Webinar Internasional beberapa hari yang lalu, dimana menghadirkan para intelektual muda Maroko, sungguh melambungkan kenangan kami beberapa tahun silam. iyha, kenangan saat ngangsu kaweruh di Kota Ilmu tertua di dunia, yaitu Kota Fes Maroko.
Para pemikir Islam berlevel dunia, karena pengaruhnya bagi Peradaban, dipastikan pernah belajar di kota ini. Lihat saja misalnya, Ibnu Rusd, Ibnu Khaldun, Al Kharizmi, Ibnu Sina, Ibnu Bathutah, Ibnul Arabiy al Faqih, Ibnu Arabiy al Hatimiy, Al Ajrum as Shangaji, Muhamad ibn Sulaiman al Jazuli, Al Kattani, Az Zarruq, dan lain sebagainya. Semuanya pernah merasakan keilmuan ulama dan intelektual kota Fes, khususnya di Universitas Al Qarawiyin yg dibangun oleh seorang ulama perempuan Fatimah al Fihri di awal abad ke-3 hijri.
Bagaimana dengan saat ini? Sekarang, di Fes terdapat Universitas Sidi Mohamed Ben Abdellah, sebagai kampus nomor satu terbaik di Maroko, versi perankingan kampus Internasional. Kampus ini secara keilmuan dan pedagogi mengacu pada Universitas Sourbone Perancis, akantetapi secara keislaman dan spiritual diisi oleh ulama-ulama Fes yg juga guru-besar di Universitas Al Qarawiyin. Dalam bahasa Maroko, al jam’u baina Al Ashalah wa al Muashirah, penggabungan antara nilai-nilai tradisi asal/asli dengan modernitas.
Di Kampus inilah, kami diberi kesempatan belajar pada program Master hingga Doktoral. Menariknya, Kota Fes di setiap Musim Semi memiliki tradisi “kelas internasional”, yakni; para pemikir di kawasan Laut Mediterania berkumpul dan mempresentasikan ide-ide terbarunya terkait respon problematika yg lagi aktual. Mereka berasal dari; Libya, Tunis, Al Jazaer, Muritania, Spanyol, Portugal, hingga perancis.
Tidak sengaja, mendapati foto, saat kami mengikuti kelas tersebut. Kelas ini ‘wajib’ kami ikuti, untuk tugas resume dan diskusi kritik wacana (mudakhalah) di kelas. Bayangkan, kami sungguh tertekan saat itu, yakni; ini kewajiban program master di satu sisi, namun di sisi lainnya kelas internasional ini menggunakan bahasa Perancis. Untungnya, ada sahabatku Sidi Ahmad asal kota Marakesh yg bersedia memberi terjemah langsung (tarjamah fauriyah), sehingga kami bisa membuat catatan-catatan.
Yha, itu pun tidak menjadikan begitu saja selesai dengan mudah. Para pemikir tersebut mempresentasikan idenya dgn dasar-dasar logika filsafat, yg njelimet bin ruwet. Itu karena, mereka menganggap kota Fes adalah kotanya filosof Ibnu Rusd dan Ibnu Sina. Maka, resume yg kami tulis ini harus berulang-ulang diperbandingkan dgn catatan teman-teman peserta lainnya, lalu dibaca lagi berulang-ulang, nah baru bisa dimengerti. Susah, memang. Tetapi, ketika sudah mengerti, yaa senang karena bisa merasakan ‘andrenaline’ unik pemikiran mereka.
Saat itu, “kelas internasional” tersebut dibuka oleh Pak rektor kami, Prof Esserghini Farisi. Adapun, Kelas yg paling berkesan adalah; kelasnya Prof Edgar Morin dari Prancis tentang La Methode (al manhaj) dan Hospitalite (al mushadaqah) . Lalu kelasnya Prof Aziz Haddadi tentang Logika Fiqih Ibnu Rusd. Dan, kelasnya Prof Salim Yafut tentang Hafriyaaal Al Marifah al Arabiyah al Islamiyah; al Qiyas wa al Mathiq (Warisan Intelektual Islam Arab; Metode Qiyas dan Logika).
Masya Allah, kenangan masa-masa menyibukkan diri hanya fokus dengan ilmu dan buku. Sementara sekarang, banyak yg perlu difokusi dan banyak kewajiban yg harus dipenuhi.
Ciputat, 30 Juli 2021.
Salam Kangen, Salam Kenangan.
Berikut foto kami bersama Prof Edgar Morin dan sahabat kami Ahmad dari Marakesh, juga foto kami bersama pek rektor dan Prof Salim Yafut.
No responses yet