Ngaji Kepada Madinatul Ilmi

“Barang siapa yang dikehendaki Allah sebagai orang baik, maka dia akan difahamkan dalam masalah agama” Al-Hadist, salah satu ciri seseorang ditakdirkan menjadi orang baik, dia akan diarahkan oleh Allah untuk belajar agama. Kyai Habib faham bahwa setiap orang memiliki jalannya masing-masing untuk menjadi orang baik. Dan jalan yang ditempuh beliau adalah ikut ngaji kepada madinatul ilmi, Kyai Idris Kamali.

Kyai Habib mengikuti halaqoh-nya Kyai Idris semenjak beliau lulus dari Aliyah, tahun 1967. Untuk ikut ke halaqoh yang istimewa itu calon santri harus terlebih dahulu sowan langsung kepada Kyai Idris. Habib remaja pun juga sowan menghadap sang kyai, meminta izin agar diperkanangkan ikut ngaji. Karena beliau memiliki himmah dan semangat yang tinggi, apapun yang diperintahkan oleh romo kyai, beliau siap men-jalankan-nya, “Sam’an wa thoa’atan”. Syarat dan aturan begitu ketat dan banyak, beliau dengan lapang dada siap untuk dijalankan dan dilakukan. Alhamdulillah, beliau diperbolehkan romo kyai untuk ikut dengan syarat dan peraturan yang harus dipenuhi.

Khidmah kepada Kyai merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi para santri. Kefahaman ilmu itu bisa diperoleh dengan belajar, sedangkan keberkahan dan kemanfaatan ilmu itu hanya bisa diperoleh dengan cara khidmah, kata salah satu ahli hikmah. Kyai Habib juga ingin mengabdikan diri kepada romo kyai. Mungkin sebab pengabdiannya itulah ilmu yang diperoleh bisa barokah dan manfaat. Beliau mengajukan diri untuk menjadi abdi guna membantu apapun yang kyai butuhkan dan diperintahkan. Pada akhirnya beliau diberi tugas untuk mengambil, membawakan, dan mengembalikan kitab yang akan dikaji oleh Romo Kyai. Kitab-kitab yang dibuat pegangan kyai adalah kitab-kitab syarah dan Hasyiyah. Seperti, Fathul Bari syarah Sohih Bukhori, Al-Minhaj syarah Sohih Muslim, As-Showi syarah Tafsir Jalalain, Asymuni atau Shobban syarah Alfiyah Ibnu Malik, Al Majmu’ syarah Al-Muhadzab dan kitab-kitab yang lain. Semua kitab tersebut harus dipersiapkan sebelum romo kyai menyimak bacaan muridnya. Dengan senang hati, semangat, dan hanya mengharapkan ridho sang guru, beliau lakukan aktivitas pengabdian-nya itu setiap hari dalam beberapa tahun. Itupun beliau merasa kurang, karena apa yang telah diberikan romo kyai kepada beliau itu tidak ada bandingannya.

Di dalam Halaqohnya Kyai Idris, Kyai Habib lebih tertarik untuk belajar Tafsir dan Hadits. Untuk Nahwu, Fiqh, Tauhid dan fan ilmu yang lain, beliau belajar kepada masyayikh lain. Fokus beliau dalam dirosahnya kepada Kyai Idris hanya seputar kitab-kitab Tafsir dan Hadist. Kitab tafsir yang dikaji, seperti Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Bagowi, Tafsir Baidlowi, Tafsir Ibnu Abbas, Tafsir Al-Khozin, Tafsir Nawawi, dan kitab Tafsir yang lain. Dalam kitab Hadis beliau belajar Kutub as-Sittah (Sohih Bukhori, Sohih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, sunan Ibnu Majah). Adapun waktu pengajiannya bersama Kyai Idris: setelah Dhuhur diisi dengan kajian kitab-kitab Tafsir. Dan pada pagi hari diisi dengan kitab-kitab Hadits. Dan khusus untuk malam hari setelah sholat Isya digunakan untuk Musyawarah.

Kitab-kitab tersebut itu bukan hanya sekali khatam, tapi berkali-kali khatam. Yai Habib pernah berkata, “Mbah Yai Idris kadang setahun iso ngatamno Bukhori ping limo”. Tidak mungkin hanya satu kali khataman bisa faham seluruh isinya, pasti butuh dikaji kedua, ketiga dan seterusnya agar betul-betul faham. Walaupun sudah pernah khatam suatu kitab, kalau ada pengajian kitab itu lagi, beliau ikuti kembali. Tidak merasa cukup atas ilmu yang sudah dimiliki dan merasa bodoh itulah salah satu tanda orang yang memiliki sifat nabi, fathonah; cerdas.

Pada tahun 1972 Kyai Idris bersama Kyai Karim Hasyim dan Kyai Shobari melaksanakan ibadah Haji. Tahun itu adalah tahun perpisahan antara Romo Kyai dan para santrinya. Dikarenakan sang Madinatul ilmi harus kulakan ilmu lagi di Makkah, konsekuensinya harus muqim di kota suci Makkah dan meninggalkan Tebuireng. Para santri serta Kyai Habib pasti sedih sekali tidak bisa istifadah kembali kepada Kyai Idris.

Guru-Gurunya

Belajar agama diharuskan belajar kepada guru yang mempunyai sanad keilmuan yang tersambung hingga Rasullullah SAW. Harus jelas sanad dan dari siapa dia mengambil ilmu tersebut, dikarenakan ilmu itu bagian dari Agama. Jangan sembarang mengambi ilmu dari seseorang, harus jelas sanadnya. Ibnu Mubarak berkata, “Sanad itu bagian dari agama, seandainya tidak ada sanad, orang akan berbicara apapun sesukanya”. Hadrotusy Syaikh Hasyim Asy’ari sangat mewanti-wanti mengambil ilmu agama secara otodidak tanpa belajar kepada guru. Beliau menyetir dawuhnya Imam Syafi’i, “Barang siapa belajar langsung dari kitab (tanpa guru), maka ia benar-benar telah menyia-nyiakan hukum (agama)”.

Pentingnya guru yang bisa mendidik, membimbing, mengarahkan, dan mengajar, hingga hati terdalam Kyai Habib tergerak untuk memilih belajar di Tebuireng. Beliau masuk di Tebuireng pada kala itu masih dikelilingi santri-santri Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari yang tak diragukan lagi kualitas keilmuannya. Seperti, Kyai Idris Kamali, Kyai Kholiq Hasyim, Kyai Syansuri Badawi, Kyai Yusuf Hasyim, Kyai Shobari, Kyai ‘Adlan Aly dan puluhan kyai-kyai yang lain.

Habib pun tidak meninggalkan kesempatan emas ini, beliau serap semua lautan keilmuan masyayikh dengan mengikuti pengajian nya. Beliau belajar ilmu alat dan Alfiyah kepada Kyai Syaerozi. Ibnu Aqil dan Dahlan Alfiyah dipelajarinya kepada teman yang dianggap beliau sebagai guru, Kyai Ishaq Lathif. Tafsir Jalalain, ‘Uqudul Juman, Alfiyah Suyuti, Tajrid Sorih dipelajarinya dari Kyai Shobari. Ilmu Fiqh beliau pelajari dari Kyai Syansuri Badawi dengan kitab Fathul Muin, Fathul Wahhab, Al-Muhadzab, Al-Mahally, Al-‘Iqna’, Qulyubi wa Umairoh, selain kitab-kitab Fiqh juga mengambil Tafsir Al-Baidlowi, Tafsir Nawawi, Sohih Bukhori, Sohih Muslim, dan Ihya Ulumuddin. Dari Kyai ‘Adlan mengambil Al-Qur’an, Fathul Qorib, Minhajul Qowim dan Al-Muhadzab. Tafsir Jalalain juga dipelajarinya kepada Kyai Kholiq Hasyim. Selain kepada mereka semua juga belajar kepada Kyai-kyai yang lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Semua guru nya Kyai Habib memiliki reputasi keilmuan yang mumpuni, juga memiliki sanad yang tersambung hingga pemilik syariat ini, Rasullullah SAW. Dengan beliau riyadhoh, tirakat, dan susah payah ketika belajar, maka ilmu yang diperoleh dan dihasilkan akan berbeda dan terasa nikmat. Kyai Yusuf Hasyim pernah menyampaikan, “Menuntut ilmu itu jangan takut susah dan payah, Karena ilmu yang diperoleh dari susah payah, akan lebih nikmat untuk dirinya dan kepada orang lain yang menerimanya”.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *