Tangerang Selatan, jaringansantri.com – Penulis buku “Jalan Dakwah Ulama Nusantara” Dzulkifli Amnan menjelaskan isi bukunya bahwa dakwah Ulama Nusantara dari dulu bisa disimpulkan melalui empat hal. Antara lain dakwah bil kitabah, pesantren, organisasi, dan jihad fi Sabilillah.
Buku terbitan pustaka compass tersebut mengulas kiprah ulama nusantara di Haramain dari abad 17-20 M. Ini disampaikan Dzulkifli dalam diskusi buku di Islam Nusantara Center (INC), Sabtu 17 Maret 2018.
Pertama, dakwah bil kitabah, dakwah melalui kitab-kitab atau karya tulis. Fungsinya adalah menjaga akidah Ahlussunah wal jamaah. Dzulkifli mengatakan “Ulama Nusantara dari Syaikh Abdurrouf Singkil sampai Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari menjelaskan akidah Aswaja dan senantiasa berwasiat berpegang pada akidah.”
Hal itu Juga salah satu metode ulama Nusantara dalam menjaga Mazhab Syafi’i. Ibnu Bathutah pada abad ke 13, ia mendapati gaya ibadah orang Nusantara itu sesuai dengan Mazhab Syafi’i. “Makanya ulama-ulama Indonesia menulis kitab fiqhnya dalam Mazhab Syafi’i. Misalnya kitab fiqh Syaikh Arsyad Al Banjari, Syaikh Mahfudz at Termasuk, seorang ulama yang menulis buku fiqh terbesar,” katanya.
Kedua, dakwah melalui pesantren, sehingga tidak heran jika di Indonesia terdapat sekitar 8000 Pesantren. Ini sudah ada sejak masa kerajaan Perlak. Di Jawa dimulai oleh Malik Ibrahim dan Sunan Gresik.
Pesantren ini berfungsi sebagai tafaqih fiddin, kaderisasi ulama dan politik. Ulama-ulama yang belajar di Mekkah sebelumnya telah memiliki ilmu dasar yang kuat dari Pesantren. Kemudian melalui politik. Seperti Syaikh Abdurrouf Singkil, kekuasaan Aceh ketika masih di kuasai ratu itu kuat. Tapi ketika Abdurrouf Singkil meninggal, kekuasaan goyah. Menunjukkan hubungan ulama dan umaro harmonis.
Kemudian melalui organisasi, Dzulkifli menyimpulkan bahwa pergerakan kebangkitan nasional dimulai dari alumni Haramain. “Maka saya tidak setuju pendapat yang menyatakan bahwa pembaharuan Islam di Indonesia berasal dari pemikiran Muhammad Abduh dan lain-lain. Karena mereka tidak berhubungan secara langsung, hanya melalui tulisan di majalah. Pengajaran guru-murid secara langsung saya kira lebih berperan,” terang dosen IAIN Surakarta ini.
Terakhir, Jihad fi Sabilillah. Berperan menjaga agama, menjaga tanah air dan mengusir penjajah. Doktor lulusan Sudan ini mengatakan “Syekh Yusuf, ia banyak sanad tarekat sufi, tapi juga memimpin pasukan jihad. Para ulama kita selain sebagai sufi juga seorang mujahid, seorang pejuang. Syaikh Abdul Shomad al-Falembani, seorang sufi menggelorakan jihad abad 19. Begitu juga pada Abad 20 Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari menggelorakan jihad melawan kolonial.”
“Ini lah peran ulama kita memiliki peran yang sangat besar dalam menyebarkan ilmu baik di pusat Mekah maupun di sekitarnya, di Timur Tengah,” pungkasnya.
Sebagai pembanding, Zainul Milal Bizawie mengomentari bahwa buku karya Dzulkifli Amnan ini sangat bagus dan patut dibaca. Banyak kitab thobaqot dari ulama Timur Tengah. Ia mengatakan “banyak informasi yang bisa jadi referensi penting yang dimuat di buku ini. Dengan adanya referensi berbahasa Arab yang disebutkan di buku ini, kita dapat memperkuat studi sejarah kita.”
Buku ini ditulis dengan sederhana, runtut, klasifikatif. “Sehingga kita mudah mengetahui kiprah ulama nusantara di Haramain. Semoga buku ini bisa menambah khazanah keilmuan kita.” katanya.(Zainal Abidin/Damar)
Comments are closed