Ibnu Hajar al-Asqalani salah seorang ulama besar hadis. Namanya terlalu masyhur untuk dituliskan.
Kitabnya yang terkenal di pesantren adalah Bulûgh al-Marâm min Adillat al-Ahkâm, Fath al-Bârî Syarh Shahîh al-Bukhâri, dan lain lain. Ia mempunyai beberapa ‘gelar kehormatan’ (laqab), seperti Syaikh al-Islam, Amir al-Mu’minîn fi al-Hadis, Imâm al-Huffâd, dan lain sebagainya. Ibnu Hajar adalah ulama produktif; ia mempunyai sekitar 150 buah karya dalam pelbagai disiplin ilmu.
Ibnu Hajar menikah empat kali. Istri pertamanya adalah Uns al-Khatun, putri seorang ulama besar, al-Qâdli Nâdlir al-Jaisy Abdul Karim al-Nastarawi. Ibnu Hajar menikah dengan Uns sebab merealisasikan rekomendasi dari ‘ayah asuh’ sekaligus gurunya, Ibnu al-Qaththan, seorang ulama yang diwasiati ayahnya untuk mengurus segala keperluan Ibnu Hajar sepeninggal sang ayah. Ibnu Hajar menikah pada umur 25 tahun.
Sebagai putri ulama besar, Ibnu Hajar sangat cinta sekaligus segan terhadap istrinya. Dalam keputusan apapun, yang jadi pertimbangan utama adalah ‘perasaan sang istri’. Jika istri tidak bersepakat dalam satu perkara, Ibnu Hajar enggan untuk melawan keinginan istri.
Dengan Uns al-Khatun, ia dikarunia beberapa putri yang cerdas dan tekun. Namun sayangnya, ia tak mempunyai anak laki laki.
Ibnu Hajar ingin sekali mempunyai anak laki laki. Dan itu tidak mungkin dengan Uns. Sementara untuk menikah lagi, Ibnu Hajar takut menyakiti perasaan Uns. Tapi ia tak kehilangan akal.
Uns al-Khatun mempunyai seorang budak cantik. Namanya Khash Turk. Suatu ketika, Ibnu Hajar marah marah pada budaknya karena dianggap tidak baik melayani kebutuhan pribadinya. Ibnu Hajar mengatakan pada istrinya, “Jual budak ini, ia tidak baik dalam melayani.” Uns menyetujui dan meminta Ibnu Hajar untuk mencari penjual dengan harga yang sudah disepakati.
Ternyata kejadian tersebut rekayasa Ibnu Hajar. Di belakang Uns, Ibnu Hajar meminta temannya yang juga ulama besar, Syekh Syams al-Din bin Dliya al-Hanbali, untuk membeli Khash Turk dengan akad wakalah (perwakilan) dari Ibnu Hajar. Sehingga status Khash Turk kini menjadi milik Ibnu Hajar.
Ibnu Hajar menempatkan Khash Turk di sebuah rumah yang agak jauh dari tempat tinggalnya. Sebelum pergi mengajar, ia selalu menyempatkan untuk menengok Khash Turk. Si budak akhirnya melahirkan seorang anak laki laki yang sudah lama diharap harap kemunculannya. Ia diberi nama Badr al-Din.
Yang antik, Ibnu Hajar mengundang teman teman dan murid muridnya untuk menyantap daging yang ia niati akikah justru di rumah istri pertama, Uns al-Khatun. Tapi Uns sama sekali tidak mengetahui. Sementara ia bolak balik dari rumah Uns ke tempat Khash Turk—yang ia titipkan di tempat ibunya—untuk mencukur rambut anak laki lakinya itu. Aktivitas ini tanpa disadari sama sekali oleh Uns.
Namun, lambat laun Uns mendengar kabar tersebut. Ketika Ibnu Hajar mengajar, ia bawa Khash Turk dan anaknya ke rumah, keduanya disembunyikan di sebuah kamar khusus.
Ibnu Hajar pulang ke rumah tak ada perasaan apa apa. Seketika Uns menanyakan perihal pernikahannya dengan Khash Turk, tapi Ibnu Hajar tak mengakui (فتحدث اليها بكلام يفهم منه انكار الزواج) . Seketika Uns menyeret Khash Turk dan anaknya keluar untuk dihadapkan pada Ibnu Hajar. Ibnu Hajar marah kemudian merebut anaknya dan menitipkan pada seorang wanita yang ia percaya di Mesir.
Badr al-Din, anak laki laki pertamanya itu, mendapat perhatian khusus dari Ibnu Hajar untuk disiapkan menjadi ulama. Ibnu Hajar tak akan memulai pengajiannya sebelum sang anak duduk di majlis. Ibnu Hajar juga membawa anaknya berkeliling ke majlis ilmu ulama ulama besar, seperti Shihab al-Washithi, al-Fakhr al-Dandali, dll. Dan atas permintaan sang ayah pula, beberapa ulama diminta memberikan ijazah khusus pada Badr al-Din, seperti Aisyah binti Abd al-Hadi, Abu Bakr al-Hasan al-Maraghi, dan lain lain.
Ibnu Hajar sangat ingin anaknya piawai dalam disiplin fiqh. Untuk merealisasikan keinginannya, ia mengarang kitab Bulûgh al-Marâm min Adillat al-Ahkâm. Kitab ini khusus ia persembahkan untuk sang putra sebagai panduan sekaligus acuan dalam dalil dalil fiqh.
Demikianlah sang putra akhirnya juga tumbuh menjadi ulama. Ia menulis penjelasan untuk kitab ayahnya Nukhbah al-Fikar. Saat Ibnu Hajar sudah di usia udzur, Badr al-Din yang ditunjuk mengganti ayahnya mengajar hadis di Huseiniyyah. Ia juga menjadi Imam di Masjid Ibnu Thulun
No responses yet