“Wahai Allah, ampuni dosa-dosa guru-guru kami dan orang yang telah mengajarkan kami. Sayangilah mereka. Muliakanlah mereka dengan ridha-Mu yang agung, di tempat yang disenangi di sisi-Mu, wahai Allah, Yang Maha Penyayang di antara penyayang.”
Berkat bimbingan para guru dan orangtua kita dapat meraih ilmu, dan memperbaiki diri menjadi manusia yang semakin baik.
Bagi para santri yang duduk dikelas pemula baik dilembaga pendidikan pesantren maupun Madrasah Diniyyah dikampung-kampung, mata pelajaran kitab kuning, Alala, menjadi salah satu menu wajib. Kitabnya tipis dan bisa dibaca bagi kamu yang sudah bisa baca kitab berharakat. Jelas, tidak nanya kepada kamu yang sudah lihai ‘kitab kuning’ dengan si gundul tak berjenggot.
Belajar sembari bernyanyi itulah yang semarak dikalangan pelajar pemula, level Paud. Di pesantren santri tak asing dengan syair. Banyak belajar dari bait-bait syair. Dengan melagukan syair suasana belajar jadi hidup. Biar tidak menonton bagi pembacannya, syair tersebut bisa dilagukan sesuai dengan seleranya, yang dianggap pas. Belajar dan bernyanyi, bikin hati dan pikiran riang gembira. Biasanya sebelum memulai pengajian atau pelajaran hendak diakhiri, membaca syair dilakukan.
Bagi mereka yang sudah dewasa, tak sedikit mereka yang belajar khusuk sambil mendengarkan lagu. Apakah tidak malah mengganggu kang? Pengecualian bagi Anda, para santri yang belajar di pesantren. Karena terlarang membawa alat elektronik.
Kitab Alala terdiri dari beberapa syair. Berkat kitab ini, pembaca budiman diajak untuk siap menerima jimat santri. Sebuah jimat yang harus dibawa ketika bergelut dengan ilmu. Isi syairnya tak perlu diragukan, kalaupun kamu mau menelusuri langsung di sumber aslinya juga bisa ditemukan, syaratnya mau dan telaten buka-buka kitab.
Diantara, teks syair dari kitab Alala yang penting untuk kita ambil, misalnya, bila kita ingin berhasil dalam menuntut ilmu ada enam syarat untuk meraihnya. Cerdas, semangat, sabar, dan memiliki bekal, biaya. Tambahan lainnya, bila merujuk para guru santri mau menjaga kesucian diri lahir dan batin, kemudian tirakat. Lainnya, tentu masih ada. Selagi muda, menuntut ilmu memang wajib. Bahkan, kewajiban itu sampai tua. “Apa salahnya ilmu koq harus dituntut?” “Bukan yang itu, mas”. “Guyon, kang. Biar g garing.”
Dengan belajar kepada para kiai di pesantren dan para ustad di Madrasah Diniyyah kita akan meraih ilmu dan mendapatkan bimbingan intensif, bagaimana bersikap yang tepat kepada guru, teman, dan lainnya.
Ditengah melubernya informasi apa saja kita dapat memanfaatkan sesuai kebutuhan. Namun juga tak sedikit yang membuat sebagian orang mabuk dengan informasi. Kita memang bersepakat, cerna dahulu sebelum dibagikan. Nampaknya kadang tidak demikian. Kita acapkali alpa.
Tak sadar mulut dan tangan kita bergerak sebelum waktunya, membiaakn membaca tuntas dan merenungkan kembali, penting. Berbuat demikian, sekali dua kali, selebihnya jangan diulangi. Mengubah kebiasaan dari yang tidak baik memang perlu kita lakukan. Mudah diucapkan sulit dilakukan. Tapi itu harus.
Dengan kemauan keras dalam diri, lingkungan yang mendukung dan bimbingan guru menjadi mudah hal itu. Serta tidak terasa berat. Ngaji diri menjadi penting bagi kita semua. Kitab-kitab kuning bab akhlak penting banget untuk kita pelajari dan amalkan, kapanpun dan dimanapun. Para kiai kita, selalu mendidik kita supaya selalu mengedepankan akhlak. Baik kepada yang masih hidup maupun yang sudah mendahului kita, meninggal dunia.” Belajarlah, karena ilmu itu hiasan bagi ahlinya.”
Yang cakep adalah mereka yang ilmunya luas dan akhlaknya menawan. Bolehlah, Anda memiliki ilmu setinggi langit dan pengalaman seabreg. Namun bila akhlak ditinggalkan, rusak sudah. Apakah sudah banyak contoh? Poll, okehe.
Menurut hasil penerawangan sebagian santri, seperti kang Jumadi, Kitab Alala akan selalu dikaji oleh para santri di pesantren dan Madrasah Diniyyah. Dengan melihat anak-anak kita mengetahui dan mengamalkan akhlak terpuji, jujur kita pasti bahagia. Syukur, diikuti kepandaian menguasai ilmu-ilmu lainnya. Dalam hal ini, mengingatkan kita akan hadis nabi yang mungkin bagi kita sudah hapal sejak kecil.” Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” .(HR: Baihaqi)
Ingat-ingat pengajian kitab Alala, sekian tahun itu, secara sadar dan tidak sadar, mendorong kita untuk semangat belajar dan bersemangat mengamalkan ilmu.
Belajar dari kitab yang tipis-tipis inilah menjadi modal bagi diri kita bahkan sewaktu melanjutkan jenjang selanjutnya sudah punya dasaran. Meski tidak mondok lama kalau mau belajar khazanah kitab kuning kepada kiai semuanya menjadi bermakna dan berarti. Semoga, kita bisa mengamalkan ilmu yang telah diajarkan para guru kita ini. Semoga, guru kita yang masih hidup senantiasa diberikan kesehatan, kelancaran dalam banyak hal, dan yang sudah meninggal dunia mendapatkan ampunan dan kedudukan istimewa dari Tuhannya.
No responses yet