Oleh : Ainun Aulia Sari & Ananda Aulia Nurkhansanah, Mahasiswi psikologi, program studi psikologi, Muhammadiyah prof.Dr.Hamka ( UHAMKA )
Rasa sedih, kecewa, marah, takut dan lain-lain adalah sesuatu yang sebenarnya muncul dari setting dan pola pikir yang telah terbentuk. Begitu pula sebaliknya, rasa bahagia, senang, gembira, berhargaa, dicintai, dan lain-lain merupakan hasil dari pola berpikir dan setting dari pikiran yang telah terbentuk.
Individu yang menginginkan hidupnya bahagia, tentunya harus membentuk pola pikirnya menjadi pola pikir yang positif. Artinya proses kognitif memainkan peran sangat penting dalam mengatur kecemasan dan kebahagiaan pada seseorang (Butler & Mathews, 2004).
Selain itu, proses berpikir sangatlah penting karena berhubungan dengan perilaku dan berbagai keberhasilan hidup seseorang (Lyubomirsky dkk, 2005; Schweingruber, 2006
Telah banyak penelitian yang menemukan bahwa pola berpikir negatif memiliki banyak dampak buruk pada psikologis manusia. Salah satunya adalah pola berpikir negatif dapat menyebabkan rasa tidak punya harapan hidup (hopelessness), sehingga rasa tidak punya harapan ini dapat berakibat pada perilaku bunuh diri (MacLeod, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Peden dan koleganya menemukan bahwasanya berpikir negatif dapat menjadi mediator antaranya rendahnya self-esteem dengan simptom-simptom depresi dan stressor kronis. karena itu, dalam penerapannya lebih penting mengintervensi pikiran negatif dari pada mengintervensi stres (Peden, 2004)
Salah satu aspek kesehatan mental yang cukup besar dipengaruhi oleh kemampuan berpikir positif adalah aspek kepuasan hidup (Ji Young, 2007). Orang yang sehat mental tentunya merasakan kepuasan dalam hidupnya. Dan kepuasan hidup sangat dipengaruhi oleh persepsi individu menilai kualitas hidupnya
Berpikir negatif secara signifikan akan menambah variasivariasi unik pada depresi, stres kecemasan, rendahnya kepuasan hidup, dan rendahnya kebahagiaan. Sebaliknya, berpikir positif secara besar dan signifikan dapat menambah variasi unik pada kebahagiaan dan kepuasan hidup (Shyh, 2012)
Kepuasan hidup sangatlah subjektif, dan definisi kepuasan hidup adalah bagaimana seseorang menghargai kualitas hidupnya (Donohue, 2003). Seseorang yang memiliki kepuasan hidup yang baik, maka individu tersebut akan merasakan kesenangan atau penerimaan pada lingkungan sekitar dia hidup, atau terpenuhinya keinginan dan kebutuhan seseorang secara menyeluruh.
Pada intinya, kepuasan hidup adalah penilaian subjektif individu terhadap kualitas hidupnya sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa penilaian kepuasan hidup juga melibatkan unsur-unsur kognitif, karena untuk menghasilkan produk persepsi hidup yang puas dibutuhkan pemikiran, wawasan, dan persepsi-persepsi tertentu dalam memandang kehidupan secara baik positif (Sousa & Lyubomirsky, 2001)
Berpikir negatif juga terkait dengan attachment-style pada tiap individu dalam menilai suatu kondisi. Individu yang menggunakan attachment-anxious menunjukkan emosi yang tinggi ketika mendapatkan ancaman penolakan sosial dan kehilangan hubungan,
kondisi seperti ini akan meningkatkan kecemasan dan berkorelasi positif dengan pengaktifan area emosi di otak (the anterior temporal pole) yang berimplikasi pada kesedihan. Dan kondisi ini berkorelasi negatif dengan area regulasi emosi di otak yang disebut dengan orbitofronta
Berpikir positif akan menjadikan individu lebih optimis menghadapi hidup dan memudahkan individu untuk beraktivitas dengan baik. Individu yang tidak mampu berpikir positif akan merasakan kesulitan dalam hidup, karena keyakinan dan konsep
yang salah dan negatif mengenai hidupnya dan lingkungannya. Karena itu individu yang berpikir positif cenderung lebih optimis dalam menjalani hidup, adapun individu yang tidak berpikir positif akan sulit dalam menjalani hidup dan tentunya ini akan berdampak pada permasalahan mental bahkan fisik.
Maka orang yang optimis cendeurng menunjukkan kepuasan hidup yang lebih baik (Lin dkk, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Busseri dan koleganya menemukan bahwa orang yang berkarakter optimis cenderung lebih positif dalam mengevaluasi kehiduapnnya. (Busseri, 2009)
No responses yet