Al-Imam Junaidy Al-Baghdadi merupakan salah seorang pembesar sufi terkemuka yang pernah hidup di kisaran abad ke-8 hingga 9 Masehi. Beliau seorang ulama ahli Fiqh yang pernah menjabat jabatan Qadhi di Kota Baghdad, Irak, sebelum akhirnya menjalani jalan sufistik sebagai seorang sufi yang memiliki martabat kewalian yang tinggi.

Pernah suatu ketika, Imam Junaidy Al-Baghdadi berjumpa dengan seorang Bahlul, yang perilaku dan penampilannya seperti orang gila. Ketika berjumpa dengan ulama terkemuka itu, si bahlul mengajukan sebuah pertanyaan.

“Siapa kamu?” tanya si Bahlul.

“Aku Imam Junaidy al-Baghdadi!”

“Apa pekerjaanmu?” tanyanya lagi.

“Aku membimbing dan mendidik murid-muridku ini,” jawab Imam Junaidy Al-Baghdadi yang menegaskan beliau seorang guru dan ulama besar.

“Kalau begitu, kamu pasti tahu adab makan?” tanya si Bahlul itu.

“Ya. Aku tahu!” jawab Imam Junaidy Al-Baghdadi.

Bagaimana caranya?” tanya si Bahlul.

“Aku memulai dengan mengucapkan Bismillah. Menikmatinya dengan penuh syukur. Setelah itu aku mengucapkan Alhamdulillah.”

“Ternyata kamu belum mengetahui adab makan!” jawab si Bahlul sambil berpaling dan pergi meninggalkan Imam Junaidy Al-Baghdadi.

Imam Junaidy memanggilnya, “Hei, jangan pergi dulu!”

Si bahlul itu berhenti melangkah dan berpaling sambil berkata, “Sekarang pun kamu tidak tahu adab berbicara!”

Imam Junaidy terdiam.

“Kamu tahu adab tidur?!” tanya si Bahlul.

“Ya. Aku tahu!”

“Terangkan kepadaku!” pinta si Bahlul.

“Sebelum tidur aku mengerjakan salat Isya terlebih dahulu. Kemudian aku berdoa, lalu menuju kasur dan berbaring sesuai sunnah yang nabi ajarkan.”

Si Bahlul menjawab, “Ternyata kamu bukan saja tidak tahu adab makan dan adab bicara, bahkan kamu tidak tahu adab tidur, bagaimana mungkin kamu bisa menjadi seorang ulama?!”

Imam Junaidy al-Baghdadi terdiam.

“Baiklah, kalau begitu ajarkan kepadaku adab makan, adab bicara dan adab tidur!”

Si Bahlul pun berkata:

“Adab makan, seharusnya kamu harus mengetahui dahulu bahwa apa yang menjadi makananmu itu adalah sesuatu yang berasal dari sumber yang halal.”

Engkau hanya sia-sia membaca Basmallah dan zikirmu atas makananmu, jika makananmu itu bersumber dari sesuatu yang haram! Adab makan kau harus memastikan makananmu itu berasal dari harta yang halal. Barulah engkau makan dan mengucapkan Basmallah.

Adapun adab bicara kau harus memastikan bicaramu berasal dari hati yang bersih. Sia-sia kau bicara tentang pengajaran nasehat agama, bicara tentang Alqur’an maupun hadits, bicara tentang ilmu pengetahuan, sedangkan hatimu dipenuhi rasa dendam, penuh hasad, iri dengki, serta kemunafikan.

Sedangkan adab tidur kau harus memutuskan pengharapan serta ketergantunganmu terhadap dunia. Bagaimana mungkin kau bisa tidur dengan penuh adab, sedangkan tidurmu itu separoh dari kematianmu yang engkau akan bertemu dengan Rabb-mu.

Tidak ada yang menjamin setelah kau memejamkan mata, kau akan bisa membuka matamu kembali. Maka, adab tidur kau harus kosongkan hatimu dari mengingat dunia yang fana ini. Itulah adab tidur yang sesungguhnya!”

Dari pengajaran si Bahlul yang tampak seperti orang gila itulah, Al-Imam Junaidy Al-Baghdadi mulai menyadari kekurang-sempurnaan ilmunya. Imam Junaidi al-Baghdadi mulai mendalami ilmu tasawuf guna memahami serta menyingkap hakikat-hakikat bathin yang tidak ia dapatkan dari keilmuan sebelumnya.

Semoga kisah singkat ini bisa menjadi pemantik kesadaran kita bahwa keilmuan zahir belum lah cukup untuk bisa sampai menyingkap hakikat dan tujuan dari syariat agama yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Perlu pemahaman dan pengetahuan ilmu tasawuf yang membersihkan hati dan jiwa dari kekotoran batin yang seringkali terabaikan.

Sumber: FB Andi Mahyudin

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *