Ungkapan pepatah yang sarat makna pernah menyatakan bahwa tidak ada yang disebut dengan mantan guru atau mantan murid. Ungkapan ini sangat cocok melukiskan hubungan tersebut antara seorang murid, Syaikh Muhammad Zain Batubara dan gurunya, Syaikh Ahmad Hijazi al-Faqih. Meski usia keduanya tidak berjauhan, ia termasuk salah satu guru qira’at Syaikh Muhammad Zain dan guru juga bagi dalam ilmu tersebut bagi banyak ulama al-Quran di Sumatera Utara, seperti Syaikh Abdul Wahab Batubara, Syaikh Azra’i Abdul Rauf Medan dan Syaikh Abubakar Yaqub.

Syaikh Azra’i Abdul Rauf mendapat ijazah tujuh qira’ah dan Syaikh Abubakar Yaqub hanya tiga qira’ah dari ulama Mekkah ini. Dapat disebut bahwa ia termasuk matarantai dan sanad dalam bidang ini yang beredar secara luas di daerah Sumatera Utara. Sebab, ketiga ulama tersebut mempunyai banyak murid yang mengembangkan pengajian al-Quran di daerah tersebut. Secara lebih spesifik, hubungan Syaikh Muhammad Zain dengan gurunya ini berlanjut sampai murid sudah kembali ke daerah kelahirannya di Batubara. Sebab, menurut riwayat yang pernah diceritakan anaknya, Hajah Maikalsum kepada saya, bahwa guru ayahnya pernah berkunjung ke kediamannya di daerah tersebut dan mendoakan anaknya yang perempuan yang saat itu masih kecil.

Ini adalah sebuah naskah manuskrip (masih dalam tulisan tangan) gurunya yang dikirim kepada Syaikh Muhammad Zain tertanggal 16 Zulhijjah 1373 H/ 1953 atau 1954 M tanpa menyebutkan nama harinya saat itu. Di samping itu, naskah ini juga mengabadikan cap stempel gurunya yang terlihat jelas bertuliskan Ahmad Hijazi al-Faqih, Ketua ulama al-Quran di Mekkah pada tahun 1353 H.

Hubungan termaktub secara jelas di atas stempel yang bertuliskan dari orang yang mendoakanmu selamanya, pecintamu, Guru Ahmad Hijazi al-Faqih. Naskah yang serupa juga saya temukan ditulis oleh gurunya ini kepada sahabat dan juniornya di Batubara, yaitu Syaikh Abdul Wahab Batubara.

Lantas, apa gerangan isi dan konten naskah surat seorang guru kepada murid, adalah informasi terkait badal haji atas nama almarhum Udin Alai yang telah dilakukan oleh seorang anak gurunya bernama Syaikh Abdullah Hijazi. Surat ini kemudian dibawa oleh Haji Muhammad bin Muhammad Thaib Adis, saudara isterinya yang saat itu melaksanakan ibadah haji di Mekkah. Berikut ini isi tulisan naskah tersebut beserta terjemahannya:

بسم الله الرحمن الرحيم. وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم. الى حضرة الاستاذ الفاضل والهمام الكامل اخينا العزيز ومريدنا المخلص فى القرآن الكريم كياى الحاج محمد زين بن المرحوم كياى الحاج عباس امام بتوبهرا –حفظه الله ومن يلوذ به آمين. السلام عليكم ورحمة الله وبركاته. وبعد, فإنى افيدكم علما أنى واولادى والارحام والمحبين بخير وعافية ونعمة من الله وافية, نسأل الله تعالى ان تكونوا ومن فى سعيكم ومن يلوذ بكم من المحبين, حائزين تمام العافية والرفاهية  وان يحفظكم جميعا. آمين. ثم نفيدكم علما أنه قد وصل الى طرفنا حضرة المكرم الحاج محمد بن محمد طيب بتوبهرا واسلمنا فى يدنا واحدا كتابا مرسلا من طرفكم واسلمنا مع الكتاب مبلغ اربع وخمسون ريالا عربيا عن مبلغ اربعمائة ربية أندونيسيا حسب العادة فى مكة المكرمة, وان هذا المبلغ المذكور اجرة بدل للحج والعمرة فاسنلمنا المبلغ بالوفاء والتمام, وان البدل والعمرة على ذمة المرحوم أودين آلى, وقد حج عنه واعتمر ولدى عبد الله حجازى.

(Dengan nama Allah al-Rahman dan al-Rahim. Semoga Allah bersalawat dan salam kepada nabi Muhammad saw, keluarga dan sahabatnya. Kepada ustadz, saudara dan murid kami dalam bidang al-Quran, KH. Muhammad Zain bin Imam Abbas Batubara –semoga Allah swt menjaganya dan orang-orang yang mencintainya. Amin. Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Adapun setelah itu, saya memberikan informasi bahwa saya, anak-anak saya, keluarga dan para pecinta dalam keadaan baik, sehat, dan nikmat yang melimpah dari Allah swt, dan semoga Allah swt selalu menjaga Tuan semuanya. Amin. Kami juga memberikan informasi bahwa telah sampai ke Mekkah Haji Muhammad bin Muhammad Thaib Ades Batubara dan memberikan satu kitab yang dikirim dari Tuan beserta uang sejumlah 50  Riyal yang seharga 400 Rupiah Indonesia sebagaimana biasanya yang berlaku di Mekkah, dan uang tersebut sebagai upah badal haji dan umrah. Maka, kami terima uang tersebut dan badal atas nama almarhum Udin Alai yang telah dilakukan oleh anak saya, Abdullah Hijazi). 

Selain informasi tentang hal di atas, ia juga memberikan informasi menurut laporan saudara isterinya yang berhaji bahwa Syaikh Muhammad Zain juga memohon sepuluh kitab tentang ilmu tajwid dan khatam beserta sejumlah uang yang dikirim atas harga kitab tersebut, tetapi gurunya memberikan sepuluh kitab, songkok, serban dan lainnya sebagai hadiah kenang-kenangan seorang guru kepada muridnya. Irformasi lain yang disebutkan bahwa wuquf di Arafah jatuh pada hari Ahad, 9 Zulhijjah 1373 H. Ini berarti seminggu kemudian ia menulis surat ini.

Selain itu, ia juga memberikan informasi bahwa ia menderita gangguan saraf selama empat tahun, tetapi kesehatannya tetap membaik.Selain Syaikh Ahmad Hijazi al-Faqih, guru lainnya dalam bidang al-Quran dan qira’at adalah Syaikh Muhammad As’ad bin Abdullah al-Faqih Aceh. Dari gurunya asal Aceh ini sebagaimana disebutkan secara lengkap dalam ijazahnya, ia mendapatkan ijazah dan sanad qira’at tujuh dan sepuluh. Naskah ijazah yang berjumlah 30 halaman tersebut memuat sanad sebagai berikut:

(Syaikh Muhammad Zain Batubara)–(Syaikh Muhammad As’ad Aceh)–(Syaikh Abdul Mun’im)–(Syaikh Ahmad Hilwani al-Hanafi)–(Syaikh Ahmad Marzuki)–(Syaikh Ibrahim al-Abidi)–(Syaikh Abdul Rahman al-Ajhuri, Syaikh Ali al-Badri dan Syaikh Mustafa al-Azizi)–(Syaikh Abdullah al-Subathi, Syaikh Ahmad al-Isqathi, Syaikh Yusuf Afandi Zadah dan Syaikh Muhammad al-Azbakawi)–(Syaikh Abdullah al-Suja’i)–(Syaikh Ahmad al-Bagari)–(Syaikh Muhammad al-Bagari)–(Syaikh Abdul Rahman al-Yamani)–(Syaikh Yusuf al-Dani)–(Syaikh Ahmad bin Abdulhaq al-Sanbathi)–(Syaikh Syahadah al-Yamani)–(Syaikh Naser al-Thablawi)–(Syaikh Zakariya al-Anshari)–(Syaikh Ridwan al-Aqabi)–(Syaikh Muhammad al-Nuwairi dan Syaikh Muhammad al-Qalqili)–(Syaikh Muhammad al-Jazari)–(Syaikh Ibnu Libah)–(Syaikh Ahmad Sahar al-Syathibi)–(Syaikh Abu al-Hasan)–(Syaikh Ibnu Huzail)–(Syaikh Abu Dawud Sulaiman)–(Syaikh Abu Amru al-Dani)–(kepada para imam qira’at yang tujuh dan sepuluh yang nanti sanadnya sampai kepada rasulullah saw).

Dari ulama Aceh di Mekkah ini sanad al-Quran menyebar ke Batubara. Tetapi, siapakah Syaikh Muhammad As’ad ini, tidak terdapat informasi yang menyebutkan secara lengkap. Saya mendapatkan namanya disebutkan dalam jalur sanad tarekat Shamadiyah selain qira’at al-Quran. Dalam sanad tersebut menyebutkan bahwa Syaikh Muhammad Zain menerima ijazah tarekat dari Syaikh Muhammad As’ad Aceh, dari Syaikh Marhaban Aceh yang terkenal, dan dari Syaikh Saleh al-Rais, seorang mufti mazhab Syafi’i pada masa dahulu di Mekkah. 

Sementara Syaikh Ahmad Hijazi al-Faqih adalah seorang Arab Hijaz, tetapi dilahirkan di Thahta di Provinsi Suhag di Mesir pada tahun 1303 H/ 1885 M. Ia belajar di Al-Azhar dan Mekkah. Namanya sangat dekat dengan ulama Nusantara, sebab sebagaimana yang disebutkan sebelumnya sebagian ulama daerah ini pernah menjadi muridnya. Rumahnya di Mekkah menjadi tempat belajar dan menghapal al-Quran. Selain itu, ia juga sering melakukan perjalanan ke daerah Nusantara atas undangan para muridnya untuk mengajar al-Quran.

Pada tahun 1353 H, ia diangkat menjadi ketua ulama al-Quran. Oleh karenanya, stempel yang terlihat di gambar tertulis tahun tersebut. Ia meninggalkan karya yang berjudul Al-Qaul al-Sadid fi Ahkam al-Tajwid dalam Bahasa Arab dan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu oleh Syaikh Abdul Gani Palembang.
Medan

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *