Beliau berasal dari keluarga ulama dan pemimpin masyarakat Ladang Laweh, ayahnya Syekh Haji Abbas bin Abdul Wahab merupakan salah satu ulama Padang murid dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau. Kiyai Sirajuddin Abbas lahir pada tahun 1905 di Bengkaweh, Ladang Laweh Kabupaten Agam Sumatera Barat. Pada usianya 5 tahun Kiyai Sirajuddin Abbas telah mulai belajar Al-Qur’an pada ibunya langsung selama tiga tahun. Selanjutnya beliau mulai belajar kitab-kitab dan ilmu agama langsung dari ayahnya Syekh Abbas yang juga ulama.

Selain belajar dari ayahnya beliau disebutkan belajar pula kepada Syekh Haji Hasan Pekan Sanayan dan Tuanku Imran Payakumbuh, walaupun tidak begitu lama. Dan selama tiga tahun beliau belajar kepada seorang ulama Ladang Laweh Syekh Haji Abdul Malik sampai tahun 1923. Pada usianya 18 tahun Kiyai Sirajuddin Abbas mulai mengajar di Madrasah-madrasah yang ada di Ladang Laweh dan sekitarnya.

Merasa ilmunya masih minim, pada tahun 1927 dalam usianya 22 tahun, berangkatlah Kiyai Sirajuddin Abbas ke Mekkah untuk belajar langsung dari para ulama dan ilmuan yang ada di kota Mekkah.

Selama di Mekkah selama enam tahun, Kiyai Sirajuddin Abbas memanfaatkan dengan baik masa belajarnya dengan berguru kepada beberapa ulama terpandang di Mekkah di antaranya adalah Syekh Said Yamani yang dikenal sebagai ahli dalam Mazhab Syafi’i dan kepada beliau Kiyai Sirajuddin belajar Kitab al-Mahalli, selain kepada Syekh Said Yamani beliau belajar pula kepada Syekh Ali bin Husein al-Maliki, kepadanya Kiyai Sirajuddin mempelajari Kitab al-Furuq. Sedangkan ulama lainnya adalah Syekh Umar Hamdan yang dikenal ahli dalam bidang hadis, kepadanya Kiyai Sirajuddin mempelajari Kitab Muwatha’ Imam Malik bin Anas.

Setelah belajar selama enam tahun di Mekkah dengan segenap kesungguhan telah mengantarkan Kiyai Sirajuddin menjadi seorang ulama muda yang mendalam ilmunya. Selain itu beliau juga belajar bahasa Inggris kepada seorang yang ahli bahasa Inggris yang berasal dari Tapanuli Medan. Setelah menjadi seorang yang alim, pulanglah beliau ke kampung halamannya di tahun 1933 dalam usia 28 tahun.

Setelah tiba kembali di Ladang Laweh, beliau mulai berkiprah sebagai seorang ulama dan mubaligh, dan mulailah beliau berkenalan dengan para ulama lainya, bahkan kemudian Kiyai Sirajuddin tetap memperdalam ilmunya kepada Maulana Syekh Sulaiman al-Rusuli dan meperoleh ijazah keilmuan dari Syekh Sulaiman al-Rusuli. Syekh Sulaiman al-Rusuli merupakan sahabat Syekh Muhammad Jamil Jaho, yang kedua ulama ini merupakan pendiri dari organisasi PERTI atau Persatuan Tarbiyah Islamiyah, sebuah organisasi Ahlussunnah Waljama’ah.

Setelah tiga tahun kembali dari Mekkah Kiyai Sirajuddin Abbas ditunjuk sebagai ketua organisasi PERTI. beliau memimpin Perti selama 29 tahun lamanya dari 1936 sampai 1965. Pada masa kepemimpinnanya, Perti menjadi sebuah organisasi yang diperhitungkan di kancah Nasional. Penyebaran Perti umumnya di wilayah Sumatera, terutama di daerah Aceh Perti dibawa dari Padang oleh Syekh Muhammad Waly al-Khalidy yang kemudian diserukan secara menyeluruh pada tahun 1957 oleh Teungku Syekh Haji Hasan Kruengkalee.

Selain dikenal sebagai seorang ulama dan ahli dalam politk, Kiyai Sirajuddin juga merupakan penulis yang sangat produktif, karya tulisnya dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Arab, khusus Kitab-kitab Arab ditulis oleh Kiyai Sirajuddin Abbas sepulangnya beliau dari belajar di Mekkah, menulis dalam rentang waktu empat tahun 1933-1937. Adapun karya Kiyai Sirajuddin Abbas dalam bahasa Indonesia maka sangat banyak jumlahnya, dan menjadi rujukan bagi masyarakat secara umum di Indonesia.

Di antara buku yang banyak dirujuk dari karya Kiyai Sirajuddin Abbas adalah I’tiqad Ahlussunnah Waljama’ah, 40 Masalah Agama, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i dan karya-karya lainnya. dalam setiap tulisannya, Kiyai Sirajuddin identik dengan kepakarannya dalam menggunakan dalil menurut pemahaman di kalangan Ahlussunnah Waljama’ah. Karya beliau begitu bernas dan kuat hujjah-hujjahnya. Tetapi tentu beliau seorang yang keras dalam prinsip yang diyakininya.

Kiyai Sirajuddin adalah ulama dalam Mazhab Syafi’i yang kokoh dalam setiap fatwa hukumnya. Karena keahliannya dalam menulis dan penguasaan literatur yang sangat baik maka beliau merupakan seorang ulama mazhab yang mampu mempertahankan keyakinan yang diyakininya. Selama menjadi pimpinan organisasi Perti, maka beliau diperhitungkan sebagai salah seorang tokoh nasional yang mewakili ulama Perti dari Sumatera, dan para ulama-ulama senior seperti Syekh Sulaiman al-Rusuli dan Syekh Muhammad Jamil Jaho memberikan kepercayaan penuh kepada Kiyai Sirajuddin Abbas.

Sebagai seorang ulama yang luas bacaannya, Kiyai Sirajuddin Abbas adalah tokoh representatif dalam Mazhab Syafi’i di Indonesia, dimana beliau mampu menghadirkan pembahasan-pembahasan hukum bahkan berbagai polemik yang muncul dengan merujuk kepada kitab-kitab Syafi’iyah dengan mampu menunjukkan jilid dan halaman-halaman dalam setiap pembahasan. Sehingga karena kealimannya pula, beliau juga dekat dengan ulama besar Aceh Teungku Syekh Muda Waly dan pernah pula berkunjung ke Dayah Darussalam Labuhan Haji.

Selain itu Abuya Muhibbudin Waly menyebutkan pesan Syekh Muda Waly bahwa Kiyai Sirajuddin Abbas merupakan seorang ulama yang beruntung, dimana beliau dapat berziarah ke kuburan para ulama Islam terutama Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i di Mesir. Kiyai Sirajuddin merupakan seorang ulama yang multi talenta, beliau seorang penulis, politisi, pemimpin organisasi dan ulama yang luas ilmunya. Setelah pengabdian yang besar, wafatlah Kiyai besar tersebut di tahun 1980 dalam usia 75 tahun.

Rahimahullah Rahmatan Wasia’atan.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *