Oleh : A Ginanjar Sya’ban
#Arsip-Arsip Sejarah Islam Nusantara Zaman Wali Sanga (928 H/ 1522 M)#
Ini adalah salah satu dari sekian arsip sejarah Islam (di) Nusantara yang berasal dari zaman Wali Sanga. Dokumen ini berupa manuskrip sepucuk surat yang dikirim oleh Pangeran Abu Hayat dari Kesultanan Ternate untuk Raja João III dari Portugis, bertahun 928 Hijri (1522 Masehi).
Abu Hayat (kelak dikenal dengan Sultan Abu Hayat atau Bohayet, memerintah 1529-1533) adalah anak dari Sultan Ternate Bayanullah (dikenal dengan Bolief, memerintah 1500-1522). Saat ia menulis surat ini, Abu Hayat masih berusia kurang dari 10 tahun. Dalam surat tersebut, Abu Hayat mengabarkan kepada Raja Portugis tentang kewafatan ayahandanya, Sultan Bayanullah.
Sultan Bayanullah tercatat sebagai penguasa Ternate kedua yang memakai gelar “Sultan” setelah ayahnya, Sultan Zainal Abidin (m. 1486-1500). Baik Sultan Zainal Abidin ataupun Sultan Bayanullah, keduanya memiliki andil dan pengaruh yang sangat besar dalam sejarah islamisasi kepulauan Maluku. Keduanya juga memiliki hubungan dan jaringan intelektual-spiritual yang erat dengan pusat-pusat keislaman lainnya di Nusantara, seperti Jawa, Pasai, dan Aceh.
Sultan Zainal Abidin pernah belajar kepada Syaikh Ainul Yaqin (Sunan Giri) di Jawa Timur pada akhir abad ke-15 M. Di pesantren Giri Kedaton, sang sultan diantar dan ditemani oleh Syaikh Maula Husain, seorang pedagang sekaligus juru dakwah yang terlebih dahulu belajar kepada Sunan Giri lalu berniaga di Ternate dan berhasil menjadi orang dekat istana kesultanan. Di pesantren Giri, Sultan Zainal Abidin dikenal dengan julukan Sultan Bualawa atau Sultan Cengkih. Di Giri juga, Sultan Zainal Abidin bertemu dengan Sultan Hitu (saat ini Maluku Tengah) yang saat itu dikenal dengan nama Pati Puteh, di mana keduanya sempat membuat komimen untuk membuat persekutuan Kesultanan Ternate-Kesultanan Hitu. Ketika kembali ke Ternate, Sultan Zainal Abidin juga membawa serta beberapa orang ulama dari Jawa dan mengangkat mereka sebagai pengajar di institusi pendidikan keislaman yang disponsori oleh kesultanan sekaligus sebagai imam dan khatib.
Ketika wafat pada tahun 1500, Sultan Zainal Abidin telah memiliki seorang suksesornya yang cakap, tegas, pandai, terpelajar, dikenal sebagai sosok seorang ksatria dan pedagang ulung. Dialah Sultan Bayanullah. Dalam “Kepulauan Rempah-Rempah: Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950”, M. Adnan Amal (2016: 66-67) mengatakan jika Sultan Bayanullah adalah penguasa Ternate yang secara intensif menerapkan hukum-hukum Islam dan sivilisasi. Ada empat undang-undang baru yang diterapkan pada masa Sultan Bayanullah, yaitu (1) pembatasan poligami, (2) larangan pergundikan, (3) biaya pernikahan tidak boleh berlebihan, dan (4) perempuan harus berpakaian yang pantas.
Di sisi yang lain, Sultan Bayanullah ternyata memiliki sikap dan pandangan yang berbeda terhadap Portugis dibanding dengan penguasa-penguasa besar Muslim Nusantara lainnya yang semasa dengannya, seperti Malaka, Demak, Cirebon-Banten, dan Aceh.
Portugis datang ke Kepulauan Nusantara pada tahun 1509 dan dua tahun setelahnya (1511) segera menaklukkan Kesultanan Malaka yang kaya raya. Menyikapi penaklukan Malaka oleh Portugis, Kesultanan Demak di Jawa pada 1512 segera mengirimkan armada perangnya untuk menyingkirkan Portugis dari Malaka. Ekspedisi Demak ini gagal. Portugis pun menjadi musuh bersama bagi Demak dan Pasai (lalu bagi Aceh di kemudian hari).
Di tahun yang sama (1512), Portugis dari Malaka mengirim armada (dipimpin Francisco Serrão) untuk melakukan ekspedisi ke Kepulauan Maluku: pusat rempah-rempah. Armada Portugis bertemu dengan armada Ternate di sekitaran pulau Banda. Namun keduanya tidak terlibat kontak senjata dan berperang, namun justru kontak persahabatan dan kerjasama. Serrão diundang ke istana Ternate oleh Bayanullah. Sang Sultan pun memberikan hak dagang istimewa kepada Portugis, bahkan mengangkat Serrão menjadi penasehat pribadinya.
Sepuluh tahun kemudian (1522) Demak kembali mengirimkan armada yang lebih besar untuk menggempur Portugis. Namun usaha Demak ini kembali gagal. Sultan Demak yang memimpin langsung armada laut saat ekspedisi itu, Sultan Yunus, gugur di medan juang. Ia wafat untuk mengusir Portugis enyah dari Nusantara. Di tahun yang sama, Sultan Bayanullah dari Ternate juga wafat. Namun berbeda dengan Sultan Yunus dari Demak, Sultan Bayanullah dari Ternate wafat dalam hubungannya yang mesra dengan Portugis.
Sikap kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara terkait permasalahan Portugis rupanya tidak seragam. Ada yang memandangnya sebagai penjajah dan musuh, namun ada juga yang menganggapnya sebagai kawan dan mitra.
Kedekatan antara Sultan Bayanullah dari Ternate dan anaknya, Abu Hayat, dengan Portugis demikian kentara dalam manuskrip sepucuk surat ini. Salah satunya, Abu Hayat menyebut pihak penguasa Portugis dengan sebutan “ayahanda” dalam suratnya itu. Namun dalam perjalanannya di kemudian hari, kedekatan Ternate-Portugis itu justru yang kelak mendatangkan malapetaka. Portugis di kemudian hari ikut campur lebih dalam urusan internal kesultanan, menebar hasutan dan menjalankan politik adu domba antar keluarga kesultanan, hingga terjadilah perang saudara.
Naskah asli dokumen ini tersimpan di Pusat Arsip Nasional Portugal di Lisabon, yang dikenal dengan “Torre do Tombo”, dengan nomor kode arsip Gavetas 15-16-38. C. O. Blagden telah mengkaji dan mentransliterasikan teks surat ini ke dalam aksara Latin. Kajian Blagden terdapat dalam artikelnya yang berjudul “Two Malay Letters from Ternate in the Moluccas, Written in 1521 and 1522” dan dimuat dalam Bulletin of the School of Oriental Studies, University of London, Vol. 6, No. 1 (1930), halaman 87-101.
Bogor, Muharram 1440 H/ September 2018
Alfaqir A. Ginanjar Sya’ban
** berikut pula disertakan salinan teks dan transliterasi (ulang)-nya atas dokumen surat di atas:
الحمد لله رب العالمين/1/
يا عزيز يا غفار/2/
اين سورت كاسه سلطان آب حيات سورة داتغ كفد ايهند سلطان فرتكل/3/ دنيا عالم اياله يغ مها بسر كري مغتاكن حال نكري سغكله سنقتده/4/ سلطان بيان سر الله منغكلكن نكري ترنات سكلينله حال/5/ نكري ترنات سكارغ راج كستيل داتغ دو بوه كافل مغتركن سنجتاث/6/ دان هرتاث دان مملهراكن بندر راج تدور بندر راج/7/ كستيل سبنرثاله سلطان فرتوكل مملهراكن سلطان/8/ ترنات در كران بندر سلطان ترنات بندر سلطان/9/ فرتوكل سكارغ اين راج كستيل ممبر راج تدور بدل امفت/10/ فوله بوه بدل كند توجه فوله كند جنج تون اين كنداتغ/11/ كتدور سبو كافل بلاير بولن محرم سبو كافل تغكل ننتيكن كافل/12/ دو فوله بوتاون لاكي كن داتغ ادفون انقده سلطان/13/ آب حيات تياد هارف لاين هارف اينده سلطان/14/ فرتوكل سبنرثاله سلطان فرتوكل مملهركن انقده فهات/15/ لاك كنق كنق سبنرثاله مملهراكن نكر ترنات جندرمات/16/ انقده تياد سفرتيث/17/
والسلام بالخير/18/
Alhamdu lillâhi Rabb-il ‘Âlamîn
Yâ ‘Azîz yâ Ghaffâr
Ini surat kasih Sultan Abu Hayat (.) Surat datang kepada ayahanda Sultan Purtugal dunia alam ialah yang maha besar (.) Keri mengatakan hal negeri sangkalah sanakadah (.) Sultan Bayan Sirrullah meninggalkan negeri Ternate sekalianlah hal negeri Ternate sekarang (.) Raja Kastila [Castile/ Spanyol, peny] datang dua buah kapal mengantarkan senjatanya dan hartanya dan memelihara akan bandar Raja Tidore bandar Raja Kastila (.) Sebenarnyalah Sultan Purtugal memelihara akan Sultan Ternate dari kerana bandar Sultan Ternate bandar Sultan Purtugal (.) Sekarang ini Raja Kastila memberi Raja Tidore bedil empat puluh buah bedil (,) gandi tujuh puluh buah gandi (.) Janji tuan ini akan datang ke Tidore sebuah kapal belayar bulan Muharram (,) sebuah kapal tinggal nantikan kapal dua puluh bua taun lagi kan datang (.) Adapun anakadah Sultan Abu Hayat tiada harap lain harap ayandah Sultan Purtugal (.) Sebenarnyalah Sultan Purtugal memeliharakan anakdah pihatu lagi kanak-kanak sebenarnyalah memeliharakan negeri Ternate (.) Cenderamata anakdah tiada sepertinya.
Wassalâm bil khair
2 Responses