Pada Bulan September  2019, rombongan ki Ageng Ganjur melakukan Roadshow di Belanda dan Aljazair. Di Belanda Ganjur menggelar dua kali konser di panggung utama event Festival Rakyat Pandora (Pasar Indonesia Raya) dan memberikan workshop musik tradisional Indonesia kepada para pengunjung selama event berlangsung. Reoadshow ki Ageng Ganjur kali ini merupakan persembahan dari fak. Islam Nusantara, KBRI Belanda dan al-Jazair dengan dukungan dari PBNU dan BCA. Suatu perjalanan menembus batas budaya untuk menebar damai dan mewujudkan Islam yang membahagiakan semua orang sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi dan sejaknya diikuti oleh para ulama Nusantata. Semoga perjalanan mengenalkan Islam Nusantara yang damai, toleran dan enjoy ini berjalam lamvar dan sukses, membawa manfaat dan berkah.

Festival Pandora merupakan event kebudayaan terbesar yang diselenggarakan di Den Haag atas prakarsa KBRI  Belanda. Dalam event ini ditampilkan berbagai ragam kesenian Nusantara, kuliner sampai produk kreatif.  Event yang berlangsung dari tanggal 13 sd 15 sept ini dikunjungi oleh ribuan orang. Tidak hanya warga negara Indonesia, tetapi juga masyarakat Belanda dan warga negara lain yang ada di Den Haag. Bahkan banyak pengunjung yang datang dari luar kota Den Haag.

Saat tampil di panggung utama, ganjur membawakan beberapa lagu daerah Nusantara dengan aransemen kolaboratif tradisonal kontemporer yang bernuansa etnik, jazz, rock, swing sampai dangdut. Komposisi seperti ini segaja dipilih untuk menunjukkan ragam seni budaya Indonesia sekaligus untuk memenuhi selera pengunjung yang beragam. Melalui komposisi musik yang variatif selera pengunjung yang beragam bisa terpenuhi bisa terpemuhi.

Selain untuk memperkenalkan budaya Nusantara dikalangan masyarakat Eropa, penampilan Ganjur kali ini juga untuk menghibur masyarakat Indonesia yang ada di Belanda. Mengobati rasa rindu terhadap kampung halaman agar tetap tertanam semangat mencintai tanah air.

Dalam event ini, Ganjur memberikan workshop musik tradisional Indonesia, meliputi gamelan (saron), sitar/kecapi, kendang dan suling. Workshop akan diberikan oleh para musisi Ganjur yang berkolaborasi dengan kang Iman Jimbot, seorang musisi Sunda yang sudah go Internasional. Workshop ini dibuka pada jam-jam tertentu di booth khusus yang ada di lokasi event Festival Pandora. Di sini para pengunjung yang berminat bisa berlatih musik tradisional Indonesia selama beberapa jam. Setelah itu para peserta diajak praktek  berkolaborasi dengab musisi Ganjur dan Iman Jimbot. Workshop diberikan secara gratis.

Sedangkan di Al-Jazair Ganjur tampil di Univ. Emir Abdulkaddir, Konstantin. Selain pentas Ganjur, di kampus ini juga dilaksanakan diskusi mengenai pemikiran Soekarno dan pengaruhnya terhadap al-Jazair. Seminar ini dihadiri oleh Rektor Univ. Emir Abdelkader, Dubes RI untuk al-Jazair dan para dosen serta mahasiswa. 

Selain di kampus Emir Abdelkader, Ganjur juga main dalam event kejuaraan Pencaksilat Pagar Nusa perebutan piala Dubes dan acara Eksekutif Meeting KBRI.

Universalitas Musik Dan Martabat Bangsa

Di  Belanda, pada 13 Sept 2019 merupakan jadwal pertama ki Ageng Ganjur melaksanakan workshop. Mulanya kami agak pesimis saat akan memulai workshop musik tradisional Indonesia di event pasar rakyat Pandora, Den Haag. Rasa pesimis ini muncul karena kami memberikan worshop musik tradsional di kalangan masyarakat Eropa yang modern.

Saat para crew setting alat para pengunjung melihat alat-alat musik yang kami pasang dengan tatapan aneh. Ada yang heran dan penasaran, namun ada juga yang berbinar senang karena melihat alat musik yg pernah mereka lihat dan dengarkan namun sudah lama mereka tinggalkan karena merantau di negeri orang. Mereka melihat saron, kecapi, suling dan kendang seperti melihat masa lalu yang telah terlubur waktu.

Suasana gedung de Broodfabriek di Rijkswijk Den Haag yang menjadi tempat pelaksanaan event Pandora sudah mulai rame. Para pengunjung mulai berdatangan secara bergelombang. Para orang tua  yang sudah lanjut usia berdatangan dengan pasangan. Beberapa pasangan muda mengajak anak-anak dan pasangannya. Bahkan anak-anak muda juga secara berkelompok datang dengan teman sebaya. Mereka bukan saja orang-orang Indonesia tapi juga orang Eropa yang menjadi pasangan hidup orang Indonesia dan anak-anak muda Eropa.

Untuk menarik perhatian pengunjung, para musisi Ganjur yg berkolaborasi dengan Iman Jombot segera memainkan musik. Di luar dugaan, begitu musik dimainkan perhatian pengunjung langsung teruju pada stand workshop Ki Ageng Ganjur yang letaknya persis di samping pintu masuk. Mereka mulai terbawa alunan musik kecapi, kendang yang dirangkai dengan suara seruling dan saron. Beberapa diantaranya mulai bergerak mengikuti irama meski terlihat masih malu-malu.

Suasana menjadi semakin meriah ketika Hastuti, vocalis Ganjur dan Mell Shandy, sang lady rocker Indonesia mulai membawakan lagu tradisional, mulai Es Lilin, Caping Gunung, Imaginnya John Lennon sampai lagu dangdut dan campur sari. Sontak suasana berubah. Seperti membangunkan orang tidur, tanpa dikomando para pengunjung langsung turun joget bersama. memenuhi lantai yang ada di depan stand worshop. Para lansia, anak muda sampai anak kecil semua berjoged.

Melihat suasana yang makin meriah dengan antusiame pengunjung yang tinggi, rasa pesimisme kami langsung lenyap. Setelah larut dalam kegembiaraan bersama, kami mengajak pengunjung untuk berlatih menabuh gamelan dan memainkan alat musik tradisional yg ada. Di luar dugaan mereka menyambut tawaran ini secara antusias. Mulai para lansia, pemuda sampai anak2 bergiliran mengikuti workshop. Mereka semakin tertarik dan excited ketika diajak berkolaborasi memainkan gamelan bersama Ganjur.

Selain menabuh gamelan para pengunjung juga bisa berfoto dengan memakai baju tradisional Nusantara yang disediakan oleh crew Ki Ageng Ganjur. Wajah mereka berbinar bahagia saat berpose dengan jarit, surjan dan baju kebaya sambil mengenakan caping.

Dari sini terlihat jelas, bahwa musik adalah bahasa universal. Keberagaman dan perbedaan yang ada pada saat itu tersatukan oleh alunan musik. Berbagai sekat yang ada lebur dalam kegembiraan bersama menikmati musik. Komunikasi yang tersendat menjadi lancar melalui musik.

Ada satu kebanggaan dan rasa percaya diri ketika kami bisa melatih orang-orang Eropa bermain gamelan. Di sini kami merasa sejajar dengan mereka. Ini artinya kebudayaan telah mampu mengangkat kita, bangsa Indonesia menjadi sejajar dengan bangsa Eropa. Kita bisa menjadi pelatih, guru dan mentor bangsa Eropa yang sudah maju untuk berlatih seni budaya yang eksotik dan dikagumi bangsa lain. 

Berkaca dari peristiwa ini saya jadi berpikir, betapa naifnya orang yang tega mencampakkan budayanya sendiri agar terlihat modern dan maju. Sudah selayaknya kita menjaga dan mengembangkan khazanah seni budaya secara kreatif. Karena seni budaya terbukti tidak saja menjadi sumber kreatifitas yang dikagumi bangsa lain tetapi juga bisa meningkatkan martabat sehingga kita bisa sejejar dengan bangsa lain.

Musik Nusantara, Buat Bangga Jadi Indonesia

Di tengah saling sengkarut perdebatan anak bangsa yang nyaris tanpa henti aku menemukan kebersamaan dan persaudaraan yang menyenangkan di event Panggung Rakyat Pandora, Den Haag. Di sini semua orang bahagia dan gembira bersama. Mereka bebas berekspresi dan menuangkan perasaan rindu tanpa harus terganggu hiruk pikuk  atau dicurigai menjadi bagian yang pro atau kontra dari perdebatan yang sedang tejadi.

Rasanya belum lagi kering luka hati bangsa yang terbelah akibat Pilpres, kali ini bangsa (masyarakat) Indonesia disibukkan dengan perdebatan mengenai revisi UU KPK. Dan seperti halnya perdebatan saat Pilpres,  perdebatan kali ini juga sarat dengan tuduhan, cacimaki, nyinyir bahkan hoax. Dalam suasana seperti ini siapa saja bebas bicara meski tanpa memahami duduk perkara. Bumbu agama juga digunakan untuk mempertajam perdebatan. 

Jika sudah demikian benar-salah dan baik-buruk kembali tersamar karena berbaur dalam retorika dan sama2 terbungkus topeng suci. Yang muncul selanjutnya adalah garis pemisahkan antar kelompok yang pro dan kontra. Garis itu semakin tebal dan kuat karena dipupuk dengan prasangka dan kepentingan masing2 pihak. Meski tidak terlihat dan tidak berbentuk, namun garis itu ada dan nyata karena jelas terasakan.

Roadshow Ki Ageng Ganjur ke Belanda dan Aljazair kali ini menjadi semacam jeda waktu (pouse time) bagi kami menikmati hiruk pikuk perdebatan. Di Belanda kami menemukan wajah-wajah ceria warga Indonesia. Ini terjadi karena mereka tidak terjebak dalam perdebatan yang membuat mereka tersekat. Musik dan budaya Nusantara telah menyatukan mereka dalam satu rasa gembira secara bersama-sama.

Kami tidak tahu harus bersukur katika terlepas dari arus perdebatan yang kelihatannya tidak menyediakan ruang tengah sebagai titik temu itu. Kami juga tidak tahu apakah kami harus meratap karena tidak ikut dalam perdebatan yang sepertinya sangat penting ini, karena  menentukan masa depan dan nasib bangsa.

Tapi yang jelas di tempat ini, kami merasa bangga menjadi warga bangsa Indonesia. Lebih2 ketika kami bethasil menyuguhkan pertunjukan yang bisa menarik perhatian bangsa lain dan membuat mereka tetpesona pada Indonesia. Di pasar malam Pandora kami tidak saja membawakan lagu-lagu klasik tradisional yang diramu dengan komposisi jazz dan rock kontemporer, dengan iringan gamelan, tapi juga menampilkan lagu-lagu dangdut yang khas Indonesia.

Yang menarik, tidak hanya warga Indonesia yang larut dalam irama dangdut, para bule juga ikut bergoyang dalam alunan dangdut. Malam itu kami merasa bangga dan tersanjung katika berhasil menunjukkan pagelaran musik yang bisa menarik warga Eropa. Mereka tertegun ketika Ganjur membawakan lagu Es Lilin dan Caping Gunung dengan sentuhan jazz dan blues. Dan menjadi lebih antusias ketika membawakan What’s up dari Blondes dan Imaginenya John Lennon dengan nuansa sunda. Penonton perdecak ketika di tengah lagu tersebut kang Jimbot demo kendang Sunda yang ngejamp dengan piano klasiknya mas Iyan Ganjur.

Saat membawakan lagu medley Nusantara yang merangkum lagu-lagu daerah dari Sabang sampai Merauke, penonton tidak hanya semangat mengikuti lagu, tapi banyak diantara mereka yang terharu karena tersentuh hatinya dengan lagu2 tersebut. Selama dua kali penampilan Ganjur di panggung utama Pandora Ganjur, penonton terus berjoged, bernyanyi dan bergembira bersama sambil meneriaakkan cinta Indonesia.

Selain bangga kami juga sangat terkesan dengan apresiasi dan respon penonton. Mereka datang benar-benar hanya ingin menikmati pertunjukan. Tak ada kegaduhan apalagi tawuran seperti penonton di Indonesia. Padahal suasana gedung pertunjukan sangat padat oleh penonton yang berjoged. 

Yang lebih menarik adalah soal keamanan. Dua orang musisi ganjur HPnya terjatuh saat menuju panggung dan tas saya ketinggalan di panggung. Dan semua ini baru disadari saat kami berada di ruang transit artis menunggu jemputan. Dengan rasa panik, kami segera lapor panitia, apalagi dalam tas yang tertinggal itu ada paspor. Tidak sampai satu jam panitia melakukan penelusuran, semua barang2 itu diketemukan dan kembali utuh. Saya tidak bisa membyangkan kalau hal ini terjadi di Indonesia.

Setelah pertunjukan kami merasa lega. Meski kami tidak ikut dalam perdebatan soal revisi UU KPK tapi kami juga tetap berpartisipasi dalam menjaga keutuhan bangsa melalui cara yang lain. Melalui seni bidaya kami telah berusaha membangun kesadaran warga Indonesia untuk tetap bangga menjadi Indonesia, meski hanya sebatas mengumandangkan musik Nusantara di manca negara.

 

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *