‎“Setiap kalian adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin akan dimintai ‎pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari)‎

Dari keterangan hadis di atas, jelaslah bahwa kepemimpinan adalah ‎tanggungjawab universal bagi setiap individu dengan beragam peran yang ‎dijalaninya dalam kehidupan ini. Seorang individu bertanggung jawab atas ‎dirinya sendiri, seorang suami bertanggung jawab atas keluarganya, seorang ‎Kepala Desa bertanggung jawab atas masyarakat yang dipimpinnya, seorang ‎Kepala Negara bertanggung jawab atas negara dan bangsa yang dipimpinnya, ‎dan kesemua itu akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah ‎kelak. ‎

Persoalan kepemimpinan adalah persoalan bagaimana menjalankan ‎amanat yang telah diembankan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Ketika ‎amanat dipegang teguh oleh seorang pemimpin, dan ditunaikan dengan ‎sebaik-baiknya sesuai dengan aturan-aturan yang telah digariskan dan tidak ‎bertentangan dengan ajaran agama, maka di sinilah letak keberhasilan dan ‎kesuksesan seorang pemimpin. ‎

Sebalik keadaan, ketika amanat itu diselewengekan, tidak diindahkan, ‎bahkan diinjak-injak dan dilempar ke tong sampah oleh seorang permimpin, ‎demi kepentingan pribadi  atau golongannya, maka tunggu saja saat ‎kehancuran sebuah masyarakat atau bangsa.‎

Pertanyaannya kemudian, apa saja prinsip-prinsip yang harus ‎dipegang teguh dan dimiliki oleh seorang pemimpin menurut kacamata Islam, ‎sehingga ia dapat menjalankan roda kepemimpinannya dengan baik sesuai ‎dengan aturan-aturan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ajaran ‎agama?‎

Dalam hal ini, mari kita tengok kembali sejarah kepemimpinan ‎Rasulullah Saw, baik sebagai kepala negara maupun sebagai pemimpin umat ‎Islam. Sejarah mencatat, dalam diri Rasulullah terdapat empat hal yang ‎menjadi titik tolak keberhasilannya, baik dalam dakwah maupun dalam ‎memimpin negara. Keempat hal tersebut menurut catatan sejarah adalah:‎

Pertama, Shidiq atau sikap jujur. Atau bisa dimaknai pula sebagai ‎kebenaran. Seorang pemimpin harus mengedepankan sikap kejujuran dan ‎kebenaran dalam segala hal. Karena kejujuran dan kebenaran ini yang akan ‎membawa seseorang pada kebaikan, dan kebaikan akan mengantarkan ‎seseorang menuju surga. Sementara kebohongan, kedustaan akan membawa ‎seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan akan menjerumuskan seseorang ‎menuju neraka.‎

Dengan demikian, maka kejujuran adalah prinsip yang harus melekat ‎pada diri seorang pemimpin. Ketika kejujuran dan kebenaran sudah ‎digadaikan, maka kebaikan, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat ‎hanyalah isapan jempol belaka.‎

Prinsip yang kedua, yang harus dipegang teguh oleh seorang ‎pemimpin adalah sikap amanah, bisa dipercaya. Sikap amanah ini merupakan ‎salah satu modal utama seorang pemimpin untuk menjalankan roda ‎pemerintahan. ‎

Apabila sikap amanah ini dijaga dengan baik oleh seorang pemimpin, ‎maka akan muncul sebuah komunitas masyarakat dengan tingkat ‎kepercayaan yang tinggi kepada pemimpinnya, yang sering disebut dengan ‎istilah high trust society (masyarakat dengan tingkat kepercayaan tinggi). ‎

Sebaliknya, apabila seorang pemimpin tidak memedulikan, atau bahkan ‎menyelewengkan amanat yang dipercayakan kepadanya, maka akan muncul ‎masyarakat dengan tingkat kepercayaan yang rendah (low trust society), atau ‎bahkan masyarakat yang tidak percaya sama sekali dengan pemimpinnya ‎‎(distrust society). Dalam bahasa agama, seseorang yang dipercaya kemudian ‎berkhianat, maka termasuk kedalam kategori munafik, seperti disebutkan ‎dalam sebuah hadis: “Tanda-tanda orang munafik itu ada 3: jika berbicara ‎dusta, jika berjanji mengingkari, dan jika dipercaya khianat.”‎

Kemudian prinsip yang ketiga bagi seorang pemimpin adalah sikap ‎tabligh, menyampaikan apa saja yang menjadi kepentingan bersama. Sikap ‎transparansi dalam segala hal harus selalu dikedepankan. Pelbagai persoalan ‎yang menyangkut hajat hidup masyarakat harus dikemukakan secara ‎transparan, akurat dan terperinci. ‎

Pemimpin yang adil dan bijak, akan selalu berusaha menentramkan ‎masyarakatnya, menghindarkan kecurigaan-kecurigaan yang bisa merusak ‎stabilitas roda pemerintahan yang sedang dijalaninya. Oleh karena itu, hanya  ‎dengan sikap transparansi (menyampaikan segala sesuatu dengan terbuka, ‎tanpa ditambah atau dikurangi) inilah, segala kecurigaan dan syak wa sangka ‎dapat dihindari. ‎

Selanjutnya, prinsip yang keempat yang harus dimiliki oleh seorang ‎pemimpin adalah sifat fathonah, atau kecerdasan. Kecerdasan dalam hal ini ‎meliputi tiga hal, yakni kompetensi, integritas dan visi. Tanpa kompetensi, ‎maka seorang pemimpin tidak mungkin membuat prestasi dalam tugas yang ‎diembankan kepadanya. Tetapi kompetensi tanpa dukungan moral atau ‎integritas pribadi, maka seorang pemimpin akan mudah terjatuh pada ‎tindakan yang merendahkan martabatnya dirinya sendiri.  Dan ketiga, ‎seorang pemimpin tanpa visi jauh ke depan akan jatuh pada pragmatisme ‎sesaat yang justru akan merusak citra kepemimpinannya. ‎

Di sinilah, kecerdasaan menjadi sangat penting dimiliki oleh seorang ‎pemimpin. Sehingga dalam setiap kebijakan yang ditetapkannya dapat ‎dipertanggungjawabkan secara moral, baik kepada masyarakat maupun ‎kepada Allah Swt. Karena, tidak ada sedikit pun ruang dalam kehidupan ini ‎yang terlepas dari pengawasan Allah, setiap yang kita perbuat, semua akan ‎dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya. Q. S. Al-Isra: 36 menegaskan: “Dan ‎janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan ‎tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu ‎akan diminta pertanggungan jawabnya.”‎

Itulah beberapa prinsip ajaran agama yang harus dimiliki oleh seorang ‎pemimpin. Sehingga dengan prinsip-prinsip tersebut, insya Allah seorang ‎pemimpin dapat menunaikan tugas kepemimpinannya dengan baik, senantiasa ‎berada di rel yang sesungguhnya dan selalu mengindahkan aturan-aturan ‎Allah Swt.‎

‎*  Ruang Inspirasi, Selasa, 9 Februari 2021.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *