepauk dan Raja Jubair Irawan I sebagai peletak dasar berdirinya Kerajaan Sintang dengan dialihkan pusat kekuasaannya dari Sepauk, maka Abang Nata merupakan raja pertama Sintang yang bergelar sultan, ia memerintah dalam tahun 1672-1737. Dalam masa pemerintahannya ia mendirikan masjid pertama di kerajaan ini yang hingga sekarang dikenal dengan nama Masjid Jami Sultan Nata yang letaknya berdampingan dengan bekas Istana Panembahan Sintang di Kapuas Kiri Hilir. Masjid ini dibangun sejak 12 Muharram 1083 H, dan Sultan Nata juga merupakan raja Sintang yang mula-mula menyusun silsilah Kerajaan Sintang serta memerintahkan penyusunan Undang Undang Kerajaan dan Hukum Adat.
Sultan Nata menikah dengan Putri Dayang Mas Kuma putri dari Raja Sanggau. Pasangan ini dikaruniai seorang putra bernama Ade Abdurrahman atau dikenal dengan Abang Pikai.Wafatnya Sultan Nata atau Sultan Nata Muhammad Syamsuddin, maka kemudian naik tahtalah putranya Ade Abdurrahman atau Abang Pikai dengan bergelar Sultan Abdurrahman Muhammad Jalaluddin atau dikenal juga sebagai Sultan Aman Muhammad Jalaluddin (1737-1773). Ia beristri seorang putri Panembahan Sanggau saudara dari Panembahan Muhammad Thahir Mangku Negara yang bernama Utin Purwa. Mereka dikaruniai dua orang anak, masing-masing bernama Raden Mahmud dan Ade Abdurrasyid. Raden Mahmud dikaruniai anak masing-masing bernama Ade Hasan Pangeran Kuning Suryapati, Abang Abas Pangeran Aria Perwira Negara, Ade Muhammad Jun Pangeran Ratu Idris Kusuma Negara, Ade Muhammad Pangeran Anom Mangku Negara III, Ade Cuwit dan Ade Bungsu.
Adapun Pangeran Kuning Suryapati mempunyai tiga orang putra masing-masing bernama Ade Ahmad Arif Pangeran Muda Perkasa Alamsyah Setia Negara, Ratu Pati Dayang Segandariyah permaisuri Sultan Muhammad Jamaluddin II, dan Abang Salam Raden Laksemana.
Di masa pemerintahan Sultan Aman, disebutkan telah datang ke wilayah Kerajaan Sintang dua orang mubaligh penyiar ajaran Islam, masing-masing bernama Rajo Dangki dari Pagaruyung dan Penghulu Abas dari Aceh. Selanjutnya, sebagai pengganti Sultan Aman diangkatlah putra keduanya, yaitu Ade Abdurrasyid dengan gelar Sultan Abdurrasyid Muhammad Jamaluddin I atau Sultan Acip Muhammad Jamaluddin (1773-1783). la beristrikan putri Raja Sanggau saudara dari Pangeran Usman Paku Negara bernama Utin Habibah atau Utin lbut. Sebagai pengganti setelah Sultan Acip mangkat diangkatlah putra sulungnya yang bernarna Ade Nuh Pangeran Ratu Muhammad Kamaruddin yang bergelar Sultan Muhammad Kamaruddin (1783-1822).
Di masa pemerintahannya, kolonial Belanda mulai menginjakkan kaki kekuasaannya di Kerajaan Sintang (1822) yang ditandai dengan kedatangan Komisaris West Kust van Borneo JH Tobias. Sultan Muhammad Kamaruddin dikaruniai empat orang anak, masing-masing Gusti Jamaddin Pangeran Kusuma Dilaga, Gusti Muhammad Yasin Pangeran Adipati Muhammad Jamaluddin Surya Negara, Abang Abubakar Pangeran Laksemana dan Abang Abdullah Raden Prabu Cakra Negara.
Sebagai pengganti Sultan Kamaruddin diangkatlah putra keduanya yaitu Gusti Muhammad Yasin sebagai Raja Sintang selanjutnya dan bergelar Sultan Muhammad Jamaluddin II (1822-1855). Semasa hidupnya ia dikaruniai sebelas orang anak. Masing-masing Adi Abdurrasyid, Putri Mas Setari, Putri Mas Suma, Raden Nata Pangeran Bendahara Setia Negara, Ade Mahmud, Gusti Harma, Ade Hamah, Gusti Muhammad Isa Pengeran Temenggung Setia Agama, Gusti Muhammad Ali Pangeran Cakra Setia Yudha, Abang Idin Pangeran Adipati Surya Nata dan Haji Gusti Muhammad Uyub Pangeran Bupati Anom Wijaya.
Sebagai pengganti Sultan Jamaluddin II diangkatlah putra pertamanya yang bernama Ade Abdurrasyid dan kemudian bergelar Panembahan Abdurrasyid Kusuma Negara I (1855-1889). Dikaruniai tiga orang anak, masing-masing Abang Ismail, Abang Mahdar Pangeran Putra Setia Muda dan Dayang Ibut yang menjadi istri Pangeran Kusuma Anom dari Nanga Suhaid. Abang Mahdar Pangeran Putra Setia Muda mempunyai seorang putri bernama Ratu Mas Salmiyah.
Sebagai pengganti Panembahan Abdurrasyid diangkatlah Abang Ismail yang bergelar Panembahan Muda Ismail Kusuma Negara Il (1889-1905). la dikaruniai tiga orang anak, masing-masing bernama Mas Ratna Wilis menjadi permaisuri Raja Belitang yang bergelar Ratu Pangeran Adipati Wira Negara. Gusti Adi Abdul Majid atau Ade Osman bergelar Pangeran Ratu Kusuma Negara dan Ade Abdul Azis bergelar Pangeran Adipati Putra Kusuma.
Setelah wafatnya Panembahan Muda Ismail Kusuma Negara II, diangkatlah putra keduanya yaitu Gusti Adi Abdul Majid sebagai pengganti dan bergelar Panembahan Haji Gusti Adi Abdul Majid Kusuma Negara III (1905-1913). Mendampinginya memerintah, saudaranya yang bernama Ade Abdul Azis Pangeran Adipati Putra Kusuma diangkat sebagai Pangeran Bendahara Sri Negara. la dikaruniai tiga orang anak, masing-masing bernama Raden Abdurrahman Panji Negara, Raden Abdul Bachri Danu Perdana dan Raden Syahdan Syahkobat.
Oleh karena Panembahan Haji Gusti Abdul Majid Kusuma Negara III tidak mau bekerjasarna dengan Belanda dan menolak tegas untuk menandatangani kontrak pendek kerajaan atau Korte Verklaring disertai penolakan pelaksanaan kerja rodi (heerendients) kepada rakyat Sintang, Belanda menganggapnva telah menentang pemerintahan dan kekuasaan kolonial. Oleh karena itu, Panembahan Majid kemudian diberhentikan dari tahtanya dan kemudian diasingkan ke Bogor Jawa Barat. Untuk menggantikannya sebagai panembahan, diangkatlah putra tertuanya yaitu Raden Abdurrahman Panji Negara. Namun pada ketika itu usianya masih belum mencukupi, maka untuk sementara waktu kekosongan tahta dijabat oleh Ade Muhammad Djun salah seorang putra dari Haji Gusti Muhammad Isa Pangeran Temenggung Setia Agama, sebagai Wakil Raja dan bergelar Wakil Panembahan Ade Muhammad Djun.
Ade Muhammad Djun memerintah tahun 1914-1934. Setelah wafat, maka diangkatlah putra kedua dari Panembahan Majid, yaitu Raden Abdul Bachri Danu Perdana sebagai Raja Sintang dan bergelar Panembahan Raden Abdul Bachri Danu Perdana Kusuma Negara IV (1934-1944). la beristrikan putri Sultan Sarnbas saudara dari Sultan Muhammad lbrahim Tsafiuddin yang bernama Raden Fatimah Zuhra. Di masa pendudukan militer Jepang, dalam tahun 1944, Panembahan Danu Perdana beserta kerabat keluarga Kerajaan Sintang lainnya menjadi korban kekejaman fasis militer yang dikenal dengan sebutan sebagai korban penyungkupan atau Peristiwa Pembantaian Massal di Mandor.
Kemudian diangkat Ade Mohammad Johan, berkuasa dari 1946-1949, beriringan dengan daerah Sintang menjadi swapraja dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
No responses yet