Oleh: Azizah Irma
Hal yang berbeda penulis temukan melalui karya Muhammad Syarif Bando, dkk dalam buku antologi Puisi yang berjudul Secangkir Kopi Pegiat Literasi GPMB Press, 2021). Kumpulan puisi tersebut memuat berbagai syair yang menggambarkan rasa dari seseorang yang berpengaruh penting dalam kemajuan pendidikan di Indonesia, seseorang yang gemar membuat karya dan membaca atau dapat dikatakan sesuai judul buku yaitu pegiat literasi. Hal tersebut menjadi keunikan tersendiri bagi penulis ketika membaca berbagai puisi tersebut.
Muhammad Syarif Bando, dkk berusaha membaca realita sosial mengenai faktor penyebab budaya baca masyarakat Indonesia belum setara dengan negara-negara maju lainnya. Oleh karena itu, dalam antologi puisinya yang bertajuk pegiat literasi ini menggambarkan sosok yang memiliki cita-cita untuk membangun masyarakat yang berliterasi seperti puisi karya Yoseph Nai Helly yang berjudul Pustakawan dalam antologi puisi “Secangkir Kopi Pegiat Literasi” yang menggambarkan pustakawan. Menurut penulis bahwasanya sosok pustakawan itu dapat diartikan sebagai seorang yang mempunyai kemampuan dalam bidang pendidikan yang bisa menyelenggarakan aktivitas di perpustakaan serta memberikan pelayanan untuk pemustaka di perpustakaan. Namun, dalam puisinya itu menggambarkan bahwa belum banyak orang yang mengetahui keberadaan pustakawan, dalam artian bahwasanya masih jarang orang yang mengetahui tugas dari seorang pustakawan itu sebenarnya sangat mulia dan sangat berjasa untuk masa depan generasi bangsa. Dapat dilihat dalam kutipan syair puisinya :
Aku
Siapakah aku
Aku pegiat literasi
Aku pustakawan
Banyak yang tak tahu tentang pustakawan
Salakah mereka, salahkah pustakawan?
Mungkin alam masih membisu
Mungkin juga penyandang kata iti masih terbius
Pustakawan itu bukan kutu buku
Pustakawan itu manusia pekerja keras
Dia membawa secercah cahaya terang
Dia peduli tentang masa depan generasi
Ia turun naik tangga setiap hari
tanpa keluh kesah, sebab, tugasnya sebagai pustakawan
Pikiran dan hatinya hanya untuk melayani
Penuh sabar, tampak raut wajah kusut
Tersungging senyuman bahagia
Kala pemustaka puas
Kala layanannya menembus batas ruang
Juga menembus batas waktu. (hlm 115).
Hal yang sama juga penulis temukan dari penyair Wuriyanti melalui syairnya yang berjudul Namaku Buku dalam antologi puisi “Secangkir Kopi Pegiat Literasi”. Dalam syairnya Wuriyanti memfokuskan pada objek benda mati tetapi digambarkan sebagai sosok yang berpengaruh dalam mewujudkan generasi yang memeliki kemampuan dalam literasi. Tak jauh berbeda dengan syair puisi Yoseph, Wuriyanti juga menggambarkan sosok yang berpengaruh dalam mewujudkan generasi yang gemar membaca dan manulis. Dapat kita ketahui bahwa buku itu dapat diartikan sebagai benda mati yang berisi kumpulan lembar kertas yang memuat berbagai aksara dan tulisan. Puisinya menceritakan tentang sosok buku yang memiliki cita-cita untuk membangun negeri melalui tulisan-tulisannya yang mampu mengubah nasib seseorang menjadi lebih baik, menunjang karir, prestasi, dan mampu mengubah pola pikir dan mengubah peradaban dunia menjadi lebih baik.
Namaku Buku
Aku bukan hanya mampu mengubah nasibmu
Aku juga jendela dunia bagimu
Penunjang karir dan prestasi bagimu
Namaku Buku
Aksara dan tulisan memenuhi wajahku
Gambaran cerita panjang seseorang yang bermutu
Yang berdedikasi membangun negeri di segala penjuru
Namaku Buku
Aku bukan hanya bermanfaat bagimu
Aku juga mampu mengubah pola pikirmu
Bijaksana dan cerdas menyikapi lak liku hidupmu (hlm 84).
Biodata Penulis :
Azizah Irma, lahir di Kebumen, 19 September 2000. Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hasil karyanya diantaranya sejumlah puisi yang berjudul Tari Lawet dan Di Kota Kebumen dalam buku Antologi Puisi “Menengok Kampung Halaman” (Penerbit : SIP Publishing), Bingkai Rindu, Dialog Tentang Cahaya, Serpihan Luka, Sajadah Biru, dan Hampa. Ia saat ini tinggal di Mangunranan, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen. Ia dapat di hubungi melalui email: azizahirma19@gmail.com atau Ig: Azizahirma19
No responses yet