Alhamdulillah pada kunjungan kami di Pondok Pesantren Darul Da’wah wal Irsyad (DDI) Mangkoso, Kabupaten Barru, Propinsi Sulawesi Selatan kami temukan mahakarya guru-guru kami di salah satu pesantren terbesar di Indonesia Timur ini. Saat itu ketika sedang melacak kitab-kitab karya Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle di toko kitab Pondok DDI Mangkoso. Secara tak sengaja, kami lihat tumpukan kitab fenomenal ini diantara daftar kitab pedoman wajib santri DDI.
Dua kitab tersebut adalah Adabul Alim wal Mutaallim Karya Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947) Tebuireng Jombang Rois Akbar Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ (1926-1947). Kedua adalah Kitab Hujjatu Ahlussunah wal Jama’ah karya Al-Allamah KH. Ali Ma’shum (1915-1989) Krapyak, Yogyakarta, Rois A’am PBNU (1980-1984). Kitab pertama pada setiap bulan dikaji secara virtual oleh al-Habib Umar bin Salim al-Hafidz, Tarim, Hadramaut, Yaman bekerjasama dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Dua kitab karya pembesar Nahdlatul Ulama’ ini Dikaji di pesantren yang didirikan oleh Anregurutta KH. Abdurrahman Ambo Dalle (1900-1996), seorang ulama, pejuang, dan penulis kitab-kitab Ahlussunah wal Jama’ah ala Madzhab Syafiiyyah. Di pesantren yang saat ini diasuh Anregurutta Prof. Dr. KH. Faried Wajdi, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Alauddin, Makassar ini dua kitab monumental diajarkan kepada sekitar 6000 santri Pesantren DDI, Mangkoso. DDI selain sebagai pesantren juga menjadi organisasi dakwah yang saat ini dipimpin oleh Anregurutta Prof. Dr. H. Syamsul Bahri Andi Galigo dengan Rois Majelis Syuyukh Prof. Dr. KH. Ali Yafie (pernah menjadi pejabat sementara Rois A’am PBNU 1991-1992 menggantikan KH. Ahmad Shiddiq).
Sebelumnya kami bersilaturahmi kepada Gurutta Muhammad Agus, M. TH.I, di kediaman mertuanya Anregurutta Prof. Dr. KH. Faried Wajdi, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Da’wah wal Irsyad (DDI) Mangkoso. Dalam pertemuan itu kami yang didampingi oleh Gurunda Andi Muhammad Nur Syahid diperkenanalkan karya Anregurutta KH Abdurrahman Ambo Dalle seperti al-Qoul Shodiq di Ma’rifatil Kholiq wa Maziyyatu Ahli Sunnah wal Jama’ah, Hidayatul Jaliyyah ila Ma’rifatil Aqaid Al-Islamiyah, Hilyatul Adab fi Ilmi Akhlaki wal Adab dan beberapa kitab-kitab lain yang masih berupa manuskrip dan belum tercetak.
Darul Da’wah wal Irsyad (DDI) sendiri adalah organisasi dakwah Ahlussunah wal Jama’ah yang berawal dari salah satu Madrasah tertua dan dikenal masyarakat di Sulawesi Selatan adalah Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang Wajo yang didirikan pada bulan Zulkaeddah 1348 H atau bertepatan bulan Mei 1930 M oleh Anregurutta K.H.M. As’ad yang baru saja kembali dari Mekah pada tahun 1928 setelah menyelesaikan masa belajarnya pada Madrasah Al Falah Mekah.
Dikutip dari laman ddi.or.id Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang Wajo mula berdirinya hanya merupakan pengajian pesantren yang pelaksanaannya mengambil tempat di rumah kediaman beliau. Setelah santrinya bertambah banyak tempat pelaksanaan pengajiannya dipindahkan ke Mesjid Jami Sengkang. Dan dalam perkembangan lebih lanjut didirikan pula dalam bentuk pendidikan formal yakni sistem Madrasah yang pengaturannya dipercayakan kepada K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle.
Madrasah Arabiyah Islamiyah Sengkang tidak berkembang secara meluas sebab oleh pendirinya tidak dibenarkan membuka cabang di daerah-daerah. Hal disebabkan oleh kehawatiran beliau terahadap ketidak mampuan mengkordinirnya sehingga dapat memberikan citra yang kurang baik terhadap MAI Sengkang termasuk dalam hal ini menjaga mutunya. Namuan demikian berkat pembinaan yang dilakukan oleh K.H. M.As’ad baik, maka dari MAI Sengkang inilah lahir ulama-ulama penting di Sulawesi Selatan, misalnya K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle, K.H.M. Daud Ismail, K.H. Muh. Abduh Pabbajah, K.H.M.Yunus Maratan dan lain-lainnya.
Atas inisiatif K.H. Daud Ismail (Kadi Soppeng), K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle (MAI Mangkoso), Syekh H. Abd. Rahman Firdaus dari Parepare bersama ulama lainnya di adakanlah Musyawarah Alim Ulama Ahlussunnah Wal-Jamaah se-Sulawesi Selatan yang dipadukan waktunya dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., bertempat di Watan Soppeng pada 16 Rabiul Awal 1366 H. bertepatan dengan 17 Februari 1947 guna menghindari kecurigaan Westerling karena Soppeng termasuk afdeling Bone yang bebas dari operasi pembantaian Westerling karena pengaruhAruppalakka.
Salah satu keputusan penting dari musyawarah tersebut adalah perlunya didirikan suatu organisasi Islam yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial kemaslahatan umat untuk membina pribadi-pribadi muslim yang kelak bertanggung jawab atas terselenggaranya ajaran Islam secara murni di kalangan umat Islam dan menjamin kelestarian jiwa patriotik rakyat Sulawesi Selatan yang pada waktu itu sedang mempertaruhkan jiwa raganya guna mengusir kaum penjajah Belanda dan mempertahankan kemerdekaan proklamasi 17 Agustus 1945.
Nama dari organisasi yang akan dibentuk itu telah diperdebatkan dalam musyawarah dengan munculnya tiga nama, yakni Al-Urwatul Wutsqa dari K.H. M. Tahir Usman, Nasrul Haq oleh K.H. M. Abduh Pabbajah dan Darud Da’wah Wal-Irsyad oleh Syekh K.H. Abd. Rahman Firdaus dengan pengertian Darud artinya rumah/tempat, Da’wah ajakan memasuki rumah tersebut, dan Al-Irsyadartinya petunjuk itu akan didapat melalui proses berdakwah di suatu daerah tertentu.
Dengan melalui proses yang demokratis dalam musyawarah alim ulama Aswaja se-Sulawesi Selatan ini, maka Darud Da’wah Wal-Irsyad yang disingkat DDI mendapat kesepakatan forum musyawarah, yang kemudian merupakan pula wujud peralihan dan pengintegrasian Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Mangkoso yang lahir pada tanggal 11 Januari 1938 M. atau 20 Dzulqaidah 1357 H., berdasarkan hasil musyawarah utusan Cabang dan guru-guru MAI dari daerah-daerah pada bulan Sya’ban 1366 H. (1947 M.) yakni sekitar lima bulan setelah berlangsungnya Musyawarah Alim Ulama Aswaja se-Sulsel.
Darud Da’wah Wal-Irsyad (DDI) dalam pertumbuhannya berbeda dengan kelaziman organisasi yang ada secara umum, sebab DDI benar-benar tumbuh dari akar rumput masyarakat yang ada dipedesaan, sehingga pedesaan adalah basis terkuat bagi DDI, dan dari desa inilah tumbuh berkembang ke kota-kota. Hal ini dapat dilihat di seluruh pelosok pedesaan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Jambi, Riau dan daerah-daerah lainnya.
Kami memimpikan semoga kelak bisa terwujud Silsilah Sanad Keilmuan, Tarajim (Biografi) dan Thabaqat (Periodesasi) Ulama Ahlussunah wal Jamaah Nusantara dari Nahdlatul Ulama’, Muhammadiyyah, Darul Da’wah wal Irsyad (DDI), al-Wasliyyah, Nahdlatul Wathan, Persatuan Tarbiyah Islamiyyah (PERTI), al-Khairiyyah, Al-Khairat, Front Pembela Islam (FPI), Matha’ilul Anwar Lin Nahdlatul Ulama (MALNU), Rifa’iyyah, dan organisasi masyarakat Ahlussunah wal Jama’ah dan lain-lain.
Semoga impian ini bisa terlaksana seiring dengan ikhtiar bersama dalam membumikan ajaran Ahlussunah wal Jama’ah. Organisasi tersebut harus bersatu padu demi syiar Ahlussunah wal Jama’ah di Bumi Pertiwi, Dan kedepan mampu menjadi ajang silaturahmi dan mampu menginisiasi mapping persebaran dakwah Ahlussunah wal Jama’ah di persada Nusantara.
Barru, 10 Oktober 2020
No responses yet