Kehidupan manusia di pentas dunia, yang meskipun hanya amat sesaat, sama sekali tidaklah sunyi dari berhadapan dengan masalahnya yang datang silih berganti. Di antara mereka ada yang menghadapinya dengan hati yang tegar, sabar, tanpa guncangan, berani mengambil keputusan “ya” atau “tidak” dan berani berhadapan dengan setiap resiko dari keputusan yang diambilnya itu. Atau ia sambil terus berikhtiar–meski hanya dengan sepotong doa–berusaha dan berharap ada hasil/sukses yang bisa diraih, jika bukan semuanya, tidak apa mendapat sebagiannya.

Sebaliknya, di antara manusia itu ada yang menghadapi masalahnya dengan kemalasan berusaha, hanya pasrah total kepada nasib, jiwanya diliputi keraguan sehingga tak berani untuk mengambil keputusan “ya” atau “tidak”, rongga dadanya dipenuhi kecemasan menghadapi masa mendatang yang dilihatnya gelap menakutkan, dan tak punya nyali untuk berhadapan dengan resiko tak terduga berupa ketidakpastian, bahkan resiko pahit yang kadangkala tak terhindarkan.

Di antara manusia itu, karena keterbatasannya, ada pula yang mengambil keputusan dengan penuh semangat, namun itu dilakukan dengan tanpa pertimbangan yang matang, ceroboh, dan tanpa ilmu pengetahuan, sehingga ia “terpaksa” berhadapan resiko kerugian, kerusakan, atau hal-hal negatif lainnya, yang amat mungkin berdampak pada nasib dan masa depan orang lain.

Idealnya, bahwa ikhtiar itu harus terus dilakukan atas dasar ilmu pengetahuan, dengan kehati-hatian, tanpa rasa putus asa (dengan optimis), meski sadar diri bahwa sukses pada masa mendatang juga diiringi dengan segala resiko ketidakpastian. Seperti para pekerja yang terus harus bekerja mengais rizki karena menduga kuat hingga yakin mungkin ada sesuatu yang bisa dihasilkan, meski beriring dengan serba ketidakpastian. Seperti para petani yang pada saatnya giat bercocok tanam tanpa keraguan, karena menduga kuat suatu saat hasilnya bisa dipanen, meskipun dengan resiko gagal panen. Seperti setiap orang yang dengan segala ikhtiarnya berharap selalu sehat, meski datangnya berbagai penyakit, karena berbagai sebab, tak dapat diduga dan jika pun datang menimpa manusia tak mampu pula menghindarinya.

Kehidupan dunia yang erat dengan hubungan sebab akibat itu terasa begitu misterius dan amat tak terduga. Betapa banyak sesuatu yang dicemaskan, ditakutkan, dipandang buruk oleh manusia yang datang di luar sebab dirinya sendiri, yang ketika datang pada saatnya, tidak seorangpun mampu menghindarinya. Saat sesuatu–yang buruk–itu menimpanya, baik disebabkan oleh keputusan dirinya atau orang lain, tidak ada jalan lain kecuali “terpaksa” menerimanya, karena sama sekali tak mampu menghindarinya. Kenyataan hidup itu harus diterima, betapa pun pahitnya. Menghadapi masa mendatang yang bersifat serba tidak ada kepastian itu memang terkadang mencemaskan, bahkan kadang menakutkan. Ujian semacam ini mungkin tak terhindarkan dari setiap jiwa manusia.

Betapa manusia amat lemah saat berhadapan dengan problema kehidupan, karena ikhtiar kadang tanpa hasil yang pasti. Namun sikap mental yang terbaik ialah berusaha terus tanpa putus asa. Bagi manusia yang diberi potensi, kemampuan, dan kecakapan untuk berusaha, maka sepanjang hayatnya hanya wajib berusaha, tanpa boleh berputus asa dari rahmat Allah, karena–sejatinya–hanya Dia yang mentakdirkan hasilnya. Allah hanya memberi beban kepada jiwa yang sanggup menanggungnya. Setiap manusia dengan segala kelemahannya sebagai salah satu makhluk-Nya, yang oleh sebab itu, amat membutuhkan Yang Maha Perkasa, yakni kita selalu butuh pertolongan dan perlindungan dari Sang Pencipta, pencipta apa saja yang kita sukai atau tidak kita sukai.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *